PENGERTIAN
WARIA (Al-Mukhonats )
Waria (dari wanita-pria) atau wadam
(dari hawa-adam) dalam pengertian istilah umum diartikan sebagai laki-laki yang
lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari.
(Wikipedia)
Adapun dalam bahasa Arab, Waria dikenal dengan Al-Mukhonats
(selanjutnya istilah ini yang
akan kita gunakan untuk waria,
wadam,bencong,banci) dan secara Istilah Syariat, didefinisikan oleh Ibnu
Hajar Al-Asqalani Rahimahullahu sebagai laki-laki yang menyerupai
wanita dalam gerakan, gaya bicara dan sebagainya. Apabila hal tersebut
merupakan asli dari penciptaan dia (dari lahir. Pent) maka dia tidak bisa
disalahkan dan dia diharuskan menghilangkan hal tersebut. Dan apabila hal
tersebut merupakan sesuatu yang datang dari keinginannya dan dia berusaha untuk
bisa seperti itu maka hal tersebut merupakan sesuatu yang tercela dan dengan
itu ditetapkanlah nama Al-Mukhonats (Waria) untuknya baik dia melakukan
perbuatan kotor (Homoseksual) ataupun tidak. (Fathul Bari’, 9/334
Secara makna)
Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu mengatakan : ”
Ulama mengatakan : Al-Mukhonats ada dua jenis, Jenis pertama adalah yang
golongan yang diciptakan dalam keaadaan seperti itu, dan dia tidak
memberat-beratkan dirinya ( baca . berusaha) untuk berakhlaq dengan akhlaq
wanita, berhias, bicara dan bergerak seperti gerakan wanita. Bahkan hal tersebut
merupakan kodrat yang Allah ciptakan atasnya, maka yang seperti ini tidak ada
ejekan, celaan, dosa dan hukuman baginya karena sesungguhnya dia diberi
udzur karena dia tidak membuat-buat hal tersebut. Jenis kedua dari Al-Mukhonats
yaitu yang kodratnya tidak seperti itu, bahkan dia berusaha berakhlak,
bergerak, bertabiat dan berbicara seperti wanita dan juga berhias dengan cara
wanita berhias. Maka ini adalah tercela yang telah datang hadits yang shohih
tentang laknat (terhadapnya)” (Syarh Shohih Muslim (7/317) secara
ringkas)
Dan sebagaimana dikatakan imam An-Nawawi bahwa lafadz Al-
Mukhonats dilekatkan pada mereka , baik mereka melakukan perbuatan kotor
(homoseksual) atau tidak, adapun pelaku homoseksual (liwath) dalam
bahasa arab disebut dengan Luthi,yaitu dinisbahkan kepada perbuatan kaum
nabi Luth alaihi salam yang memulai perbuatan menjijikkan itu untuk
pertama kali. Begitu juga harus dibedakan antara Al-Mukhonats dengan Khuntsa,
Khuntsa adalah insan yang memiliki dua alat kelamin ganda yang berbeda
jenis, terkadang sejak lahir dan terkadang lahir dalam keadaan memiliki satu
alat kelamin kemudian tumbuh yang kedua.
Jadi harus diketahui bahwa tidak setiap luthi (Homoseks)
itu adalah Al-Mukhonats (Waria) karena sangat banyak sekali diantara
mereka yang secara fisik seperti laki-laki normal yang gagah dan jantan akan
tetapi ternyata seorang homoseksual, begitu juga sebaliknya kita tidak boleh
mengatakan bahwa seluruh Al-Mukhonats adalah pelaku homoseks, karena
untuk menuduh seseorang sebagai pelaku perbuatan tersebut dibutuhkan persaksian
yang jelas. Adapun khuntsa insya Allah kita bahas di catatan-catatan
berikutnya.
Kembali ke pembahasan Al-Mukhonats, dari
penjelasan ulama diatas diketahui bahwa Al-Mukhonats ada dua jenis :
Pertama : Kodratnya sejak lahir, seperti memiliki postur
tubuh yang menyerupai wanita, lisan yang apabila berbicara menyerupai wanita
dan lainnya.
Kedua : Dilahirkan dengan normal seperti laki-laki kemudian
berusaha untuk berbicara, bergerak, bertabiat dan berhias seperti wanita.
Hukum keduanya ini pun akan berbeda, sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ulama. Jenis pertama tidak mendapat cela,ejekan, dosa dan
hukuman karena ini adalah sesuatu yang merupakan kodratnya dari lahir dan wajib
bagi dia untuk berusaha merubahnya semampu dia walaupun secara bertahap.
Apabila dia tidak berusaha merubahnya bahkan senang dengannya maka dia berdosa,
ditambah lagi apabila dia malah mengikuti kekurangan fisik tersebut dengan
memakai pakaian wanita, berhias dengan hiasan wanita yang tidak terkait kodrat
fisiknya maka dia sudah masuk ke jenis kedua.
Berkata Al-Hafidz : “Dan adapun tercelanya
menyerupai cara bicara dan cara berjalan (wanita) adalah dikhususkan bagi yang
bersengaja untuk melakukannya . Adapun yang keadaan itu merupakan asal
penciptaannya (sejak lahir) maka dia diperintahkan berusaha untuk
meninggalkannya dan menghilangkannya secara bertahap dan apabila dia tidak
melakukannya dan berpaling dari usaha tersebut maka dia tercela apalagi tampak
darinya apa yang menunjukkan bahwa dia ridho dengan keadaan seperti itu (Fathul
bari’ , 10/332)
Beliau juga berkata terkait pendapat Al-Imam An-
Nawawi : “Dan adapun pendapat yang memutlakkan seperti An-Nawawi yang
berpendapat bahwa Al-Mukhonats yang berasal dari kodrat (penciptaanya) tidak
bisa ditimpakan kepadanya kesalahan maka pendapat ini dibawa kepada keadaan
apabila dia tidak mampu untuk meninggalkan gaya wanita dan kekurangan pada gaya
berjalan dan berbicaranya itu setelah dia berusaha untuk melakukan terapi
pengobatan untuk meninggalkannya dan adapun apabila kapan saja dia mampu untuk
meninggalkan hal itu walau bertahap kemudian dia meninggalkan usaha tersebut
maka hal itu adalah dosa (kesalahan) (Fathul Bari’ ,
10/332)
ANCAMAN DAN DOSA UNTUK Al-Mukhonats
Dan bagi Al-Mukhonats jenis kedua dan juga Al-Mukhonats
jenis pertama yang kemudian digolongkan seperti jenis kedua karena tidak ada
usaha merubahnya dan bahkan ridho dengannya maka termasuk dalam ancaman
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam :
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma , beliau
berkata:
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ
الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْالنِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Artinya : “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu dia berkata:
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَالرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ
الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَالرَّجُلِ
Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian
laki-laki.” (HR. Abu
Daud No. 4098)
Dan makna laknat Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassallam terhadap satu golongan adalah doa beliau agar golongan tersebut
ditolak dan dijauhkan dari Rahmat Allah Subhana Wa Ta’ala (Al-Qoulul
Mufied,1/427)
Dan rahmat Allah mencakup ampunan, hidayah, taufiq,
rezeki, kesehatan dan lain-lain. Kita berlindung kepada Allah dari segala sebab
yang menjauhkan rahmatnya.
HUKUMAN UNTUK Al-Mukhonats
Adapun hukuman bagi Al-Mukhonats adalah
sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam
dalam hadits Abu Hurairoh Rhadiyallahu ‘anhu :
أنالنبي
صلى الله عليه وسلم، أُتي بمخنث، قد خضب يديه ورجليه بالحناء، فقالالنبي صلى الله
عليه وسلم: ما بال هذا؟ فقيل: يا رسول الله يتشبه بالنساء،فأمر فنفي إلى النقيع،
فقالوا: يا رسول الله ألا نقتله؟ فقال: إني نهيت عنقتل المصلين
“Sesungguhnya didatangkan kepada Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wassallam seorang Al-Mukhonats, dan dia telah mewarnai tangan dan
kakinya dengan hina’ (Pewarna alami untuk kuku,rambut atau kulit. Pent). Maka
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam berkata ; “Ada apa dengan orang ini ??”
maka diakatakan pada beliau, Wahai Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dia
menyerupai wanita. Maka beliau memerintahkan (hukuman) dan kemudian orang
tersebut diasingkan ke An-Naqie’. Maka para sahabat berkata : ” Wahai
Rasulullah , Apakah tidak kita bunuh ??? maka beliau menjawab, ” Sesungguhnya aku
dilarang untuk membunuh orang-orang yang sholat” (HR. Abu Dawud No. 4928
Dishohihkan oleh Al-Albani Rahimahullahu)
Dan An-Naqie’ adalah tempat sejauh perjalanan dua
malam dari Kota Madinah (Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud 13/276)
Berkata Ibnu Taimiyah : “Dan harus diyakini bahwa
pengasingan tersebut mendatangkan kebaikan yang dituju, yaitu menjauhkan
masyarakat dari kejelekannya, adapun apabila kita dapati diasingkannya dia ke
suatu tempat malah menimbulkan masalah baru bagi manusia , maka cukuplah orang
tersebut dikurung di satu tempat yang tidak ada orang lain di sana”
Beliau juga berkata: “Dan apabila ditakutkan dia
keluar, maka dia diikat, karena sesungguhnya itulah makna pengasingannya dan
dikeluarkannya dia dari manusia” (Majmu’ Al-Fatawa , 15/310)
Beliau juga menukil : “Dan termasuk dari hukuman
yang datang sunnah dengannya dan juga Ahmad dan As-Syafi’I berpendapat
dengannya adalah pengasingan Al-Mukhonats ” (Fatawa Kubro, 5/530)
Dan diadiasingkan atau dikurung sampai dia bertaubat,
berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu :
“Dan pengasingan mutlak seperti pengasingan
Al-Mukhonats , maka dia diasingkan sampai dia bertaubat” (Minhajus Sunnah , 6/235)
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullahu : “Dan
termasuk dari siasat syar’I yang dinashkan (dilafadzkan) oleh
Al-Imam Ahmad Rahimahullahu , beliau berkata dalam riwayat Al-Marwazi
dan Ibnu Manshur : “Al-Mukhonats diasingkan dan dijauhi, karena sesungguhnya
tidak timbul darinya kecuali kerusakan . Dan bagi Imam (pemimpin) untuk
mengasingkannya ke negeri yang aman dari kerusakkan penduduknya, dan apabila
ditakutkan sesuatu menimpanya maka (cukup) dikurung” (Bada’iul Fawaid,
3/694)
Imam Bukhori Rahimahullahu pun membuat Bab
dalam kitab As-Shohihnya : Bab : Diasingkannya pelaku maksiat dan para waria.
Kemudian beliau membawakan hadits Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma :
لَعَنَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ،
وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ ، وَقَالَ « أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ
» . وَأَخْرَجَ فُلاَنًا ، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا
Artinya : Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat
laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki dan beliau
berkata : “keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian” dan beliau Shalallahu
‘alaihi wassallam mengeluarkan fulan dari rumah beliau dan umar mengeluarkan
fulan . (HR.
Bukhori No. 6834)
HUKUM-HUKUM YANG TERKAIT DENGAN Al-Mukhonats
Hukum masuknya Al-Mukhonats kepada para
wanita
Al-Mukhonats yang memiliki ketertarikan pada wanita, maka tidak
ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang haramnya dia masuk
kepada wanita dan memandang kepada mereka.
Adapun Al-Mukhonats yang berasal dari kodratnya
dan tidak memiliki ketertarikan pada wanita maka ada dua pendapat :
Pertama : Al-Malikiyah, Al-Hanabilah, dan sebagian
Al-Hanifiyah memberi keringanan kepada Al-Mukhonats jenis ini
untuk berada bersama wanita dan bolehnya dia memandang wanita. Berdalil
pengecualian tentang golongan yang boleh memandang kepada wanita dalam Firman
Allah :
التَّابِعِينَ
غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
Artinya : ” “Atau laki-laki yang mengikuti kalian
yang tidak punya syahwat terhadap wanita.” (QS. An-Nur: 31)
Pendapat kedua : As-Syafi’iyah dan kebanyakkan
Al-Hanafiyah berpendapat bahwa Al-Mukhonats yang tidak memiliki
ketertarikan pada wanita tidak boleh masuk kepada wanita dan memandang kepada
mereka. Berdalil dengan hadits Ummu salamh Rhadiyallahu ‘anha:
أنالنبي
صلى الله عليه وسلم دخل عليها وعندها مخنث وهو يقول لعبد الله أخيهاإن يفتح الله
الطائف غدا دللتك على امرأة تقبل بأربع وتدبر بثمان فقالالنبي صلى الله عليه وسلم
أخرجوهم من بيوتكم
Artinya : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam
masuk ke rumahku sementara di sisiku ada seorang mukhannats. Aku mendengar
mukhannats itu berkata kepada Abdullah bin Abi Umayyah (saudara laki-laki Ummu
Salamah, pen.): “Wahai Abdullah! Jika besok Allah membukakan/ memenangkan Thaif
untuk kalian, maka hendaklah engkau berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
mendapatkan putri Ghailan, karena dia menghadap dengan empat dan membelakangi
dengan delapan”. Ucapannya yang demikian didengar oleh Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassallam , maka beliau pun menetapkan:“Mereka (mukhannats) itu sama
sekali tidak boleh masuk menemui kalian lagi.” (HR. Al-Bukhari no. 4324
dan Muslim no. 21807)
Makna
kalimat : “ menghadap dengan empat dan membelakangi dengan delapan ” ini
adalah penyifatan fisik wanita yang disukai pada saat itu yaitu lekukan itu
sampai ke pinggangnya, pada masing-masing sisi (pinggang) empat sehingga dari
belakang terlihat seperti delapan.
Dan pendapat yang kedua lebih kuat, silahkan lihat
pembahasan lebih rinci disini.
Wanita menikah dengan Al-Mukhonats
Tidak boleh seorang wanita menikah dengan Al-Mukhonats
sampai dia bertaubat, apalagi Al-Mukhonats tersebut seorang pelaku
homoseksual. Karena tergabung padanya dua laknat , laknat pelaku homoseksual
dan laknat karena dia menyerupai wanita. (lihat Majmu’ Al-fatawa 15/321)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda
:
عَنَ اللهُ
من عمِلَ عَمَلَ قومِ لُوطٍ ،لعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قوْمِ لوطٍ ، لعَنَ
اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قومِ لوطٍ
Artinya : ‘Allah melaknat orang yang melakukan
perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth,
Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth’” (HR Ahmad dan
selainnya dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma, As-Shohihah No. 3462).
Dan juga dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma ,
beliau berkata:
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ
الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْالنِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat
laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari No. 5885)
Sholat dibelakang Al-Mukhonats
Berkata Az-Zubaidi, berkata Az-Zuhri : “Kami tidak
berpendapat bolehnya sholat dibelakang (menjadi ma’mum) Al-Mukhonats
kecuali dalam perkara darurat yang tidak bisa dihindari” (Bukhori
No. 659)
Salam kepada Al-Mukhonats
Berkata Abu Dawud Rahimahullahu : Aku bertanya
kepada Imam Ahmad Rahimahullahu : ” Apakah boleh (aku) mengucapkan
salam kepada Al-Mukhonats ??” beliau menjawab ? : “Aku tidak
tahu, As-Salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah Azza wa jalla”
Berkata Ibnu Taimiyah : “Maka sungguh beliau
telah Tawaqquf (tidak memberi keputusan) dalam perkara salam terhadap
Al-Mukhonats “ (Al-Mustadrok ala Majmu’ul Fatawa, 3/211)
Menjadikan Al-Mukhonats pemimpin
Berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu : “Maka
yang mengagungkan Al-Mukhonats dari kalangan laki-laki dan menjadikan untuk
mereka kepemimpinan dan memegang urusan maka hal tersebut adalah haram.” (Al-Istiqomah,
1/321)
Persaksian Al-Mukhonats
Dan juga dinukil dari pendapat madzhab Al-Hanafiyah
yaitu tidak diterimanya persaksian Al-Mukhonats karena termasuk dari
orang fasiq (Al-Bahru Ro’iq, Hafidzuddin An-Nasafi 7/84)
Wallahu A’lam
Posted on September
19, 2011 by Ibnu Dzulkifli As-Samarindy
Sumber Catatan :
1. Majmu Al-fatawa
2. Fathul Bari’
3. Syarh Shohih Muslim
4. dan Kitab-kitab lainnya yang bersumber dari maktabh
Syamilah
Sumber dari internet :
url: http://assamarindy.wordpress.com/2011/09/19/waria-dalam-syariat-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar