Meski baru saja ‘Iedul Adha atau ‘Iedul Qurban
meninggalkan kita dan walau setahun kemudian kita akan bertemu dengannya lagi
–Insya Allah–, ‘Iedul Qurban telah menyimpan pelajaran yang sangat berharga
bagi kita dan kaum Muslimin di manapun berada, yang takkan pernah hilang dan
lepas dari diri kita sekalipun dimakan rentang waktu.
Berkurban tidaklah semata-mata menyembelih hewan pada
waktu ‘Iedul Qurban, walaupun kata qurban secara bahasa adalah hewan yang
disembelih waktu Adha –sedangkan menurut istilah : qurban ialah hewan yang
dikhususkan pada waktu yang dikhususkan dan syarat-syarat yang dikhususkan pula
dengan niatan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah)– tetapi di balik itu semua
tersimpan sesuatu yang berharga yang keabsahan kurbannya tergantung padanya,
bahkan ia sebagai syarat bagi ibadah-ibadah lainnya. Pelajaran berharga itu
adalah tauhid, ikhlas semata untuk Allah.
Ketahuilah bahwa kedudukan tauhid dalam ibadah
kedudukan wudlu di dalam shalat, yang tidak sah shalat seseorang jika tidak
memiliki wudlu, demikian pula tidak sah ibadah seseorang kecuali dengan tauhid.
Perhatikanlah ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berkurbanlah.” (QS. Al Kautsar : 2)
Allah memerintahkan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam agar menjadikan shalatnya dan sembelihannya ikhlas untuk
Allah saja, tidak ada serikat bagi-Nya (lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/600). Allah
Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am : 162-163)
Menyembelih hewan kurban adalah salah satu syiar Islam
terbesar di mana pada hari itu adalah hari kemenangannya ahli tauhid yang Allah
perintahkan agar mereka menyelisihi kaum musyrikin dalam peribadahannya dan
penyembelihannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
”Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang
menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan doanya
sampai hari kiamat dan mereka lalai dari memperhatikan doa mereka? Dan apabila
manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi
musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (QS. Al Ahqaf : 5-6)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menyeru mereka
seraya berkata : “Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?”
Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka : “Ya Tuhan kami,
mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan itu, kami telah menyesatkan mereka
sebagaimana kami (sendiri sesat, kami menyatakan berlepas diri (dari mereka)
kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami.” Dikatakan (kepada
mereka) : “Serulah olehmu sekutu-sekutu kamu.” Lalu mereka menyerunya maka
sekutu-sekutu itu tidak memperkenankan (seruan) mereka dan mereka melihat
adzab, (mereka ketika itu berkeinginan) kiranya mereka dahulu menerima
petunjuk. (QS. Al Qashash : 62-64)
Perintah berkurban adalah perintah yang disyariatkan
oleh Allah. Allah berfirman :
“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan
penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang
Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah khabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al Hajj :
34)
Ia juga sebagai sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam yang sangat ditekankan. Cukuplah yang demikian itu ditunjukkan dengan
firman Allah :
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu sesungguhnya ia
telah mentaati Allah.” (QS. An Nisa’ : 80)
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (QS.
An Nahl : 44)
Kemudian dalam berkurban, syiar yang paling besar yang
terkandung di dalamnya ialah bahwa ia sebagai millah (ajaran/agama) Ibrahim
yang kita diperintahkan untuk mengikutinya. Allah berfirman :
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (Lagi) yang mensyukuri
nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang
lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di
akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih. Kemudian Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad) : “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. An Nahl : 120-123)
Demikian jelaslah bagi siapa saja yang mengetahui dan
memperhatikan ayat-ayat ini bahwa millahnya Nabi Ibrahim adalah millah
hanifiyah yakni satu ajaran yang dibangun di atas landasan tauhid dan berpaling
dari kesyirikan, beribadah hanya kepada Allah saja, dan mengikhlaskan agama
untuk-Nya. Hingga dengan ini beliau dijuluki sebagai seorang imam. Oleh karena
itu syiar yang besar dan pelajaran yang berharga dari ‘Iedul Qurban adalah
tauhid. Yang dituntut seluruh kaum Muslimin untuk menancapkan akidah tauhid ini
dalam jiwanya dan beramal dengan tuntunan-tuntunan kalimat tauhid laa ilaaha
illallah tersebut. Karena itu kewajiban yang pertama dan terakhir dalam Islam.
Ingatlah! Ketika Nabi Ibrahim berkata kepada bapaknya
: “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya
telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu,
maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai
bapakku, janganlah kamu menyembah syaithan, sesungguhnya syaithan itu durhaka
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa
kamu akan ditimpa adzab dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Maka kamu menjadi kawan
bagi syaithan.” (QS. Maryam : 42-45)
Demikianlah tauhid dan dakwah kepada tauhid menjadi
syiar dan inti dakwahnya Nabi Ibrahim dan Nabi setelah Rrasul-Rasul lainnya.
Nabi Nuh ‘Alaihis Salam sebagai Rasul yang pertama
diutus, beliau berkata kepada kaumnya : “Sesungguhnya aku akan memberi
peringatan yang nyata bagi kamu agar kamu tidak menyembah selain Allah.
Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa adzab pada hari yang sangat
menyedihkan.” (QS. Hud : 25-26)
Nabi Hud ‘Alaihis Salam berkata kepada kaumnya (Aad) :
“Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.”
(QS. Hud : 50)
Nabi Shalih ‘Alaihis Salam berkata kepada kaumnya
(Tsamud) : “Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia.” (QS. Hud : 61)
Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam berkata kepada kaumnya
(Madyan) : “Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain
Dia.” (QS. Hud : 74)
Begitu juga dengan Nabi kita, Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam menyeru kepada kita tauhid dan melarang dari berbuat syirik :
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak
memberi manfaat dan tidak pula memberi mudlarat kepadamu selain Allah. Sebab
jika kamu berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Yunus : 106)
Allah telah memperjelas lagi dalam ayat yang lain
tentang tugas yang diemban oleh para Rasul :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah saja dan jauhilah taghut!”
(QS. An Nahl : 36)
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq)
melainkan Aku. Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al Anbiya’ : 25)
Setelah kita mengetahui bahwa pelajaran yang berharga
dari ‘Iedul Qurban adalah tauhid, millah-nya Nabi Ibrahim, satu hal lagi yang
juga pelajaran penting bagi kita ialah kesabaran serta keteguhan hati Nabi
Ibrahim dalam mendakwahkan dan membela akidah tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
Sesungguhnya telah ada suri tauladan bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia ketika mereka berkata kepada kaum
mereka : “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada
Allah saja.” Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya : “Sesungguhnya aku akan
memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu
(siksaan) Allah.” Ibrahim berkata : “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami
bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al Mumtahanah : 4)
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya)
ada teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah
dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling maka
sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al
Mumtahanah : 6)
Sungguh besar anugerah yang Allah berikan kepada kita
berupa petunjuk agama yang lurus. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk mengabarkan nikmat yang
Allah berikan padanya dari hidayah shirathal mustaqim millatu Ibrahim :
Katakanlah : “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh
Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar, agama Ibrahim yang
lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Al
An’am : 161)
Bukan hanya itu saja, tetapi Allah juga memuliakan
para pengikut millahnya Ibrahim dan menghinakan orang-orang yang membencinya.
Allah berfirman :
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim
melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah
memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang shalih. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya : “Tunduklah,
patuhlah.” Ibrahim menjawab : “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.”
(QS. Al Baqarah : 130-131)
Dengan keistimewaan ‘Iedul Qurban ini hendaknya kita
lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan ketakwaan. Allah berfirman :
“Daging-daging (unta) dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai keridlaan Allah, tetapi ketakwaan darimulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allah terhadap hidayahnya kepada kamu. Dan berilah khabar gembira
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj : 37)
Dan semoga kita senantiasa menjadi orang-orang yang
menjunjung tinggi syiar-syiar Allah.
“Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj : 32)
Di samping itu, semoga kita juga orang-orang yang
senantiasa mengamalkan firman Allah :
“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Rabbnya
maka hendaklah beramal dengan amalan yang shalih dan tidak menyekutukan-Nya
dalam beribadah kepada-Nya dengan sesuatu apapun.”
Wal ‘Ilmu ‘Indallah.
Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
(Dikutip dari Buletin Al Wala’ Wal Bara’, dengan judul
asli “Pelajaran Berharga Dari ‘Iedul Qurban”, ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah
Al Atsari, dari Syarhul Mumti’ 7/455 karya Ibnu Utsaimin rahimahullah),
diterbitkan oleh : Yayasan As Salafiyyah, Jln. Sekelimus VII nomor 11 Bandung
Telp. (022) 7563451)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar