Firman Allah Ta'ala:
"Katakan kepadaku (wahai kaum musyrikin) tentang (kedua berhala yang kamu
anggap anak-anak perempuan Allah) Al-Lat dan Al-'Uzza; dan yang
lain, yang ketiga yaitu: Manat. Apakah (patut) untuk kamu (anak)
laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang
demikian itu tentulah suatu
pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan
oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun
untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan
dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya telah datang
kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka." (An-Najm: 19-23) Al-Lat, Al-'Uzza dan Manat adalah nama berhala-berhala yang dipuja orang Arab Jahiliyah dan dianggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah.
Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan:
"Suatu saat kami pergi keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzat Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kami pun berkata: "Ya Rasulullah buatkanlah untuk kami Dzat Anwath sebagaimana mereka itu mempunya Dzat Anwath. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allahu Akbar. Itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Allah yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, kamu benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa (buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan, Musa menjawab: Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti). Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu." (HR At-Tirmidzi dan dinyatakan shahih)
Kandungan tulisan ini:
- Tafsiran ayat dari surah
An-Najm, dalam ayat ini Allah menyangkal tindakan kaum musyrikin yang
tidak rasional, karena mereka menyembah ketiga berhala tersebut yang tidak
dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat menolakkan suatu madharat.
Dan Allah mencela tindakan dzalim mereka dengan memilih untuk diri mereka
jenis yang baik dan memberikan untuk Allah jenis yang buruk dalam anggapan
mereka. Tindakan mereka itu semua hanyalah berdasarkan sangkaan-sangkaan
dan hawa nafsu, tidak berdasarkan sama sekali pada tuntunan para rasul
yang mengajak umat manusia untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak
beribadah sedikitpun kepada selain-Nya.
- Mengetahui bentuk
permintaan mereka. Yaitu mereka meminta dibuatkan Dzat Anwath
sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin, untuk diharapkan berkahnya.
- Bahwa mereka belum
melakukan apa yang mereka minta itu.
- Dan maksud mereka dengan
permintaan itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena mereka
beranggapan bahwa Allah menyenanginya.
- Apabila mereka tidak
mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi.
- Mereka memiliki
kabaikan-kebaikan dan jaminan maghfirah yang tidak dimiliki oleh
orang-orang selain mereka.
- Bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka. Bahkan beliau
menyangkal mereka dengan bersabda: "Allahu Akbar. Itulah tradisi
orang-orang sebelum kamu. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang
sebelum kamu." Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu
dengan ketiga kalimat ini.
- Permasalahan penting, dan
inilah yang dimaksud, yaitu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memberitahu bahwa permintaan mereka itu seperti permintaan Bani Israil
tatkala mereka berkata kepada Musa: "Buatkanlah untuk kami sesembahan
sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan-sembahan."
- Pengingkaran terhadap hal
tersebut adalah termasuk diantara pengertian "Laa ilaha illa
Allah" yang sebenarnya. Dan ini belum dimengerti dan dipahami oleh
mereka yang baru masuk Islam itu.
- Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menggunakan sumpah dalam menyampaikan petunjuknya,
dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk suatu maslahat.
- Bahwa syirik ada yang
akbar dan ada pula yang ashghar, karena mereka tidak menjadi murtad dengan
permintaan mereka itu.
- Kata-kata Abu Waqid
Al-Laitsi: "...sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran
(masuk Islam)..." menunjukkan bahwa para sahabat selain mereka,
mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik.
- Bertakbir ketika merasa
heran atau mendengar sesuatu yang tidak patut diucapkan dalam agama,
berlainan dengan pendapat orang yang menyatakannya makruh.
- Harus ditutup segala pintu
menuju perbuatan syirik.
- Dilarang meniru atau
melakukan sesuatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang
jahiliyah.
- Boleh marah ketika
menyampaikan pelajaran.
- Kaidah umum, bahwa
diantara umat ini ada yang melakukan perbuatan syirik dan mengikuti
tradisi-tradisi umat sebelumnya; berdasarkan sabda beliau: "Itulah
tradisi orang-orang sebelum kamu..." dst.
- Ini adalah salah satu dari
tanda kenabian, karena terjadi sebagaimana yang beliau beritakan.
- Celaan yang ditujukan
Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang terdapat dalam
Al-Qur'an, berlaku pula untuk kita.
- Menurut mereka (para
sahabat) sudah menjadi ketentuan bahwa amalan-amalan ibadah harus
berdasarkan pada perintah Allah (bukan mengikuti keinginan, pikiran atau
hawa nafsu sendiri). Dengan demikian, hadits tersebut di atas mengandung
suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia dialam
kubur. Adapun: "Siapakah Tuhan-mu?", sudah jelas; sedangkan
"Siapakah Nabi-mu?" berdasarkan keterangan masalah-masalah ghaib
yang beliau beritakan akan terjadi; dan "Apa agamamu?"
berdasarkan pada ucapan mereka: "Buatkanlah untuk kami sembahan
sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan-sembahan..." dst.
- Tradisi ahli kitab itu
tercela, seperti halnya tradisi kaum musyrikin.
- Bahwa orang yang baru saja
pindah dari tradisi bathil yang sudah menjadi kebiasaan dirinya, tidak
bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa
tradisi tersebut; sebagai buktinya mereka mengatakan: "...sedang kami
dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam)." Dan
mereka pun belum terlepas dari tradisi-tradisi kafir, karena kenyataannya
mereka minta dibuatkan Dzat Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum
musyrikin.
Dikutip dari buku: "Kitab
Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar