1. Mudharib (pengelola)
Bank bertindak sebagai mitra, dengan
penabung sebagai shahibul maal (pemodal). Antara keduanya diadakan akad
mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.
2. Shahibul maal (pemodal/investor)
Bagi pengusaha/peminjam dana, bank
berfungsi sebagai pemodal, baik yang berasal dari tabungan/deposito/giro maupun
dana bank sendiri berupa modal pemegang saham. Sementara sang
pengusaha/peminjam berfungsi sebagai mudharib (pengelola) karena melakukan
usaha dengan cara memutar atau mengelola dana bank.
Pada lembaran majalah yang terbatas
ini, penulis akan mengupas masalah terpenting yang ada di bank-bank syariah
mengingat terlalu banyak praktik transaksi dan sistem yang ada pada tubuh bank.
Setidaknya ada pencerahan wawasan tentang bank syariah, apakah syar’i sesuai
komitmen mereka, ataukah hanya “numpang nama” padahal hakikatnya sama dengan
bank konvensional atau bahkan lebih ‘kejam’?
Ada satu hal yang akan dibahas yaitu
masalah mudharabah. Berikut ini rincian hukum syar’inya dan penerapan bank syariah
di lapangan.
Mudharabah
Dalam perspektif ilmu fiqh Islami,
mudharabah merupakan salah satu bagian dari pembahasan masalah yang lebih luas
yaitu syirkah. Syirkah sendiri bermakna berserikat (kongsi) dalam sebuah hak
atau aktivitas (Al-Mughni, 6/399).
Syirkah secara global diperbolehkan
secara syar’i dengan dasar Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ ulama. Walaupun ada
beberapa permasalahan yang masih ada khilaf di kalangan fuqaha. Secara syar’i,
syirkah terbagi menjadi dua:
1. Syirkah milkiyah (kepemilikan)1 (شِرْكَةُ
الْأَمْلَاكِ)
Syirkah ini tercipta karena warisan,
wasiat, atau kondisi tertentu yang mengharuskan adanya kepemilikan suatu aset
oleh dua orang atau lebih seperti kongsi pada sebuah pabrik, kendaraan, dan
lain-lain.
Dalam syirkah ini, kepemilikan dua
orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata atau keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut, diatur dalam syariat pada hukum waris, wasiat, dan
syirkah.
2. Syirkah ‘uqud (akad) (شِرْكَةُ
الْعُقُودِ)
Syirkah inilah yang diulas para fuqaha
dalam Kitab Syirkah di kitab-kitab mereka.
Syirkah ini ada lima macam:
a. Syirkah Abdan (شِرْكَةُ
الْأَبْدَانِ)
Maknanya adalah kontrak kerjasama dua
orang atau lebih seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
keuntungan dari pekerjaan tersebut.
Misal: Kerjasama dua orang tukang
untuk menggarap proyek pembangunan sebuah rumah, dua orang arsitek kerjasama
menggarap sebuah proyek, atau dua orang penjahit kerjasama menerima order
pembuatan baju, atau yang semisal itu. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan
bersama.
Syirkah ini juga disebut dengan شِرْكَةُ
الْأَعْمَالِ atau شِرْكَةُ
الصِّنَاعِي
b. Syirkah ‘Anan (شِرْكَةُ
الْعَنَانِ)
Yaitu kontrak kerjasama antara dua
orang atau lebih, masing-masing pihak berpartisipasi dalam dana dan kerja.
Masing-masing berbagi keuntungan dan kerugian sesuai kesepakatan bersama dengan
memerhatikan persentase porsi dana masing-masing.
c. Syirkah Wujuh (شِرْكَةُ
الْوُجُوهِ)
Maksudnya adalah kontrak kerjasama
antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan nama baik hingga
dipercaya oleh perusahaan/pedagang.
Mereka membeli produk dari perusahaan
/pedagang tanpa modal dengan tempo tertentu lalu menjualnya. Keuntungan dan
kerugian ditanggung mereka bersama sesuai kesepakatan. Syirkah ini juga dikenal
dengan istilah syirkah piutang.
d. Syirkah Mufawadhah (شِرْكَةُ
الْمُفَاوَضَةِ)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi t dalam kitab
Al-Mughni (6/436) membagi syirkah ini menjadi dua macam:
• Melakukan kontrak kerjasama pada
semua jenis syirkah yang ada. Misal: Kombinasi antara syirkah ‘anan, wujuh, dan
abdan dalam sebuah kontrak kerjasama.
• Kontrak kerjasama antara dua orang
atau lebih dengan ketentuan adanya kesamaan pada dana yang diberikan, kerja,
tanggung jawab, beban utang, dan lain sebagainya. Bahkan memasukkan aset
masing-masing pihak ke dalam akad syirkah, seperti harta waris, luqathah (harta
temuan), rikaz (harta karun), dan semisalnya.
e. Syirkah Mudharabah2 (شِرْكَةُ
الْمُضَارَبَةِ)
Jenis inilah yang menjadi pembahasan
kita. Secara bahasa مُضَارَبَةٌ
diambil dari kata ضَرَبَ
فِي الْأَرْضِ
yang artinya berjalan di muka bumi untuk menjalankan usaha. Allah l berfirman:
“Dan orang-orang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian karunia Allah.” (Al-Muzzammil: 20)
Mudharabah adalah istilah yang
digunakan oleh orang Irak, sementara orang Hijaz menamainya qiradh (قِرَاضٌ).
Secara syar’i, mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara dua pihak, shahibul maal (pemilik harta/pemodal) menyediakan
seluruh modal dan pihak kedua sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan dibagi
sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Demikian juga dengan kerugian, ditanggung
pula oleh kedua pihak di mana shahibul maal berkurang modalnya sedangkan
pengelola tidak mendapatkan apapun dari usaha tersebut.
Dalam Al-Mughni (6/431), Ibnu Qudamah
Al-Maqdisi t menyatakan: “Para ulama telah ijma’ (sepakat) tentang kebolehan
mudharabah secara global. Demikian disebutkan oleh Ibnul Mundzir t.”
Umat manusia juga membutuhkan mudharabah
karena harta benda tidak mungkin berkembang kecuali dengan adanya usaha.
Sementara itu, tidak setiap orang yang mempunyai harta (modal) juga punya skill
(keahlian) dan reputasi yang baik dalam berusaha. Begitu pula, tidak setiap
orang yang punya keahlian berusaha selalu punya modal usaha. Maka Allah l
menghalalkan mudharabah untuk memenuhi kebutuhan kedua belah pihak.
Wallahu a’lam.
1 Definisinya adalah kongsi pada
kepemilikan sebuah aset (اجْتِمَاعٌ
فِي اسْتِحْقَاقٍ)
(Asy-Syarhul Mumti’, 4/250)
2 Sebagian ulama tidak memasukkan
mudharabah dalam bagian syirkah namun membahasnya secara tersendiri.
(ditulis
oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin)
Sumber:
http://asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar