Kebahagiaan adalah dambaan setiap
orang, siapapun dia. Kebahagian pulalah yang menjadi cita-cita seluruh manusia
dalam kehidupannya. Apakah hakikat kebahagiaan itu dan apa ciri-ciri orang yang
telah berbahagia?, semoga tulisan berikut ini bisa menjawabnya…
Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”.
Bahagia adalah
keinginan dan cita-cita semua orang . orang mukmin ingin bahagia demikian juga
orang kafir pun ingin bahagia. Orang yang berprofesi sebagai pencuri pun ingin
bahagia dengan profesinya. Melalui kegiatan menjual diri, seorang pelacur pun
ingin bahagia. Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak
mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetahui cara untuk meraihnya.
Meskipun ada sebagian orang merasa gembira dan suka cita saat hidup di dunia
akan tetapi kecemasan, kegalauan dan penyesalan itu merusak suka ria yang
dirasakan. Sehingga sebagian orang selalu merasakan kekhawatiran mengenai masa
depan mereka. Terlebih lagi ketakutan terhadap kematian. Alloh berfirman dalam
surat Al Jumu’ah ayat 8 :Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”.
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al Jumu’ah : 8)
Banyak orang yang beranggapan
bahwasanya orang-orang barat adalah orang-orang yang hebat. Mereka beranggapan
bahwasanya orang-orang barat hidup penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman dan
ketenangan. Tetapi fakta berbicara lain, realita di lapangan menunjukkan bahwa
secara umum orang-orang barat itu hidup penuh dengan penderitaan. Hal ini dikuatkan
dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh orang-orang barat sendiri
tentang kasus pembunuhan, bunuh diri dan berbagai tindakan kejahatan yang
lainnya, namun ada sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan
mereka sudah menempuh jalan untuk mencapainya. Merekalah orang-orang yang
beriman kepada Alloh. Mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap
taat kepada Alloh dan mendapat ridho-Nya, menjalankan perintah-perintahNya dan
meninggalkan larangan-laranganNya.
Boleh jadi di antara mereka yang
tidak memiliki kebutuhan pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah
seorang yang benar-benar bahagia dan bergembira bagaikan pemilik dunia dan
segala isinya . Alloh berfirman
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan karunia Alloh dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Alloh dan rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus: 58)
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan karunia Alloh dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Alloh dan rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus: 58)
Jika mayoritas manusia kebingungan
mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah
dialami oleh seorang mukmin. Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah
terpampang jelas di hadapannya. Cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar
mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan.
Terdapat berbagai keterangan dari
wahyu Alloh sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya
dirinya sudah berada di atas jalan yang benar dan tepat Alloh berfirman :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS Al An’aam: 153)
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS Al An’aam: 153)
Jika di antara kita yang bertanya
bagaimanakah yang dirasakan bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang
celaka maka Alloh sudah memberikan jawaban dengan firman-Nya:
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS Hud: 106-108)
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS Hud: 106-108)
Jika di antara kita yang
bertanya-tanya bagaimanakah cara untuk menjadi orang yang berbahagia, maka
Alloh sudah memberikan jawabannya dengan firman-Nya
ٌّفَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thoha 123-124)
Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thoha 123-124)
Dan juga dalam firman-Nya
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl: 97)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl: 97)
Kebahagiaan seorang mukmin semakin
bertambah ketika dia semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan
mengikuti petunjuk-Nya. Kebahagiaan seorang mukmin semakin berkurang jika
hal-hal di atas makin berkurang dari dirinya.
Seorang mukmin sejati itu selalu
merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Dia menyadari bahwasanya dia
memiliki Tuhan yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya. Nabi
shalallahu ‘alaihi sallam bersabda:
“Sungguh menakjubkan keadaan
orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya
akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi
kecuali untuk orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka
dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia
merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan
untuk dirinya. ( HR Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah yang merupakan puncak dari
kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat
dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa
dibeli dengan rupiah maupun dolar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan
oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa
yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam
diri seseorang dan tidak bias didatangkan dari luar.
Tanda Kebahagiaan
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut.
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut.
1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Alloh. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
a. Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
b. Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
c. Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
d. Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
e. Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.
Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Alloh. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
a. Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
b. Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
c. Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
d. Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
e. Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima
prinsip di atas akan merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya,
jika lima prinsip di atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan
menyebabkan kesengsaraan selamanya.
2. Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Alloh dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar:
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Alloh dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar:
a. Menahan hati untuk tidak merasa
marah terhadap ketentuan Alloh.
b. Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
c. Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
b. Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
c. Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika
kita mampu melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah
kenikmatan.
3. Bertaubat ketika melakukan
kesalahan.
Jika Alloh menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Alloh akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan “Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas beliau menjelaskan “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Alloh subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Alloh. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Alloh masih menginginkan kebaikan orang tersebut,maka Alloh akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Alloh tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Alloh biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.
Jika Alloh menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Alloh akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan “Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas beliau menjelaskan “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Alloh subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Alloh. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Alloh masih menginginkan kebaikan orang tersebut,maka Alloh akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Alloh tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Alloh biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.
Al Hasan al-Bashri mengatakan,
“Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan
membaca Al Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak
kalian dapatkan dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah
tertutup bagimu”. Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat
mengingat Alloh”.
Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini”.
Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini”.
Ulama’ salaf yang lain mengatakan,
“Aku berusaha memaksa diriku untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan
aku bisa melihat usahaku ini yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya”.
Ulama salaf yang lain mengatakan, “Sejak 40 tahun lamanya aku merasakan tidak
ada yang mengganggu perasaanku melainkan berakhirnya waktu malam dengan
terbitnya fajar”.
Ibrahim bin Adham mengatakan,
“Seandainya para raja dan para pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan
kenikmatan tentu mereka akan berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami
dengan pedang”. Ada ulama salaf yang lain mengatakan,“Pada suatu waktu pernah
terlintas dalam hatiku, sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan
saat ini tentu mereka dalam kehidupan yang menyenangkan.”
Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa,
“Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan” Sesungguhnya dalam dunia ini ada
surga. Barang siapa belum pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga
diakhirat kelak”. Wallohu a’laam.
[Diterjemahkan dengan bebas dari As
Sa’adah, Haqiqatuha shuwaruha wa asbabu tah-shiliha, cet. Dar. Al Wathan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar