“Perjalanan tidak boleh dikukuhkan kecuali ke tiga Masjid; Masjidil Haram,Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsha.”(Mutafaq Alaih)
dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh:
“Safar hanyalah boleh dilakukan ke tiga masjid: Masjidil Ka’bah (Masjidil Haram), Masjidku (Nabawi) dan Masjid Iliya’ (Baitul Maqdis)”. (HR. Muslim dalam Shahihnya no 1397)
Kita wajib menaati perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tidak mengadakan perjalanan secara khusus kecuali ke tiga masjid tersebut,Bukankah Allah Subhannahu Wa Ta’ala berfirman,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“sesuatu yang di berikan Rasul kepadamu,maka terimalah ia.Dan sesuatu yang dilarangnya bagimu,maka tinggalkanlah.” 9Al-Hasyr:7)
Namun amat disayangkan,betapa banyak umat di Indonesia ini yang mengkhususkan tempat-tempat tertentu,makam-makam tertentu dan masjid-masjid tertentu yang dipercayai mempunyai keutamaan-keutamaan sunnguh mereka telah terjatuh dalam sebuah kedustaan dan pintu kesyirikan.
berikut beberapa Hadits yang menyatakan keutamaan-keutamaan ke tiga Masjid tersebut,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Satu shalat di Masjidil Haram, lebih utama dibandingkan seratus ribu shalat di tempat lainnya". [HR Ahmad, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani]
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku adalah penutup para Nabi, masjidku adalah masjid penutup para nabi dan yang paling pantas untuk diziarahi dan bersengaja bersafar untuk beribadah ke sana.” (HR. Al Bazzar. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihisebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1175).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram.” (HR. Bukhari no. 1190 dan Muslim no. 1394).
Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.
“Sesungguhnya , ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukumNya, lalu dikabulkan ; dan meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan ; serta memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan shalat disitu, kecuali agar dikeluarkan dari kesalahannya, seperti hari kelahirannya” (Dalam riwayat lain berbunyi : Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Adapun yang dua, maka telah diberikan. Dan saya berharap, yang ketigapun dikabulkan)” [Hadits ini diriwayatkan An-Nasa’i, dan ini lafadz beliau, Ahmad dalam musnad-nya dengan lebih panjang lagi. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Haakim dalam kitab Mustadrak dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, serta selain mereka]
maka jelaslah tidak ada yang namanya makam kramat,masjid kramat melainkan itu pintu-pintu kesyirikan bagi pelakunya tersebut.sedangkan banyak juga jema'ah haji yang sengaja berangkat dan meniatkan untuk menziarahi makam nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Syaikh Ibnu Jibrin berkata,"
Perbuatan ini tidak boleh dilakukan, yang boleh itu adalah pergi ke Madinah dengan maksud shalat di Masjid Nabawi, yaitu salah satu dari ketiga masjid yang dibolehkan mengusahakan perjalanan untuk mengunjunginya. Shalat di Masjid Nabawi sama dengan seribu shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram. Telah disebutkan larangan tentang mengusahakan perjalanan kecuali untuk mengunjungi ketiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Jadi, dalam larangan ini tercakup semua tempat dan semua kuburan, sehingga tidak boleh pula untuk tujuan shalat, memohon berkah atau beribadah. Adapun perintah ziarah kubur, di antara hikmahnya adalah untuk mengingatkan kepada akhirat, dan ini bisa di kuburan dan di negara mana saja, dan hampir tidak ada suatu wilayah pun yang tidak ada kuburannya. Menziarahi kuburan-kuburan itu bisa mengingatkan kepada akhirat, dan orang-orang yang telah mati pun bisa mendapatkan manfaat dengan doa yang dipanjatkan bagi mereka. Sedangkan mengenai kuburan Nabi, telah disebutkan larangan menjadikannya sebagai 'id, yaitu dikunjungi berulang-ulang dan rutin, Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,
"Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai sesuatu (yang dikunjungi berulang-ulang secara) rutin. Bershalawatlah kalian kepadaku, karena sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku di mana pun kalian berada."(HR. Abu Dawud dalam Al-Manasik (2042), Ahmad (2/367))
Dalam hadits lain beliau bersabda,
"Tidaklah seseorang mengucapkan salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku sehingga aku membalas salamnya."
(HR. Abu Dawud dalam Al-Manasik (2041), Ahmad (2/527)
Ini berarti mencakup setiap orang yang mengucapkan salam kepada beliau, baik yang dekat maupun yang jauh. Kemudian mengenai hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, semuanya lemah atau palsu, seperti:
(Barangsiapa yang menziarahiku setelah aku mati, maka seolah-olah ia menziarahi ketika aku masih hidup)(Ad-Daru Quthni (2/278), Al-Baihaqi (5/246), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (2/382). Lihat As-Silsilah Adh-Dha'ifah (47, 1021),
atau (Barangsiapa menziarahi kuburanku...), (Barangsiapa yang menziarahiku, maka aku menjadi pemberi syafa'at atau menjadi saksi baginya)(Ath-Thayalusi (65), Al-Baihaqi (5/245). Lihat Irwa'ul Ghalil (1127)),
(Barangsiapa yang menziarahi kuburanku, maka wajiblah syafa'atku baginya)(Ad-Daru Quthni (2/278), (Barangsiapa yang menunaikan haji tapi tidak menziarahiku, berarti ia telah menjauhiku)(Ibnu Adi dalam Al-Kamil (7/14). Lihat Adh-Dha'ifah (45).
Semua hadits-hadits ini batil, tidak ada asalnya, para ulama telah menjelaskan kebatilannya, di antaranya sebagaimana disebutkan dalam buku bantahan terhadap Al-Akhna'i karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bantahan terhadap As-Sabaki karya Ibnu Abdil Hadi dan bantahan terhadap An-Nabhani karya Al-Alusiy. Hendaknya kita tidak terpedaya oleh orang yang berdalih dengan hadits-hadits tersebut. Lain dari itu, bahwa tidak mengunjungi kuburan beliau bukan berarti tidak mengagungkannya, karena mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah terpatri di dalam hati para pengikutnya, dan hal itu tidak berkurang hanya karena jauhnya mereka dari kuburan beliau. Wallahu a'lam. (Fatawa fit Tauhid, Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 23-25).
oleh: Abu Aina,28 Rabi'ul akhir 1434H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar