(Bentuk Tawassul Yang disyari’atkan)
Mukaddimah
Bila melihat fenomena yang ada di masyarakat, kita banyak
menemukan hal-hal yang sama sekali jauh dari ajaran Islam bahkan menjurus
kepada perbuatan syirik tanpa disadari.
Hal ini tentunya diakibatkan kurangnya pemahaman yang benar
tentang ajaran agama, terutama pondasi ‘aqidah yang sangat lemah sehingga
ritual-ritual yang sebenarnya merupakan warisan animisme, dinamisme, Budhisme
dan Hinduisme masih tetap dilakukan oleh sebagian masyarakat.
Diantara bentuk ritual tersebut, misalnya, mempersembahkan
sesajenan kepada apa yang mereka sebut sebagai penguasa pantai selatan -yang
lebih dikenal dengan nyi loro Kidul- dengan keyakinan bahwa hal tersebut dapat
menghindarkan mereka dari malapetaka dan kemarahannya, dimudahkan rizki dan
sebagainya; mendatangi kuburan orang-orang shalih atau orang yang dijuluki
sebagai wali, yang dianggap keramat dengan membawa tumbal atau sesajenan
seperti ayam dan hidangan yang berupa lauk pauk, dan sebagainya. Mereka
menganggap bahwa si penghuni kuburan yang wali dan dianggap keramat tersebut
dapat memenuhi keinginan mereka, karenanya mereka memohon melalui mereka agar
dapat memenuhi keinginan mereka dalam mendapatkan jodoh, menjadi kaya dan
seterusnya. Dan banyak lagi ritual-ritual lain yang sebenarnya bernuansa
syirik.
Anehnya, hal itu biasanya mengatasnamakan dien al-Islam
dengan membuat nuansa Islami didalam perayaannya bahkan dengan membacakan
ayat-ayat al-Qur’an. Sungguh, hal ini merupakan bentuk pelecehan terhadap
ajaran Islam dan bagi pelakunya agar segera bertaubat kepada Allah Ta’ala. Apa
yang mereka kira, bahwa hal itu merupakan bentuk tawassul adalah salah
kaprah. Bila ingin bertawassul maka hendaknya sesuai dengan ketentuan syari’at
sebab tawassul semacam itu dilarang dan akan menjerumuskan mereka ke
dalam kesyirikan dan kesesatan.
Untuk itu, dalam kajian hadits kali ini, kami menjadikan tema
utamanya seputar tawassul yang dianjurkan dan dibenarkan oleh syari’at
melalui sebuah kisah yang terdapat dalam hadits yang shahih dan –kiranya- amat
masyhur, disamping permasalahan lainnya yang dapat diambil pelajaran dari kisah
tersebut.
Metode penjelasan melalui kisah seperti ini biasanya membuat
pembaca atau pendengarnya lebih tertarik dan cepat meresap ke dalam sanubari,
untuk kemudian ditindaklanjuti dalam kehidupan nyata.
Semoga bermanfa’at dan dapat menggugah hati kita semua.
NASKAH HADITS
عن عبد اللّه بن عمر- رضي اللّه عنهما- قال : سمعت رسول اللّه يقول : » انطلق ثلاثة رهط ممن كان قبلكم حتى أووا المبيت إلى غار فدخلوه ، فانحدرت صخرة من الجبل، فسدّت عليهم الغار، فقالوا: إنه لا ينجيكم من هذه الصخرة إلا أن تدعوا اللّه بصالح أعمالكم، فقال رجل منهم: اللهم كان لي أبوان شيخان كبيران وكنت لا أغْبقُ قبلهما أهلاً ولا مالاً، فنأى بي في طلب شيء يوما، فلم أرِح عليهما حتى ناما : فحلبت لهما غبوقهما، فوجدتهما نائمين، وكرهت أن أغبق قبلهما أهلاً أو مالًا، فلبثت- والقدح على يدي- أنتظر استيقاظهما حتى بَرَق الفجر، فاستيقظا فشربا غبوقهما، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك ففرّج عنا ما نحن فيه من هذه الصخرة، فانفرجت شيئاً لا يستطيعون الخروج « .
قال النبي : » وقال الآخر: اللهم كانت لي بنت عمّ، كانت أحبَّ الناس إلَّي، فأردتها عن نفسها، فامتنعت منّي حتى ألمَّت بها سنة من السنين ، فجاءتني فأعطيتها عشرين ومائة دينار على إن تخلّي بيني وبين نفسها، ففعَلَت، حتى إذا قدَرْتُ عليها، قالت: لا أحِلّ لك أن تفضّ الخاتم إلا بحقّه، فتحرجت من الوقوع عليها، فانصَرَفْتُ عنها وهي أحبّ الناس إلىّ، وتركتُ الذهب الذي أعطيتها، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة، غير أنهم لا يستطيعون الخروج منها « .
قال النبي : » وقال الثالث : اللهم إني استأجرت أجراء ، فأعطيتهم أجرهم غير رجل واحد ترك الذي له وذهب ، فثمّرت أجره حتى كثرت منه الأموال، فجاءني بعد حين ، فقال : يا عبد الله ، أدِّ إلي أجري ، فقلت له : كل ما ترى من أجرك، من الإبل، والبقر، والغنم، والرقيق، فقال : يا عبد الله ، لا تستهزئ بي ، فقلت : إني لا أستهزئ بك فأخذه كله فاستاقه فلم يترك منه شيئا ، اللهم فإن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه ، فانفرجت الصخرة ، فخرجوا يمشون « متفق عليه.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar
radhiallaahu 'anhuma, dia berkata: “aku mendengar Rasulullah Shallallâhu
'alaihi wasallam bersabda:’ada tiga orang yang hidup sebelum kalian berangkat
(ke suatu tempat) hingga mereka terpaksa harus berminap di sebuah gua, lalu
memasukinya. Tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dari arah gunung lantas menutup
rongga gua tersebut. Lalu mereka berkata:’sesungguhnya yang dapat menyelamatkan
kalian dari batu besar ini hanyalah dengan (cara) berdoa kepada Allah melalui
perbuatan-perbuatan yang shalih’ (maksudnya: mereka memohon kepada Allah dengan
menyebutkan perbuatan yang dianggap paling ikhlas diantara yang mereka
lakukan-red). Salah seorang diantara mereka berkata:’Ya Allah! aku dulu
mempunyai kedua orang tua yang sudah renta dan aku tidak berani memberikan
jatah minum mereka kepada keluargaku (isteri dan anak) dan harta milikku (budak
dan pembantuku). Pada suatu hari, aku mencari sesuatu di tempat yang jauh dan
sepulang dari itu aku mendapatkan keduanya telah tertidur, lantas aku memeras
susu seukuran jatah minum keduanya, namun akupun mendapatkan keduanya tengah
tertidur. Meskipun begitu, aku tidak berani memberikan jatah minum mereka
tersebut kepada keluargaku (isteri dan anak) dan harta milikku (budak dan
pembantuku). Akhirnya, aku tetap menunggu (kapan) keduanya bangun -sementara
wadahnya (tempat minuman) masih berada ditanganku- hingga fajar menyingsing.
Barulah Keduanyapun bangun, lalu meminum jatah untuk mereka. ‘Ya Allah! jika
apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka
renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada.
Lalu batu tersebut sedikit merenggang namun mereka tidak dapat keluar (karena
masih sempit-red)’ .
Nabi bersabda lagi: ‘ yang lainnya
(orang kedua) berkata: ‘ya Allah! aku dulu mempunyai sepupu perempuan (anak
perempuan paman). Dia termasuk orang yang amat aku kasihi, pernah aku
menggodanya untuk berzina denganku tetapi dia menolak ajakanku hingga pada
suatu tahun, dia mengalami masa paceklik, lalu mendatangiku dan aku memberinya
120 dinar dengan syarat dia membiarkan apa yang terjadi antaraku dan dirinya ;
diapun setuju hingga ketika aku sudah menaklukkannya, dia berkata:’tidak halal
bagimu mencopot cincin ini kecuali dengan haknya’. Aku merasa tidak tega untuk
melakukannya. Akhirnya, aku berpaling darinya (tidak mempedulikannya lagi-red)
padahal dia adalah orang yang paling aku kasihi. Aku juga, telah membiarkan
(tidak mempermasalahkan lagi) emas yang telah kuberikan kepadanya. Ya Allah!
jika apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka
renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada.
Lalu batu tersebut merenggang lagi namun mereka tetap tidak dapat keluar
(karena masih sempit-red)’ .
Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda lagi: ‘ kemudian
orang ketigapun berkata: ‘Ya Allah! aku telah mengupah beberapa orang upahan,
lalu aku berikan upah mereka, kecuali seorang lagi yang tidak mengambil haknya
dan pergi (begitu saja). Kemudian upahnya tersebut, aku investasikan sehingga
menghasilkan harta yang banyak. Selang beberapa waktu, diapun datang sembari
berkata: “wahai ‘Abdullah! Berikan upahku!. Aku menjawab:’onta, sapi, kambing
dan budak; semua yang engkau lihat itu adalah upahmu’. Dia berkata :’wahai
‘Abdullah! jangan mengejekku!’. Aku menjawab: “sungguh, aku tidak mengejekmu’.
Lalu dia mengambil semuanya dan memboyongnya sehingga tidak menyisakan
sesuatupun. Ya Allah! jika apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata
mengharap wajahMu, maka renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang
menutup tempat kami berada. Batu besar tersebut merenggang lagi sehingga
merekapun dapat keluar untuk melanjutkan perjalanan’. (Muttafaqun ‘alaih)
SEPUTAR PERAWI HADITS
Beliau adalah seorang shahabat agung, Abu ‘Abdirrahman,
‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khaththab bin Nufail, berasal dari suku Quraisy dan
al-‘Adawiy.
Beliau juga seorang yang lama berdiam di Mekkah sehingga
dinisbatkan kepadanya “al-Makkiy”. Demikian pula, beliau lama tinggal di Madinah
setelah di Mekkah, sehingga dinisbatkan kepadanya “al-Madaniy”.
Beliau adalah seorang Imam panutan, masuk Islam saat masih
kecil dan berhijrah bersama ayahnya saat belum berusia baligh. Pada perang
Uhud, beliau tidak ikutserta karena masih kecil sehingga peperangan pertama
yang diikutinya adalah perang Khandaq (perang Ahzâb). Beliau termasuk
orang yang membai’at di bawah pohon.
Beliau banyak mewarisi ilmu dari Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam dan para al-Khulafaur Rasyidun. Wafat pada tahun 73 H.
PENJELASAN KEBAHASAAN
1. Ungkapan:
“inthalaqa tsalâtsatu rahthin min man kâ na qablakum” (’ada tiga orang
yang hidup sebelum kalian) yakni tiga orang yang berasal dari Bani Israil.
2. Ungkapan
: “Rahthun” (orang) ; digunakan untuk jumlah dibawah sepuluh orang.
3. Ungkapan
: “an tad-‘ullâha bi shâlihi a’mâlikum” (dengan cara berdoa
kepada Allah melalui perbuatan-perbuatan yang shalih), yakni bertawassul-lah
kepada Allah Ta’ala dan berdoa-lah kepadaNya dengan perantaraan
perbuatan-perbuatan yang shalih yang kalian lakukan.
4. Ungkapan
: “Lâ uhillu laka an tafudldla al-Khâtim illâ bihaqqihi”
(’tidak halal bagimu mencopot cincin ini kecuali dengan haknya’), yakni bahwa
dia (sepupu perempuannya) memintanya agar tidak menyetubuhinya kecuali dengan
cara yang sesuai dengan aturan syara’.
PELAJARAN-PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK
Hadits panjang diatas mengandung banyak sekali pelajaran yang
dapat dipetik, diantaranya:
a. Mengambil
pelajaran dan wejangan dari kisah-kisah umat terdahulu
Seorang Muslim patut mempelajari dan merenunginya sehingga dapat bermanfa’at bagi kehidupannya. Bukankah Allah Ta’ala telah mengisahkan banyak sekali kisah-kisah umat-umat terdahulu, terutama para utusan Allah, kepada kita?. Semua itu, tentunya agar generasi selanjutnya dapat memetik pelajaran dari mereka. Dalam hal ini, Allah berfirman: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Q,.s.12/Yûsuf: 111)
Seorang Muslim patut mempelajari dan merenunginya sehingga dapat bermanfa’at bagi kehidupannya. Bukankah Allah Ta’ala telah mengisahkan banyak sekali kisah-kisah umat-umat terdahulu, terutama para utusan Allah, kepada kita?. Semua itu, tentunya agar generasi selanjutnya dapat memetik pelajaran dari mereka. Dalam hal ini, Allah berfirman: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Q,.s.12/Yûsuf: 111)
b. Al-Uslûb
al-Qashshiy (gaya bahasa yang menggunakan kisah/cerita) dapat membuat pendengar
dan pembaca ketagihan untuk mendengar atau membacanya, penuh antusias dan
langsung meresponsnya dalam tindakan nyata
Oleh karena itulah, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam senantiasa dari waktu ke waktu menggunakan metode ini ketika memberikan nasehat kepada para shahabatnya.
Seorang penuntut ilmu perlu juga melakukan metode seperti ini saat menyampaikan kajiannya kepada para pesertanya bilamana dia mendapatkan momen yang tepat untuk itu sebab metode seperti ini memiliki implikasi positif terhadap pemikiran dan akhlaq mereka.
Oleh karena itulah, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam senantiasa dari waktu ke waktu menggunakan metode ini ketika memberikan nasehat kepada para shahabatnya.
Seorang penuntut ilmu perlu juga melakukan metode seperti ini saat menyampaikan kajiannya kepada para pesertanya bilamana dia mendapatkan momen yang tepat untuk itu sebab metode seperti ini memiliki implikasi positif terhadap pemikiran dan akhlaq mereka.
c. Pentingnya
‘aqidah yang benar dan tauhid yang bersih dari noda syirik
Diantara amalan yang paling agung yang dapat menyelamatkan pelakunya dari bencana yang menimpanya di dunia dan (dari) ‘azab di akhirat adalah ‘aqidah yang benar dan tauhid yang bersih dari noda-noda syirik.
Hal ini tampak dari kisah ketiga orang yang terkurung di dalam gua diatas dimana mereka bersepakat untuk bertawassul kepada Allah Ta’ala melalui amalan-amalan mereka yang mereka anggap paling afdlal dan telah dilakukan dengan seikhlash-ikhlashnya. Ternyata, begitu cepat mereka merasakan hasilnya di dunia.
Diantara amalan yang paling agung yang dapat menyelamatkan pelakunya dari bencana yang menimpanya di dunia dan (dari) ‘azab di akhirat adalah ‘aqidah yang benar dan tauhid yang bersih dari noda-noda syirik.
Hal ini tampak dari kisah ketiga orang yang terkurung di dalam gua diatas dimana mereka bersepakat untuk bertawassul kepada Allah Ta’ala melalui amalan-amalan mereka yang mereka anggap paling afdlal dan telah dilakukan dengan seikhlash-ikhlashnya. Ternyata, begitu cepat mereka merasakan hasilnya di dunia.
d. Tawassul
dengan perbuatan-perbuatan yang shalih
Kisah didalam hadits diantas menunjukkan bahwa bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan perbuatan-perbuatan yang shalih yang semata-mata mengharap ridla Allah Ta’ala adalah disyari’atkan. Sedangkan bertawassul dengan selain itu, seperti dengan pepohonan, kuburan, para wali dengan memohon kepada mereka sesuatu yang tidak patut kecuali kepada Allah, merupakan syirik yang paling besar yang mengeluarkan pelakunya dari dien Islam. Hal ini didukung oleh firman-firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu…”. (Q,.s. 7/al-A’râf:194)
Dan firman Allah Ta’ala: “Katakanlah:"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya, [22]. Dan tiadalah berguna syafat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu…”.[23] (Q,.s. 34/as-Saba’:23)
Kisah didalam hadits diantas menunjukkan bahwa bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan perbuatan-perbuatan yang shalih yang semata-mata mengharap ridla Allah Ta’ala adalah disyari’atkan. Sedangkan bertawassul dengan selain itu, seperti dengan pepohonan, kuburan, para wali dengan memohon kepada mereka sesuatu yang tidak patut kecuali kepada Allah, merupakan syirik yang paling besar yang mengeluarkan pelakunya dari dien Islam. Hal ini didukung oleh firman-firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu…”. (Q,.s. 7/al-A’râf:194)
Dan firman Allah Ta’ala: “Katakanlah:"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya, [22]. Dan tiadalah berguna syafat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu…”.[23] (Q,.s. 34/as-Saba’:23)
e. Urgensi
doa
Doa merupakan suatu ibadah dan salah satu bentuk taqarrub yang paling afdlal yang harus dilakukan oleh seorang Mukmin terhadap Rabbnya. Ia juga mengandung makna perlindungan seorang hamba kepada Rabbnya dan bagaimana dia merasakan betapa faqir, hinadina serta lemahnya kekuatan yang ada pada dirinya.
Dalam hal ini, ketiga orang tersebut berlindung kepada Allah Ta’ala dan memohon agar Dia Ta’ala menyelamatkan mereka dari kondisi yang tengah mereka alami melalui doa dan tawassul mereka kepadaNya. Allah berfirman: “Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Q,.s.40/Ghâfir:60)
Dan firmanNya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q,.s. 2/al-Baqarah:186)
Doa merupakan suatu ibadah dan salah satu bentuk taqarrub yang paling afdlal yang harus dilakukan oleh seorang Mukmin terhadap Rabbnya. Ia juga mengandung makna perlindungan seorang hamba kepada Rabbnya dan bagaimana dia merasakan betapa faqir, hinadina serta lemahnya kekuatan yang ada pada dirinya.
Dalam hal ini, ketiga orang tersebut berlindung kepada Allah Ta’ala dan memohon agar Dia Ta’ala menyelamatkan mereka dari kondisi yang tengah mereka alami melalui doa dan tawassul mereka kepadaNya. Allah berfirman: “Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Q,.s.40/Ghâfir:60)
Dan firmanNya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q,.s. 2/al-Baqarah:186)
f. Berbakti
kepada kedua orangtua
Hadits diatas juga menunjukkan keutamaan berbakti kepada kedua orangtua (birr al-Wâlidain), patuh, melakukan kewajiban terhadap hak-hak keduanya dan mengabdikan diri serta menanggung segala kesulitan dan derita demi keduanya. Diantaranya hak-hak keduanya adalah:
melakukan perintah keduanya selama bukan dalam berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala, melayani, membantu dalam bentuk fisik dan materil, berbicara dengan ucapan yang lembut, tidak durhaka serta selalu berdoa untuk keduanya.
Memperbanyak doa untuk keduanya, bersedekah jariyah atas nama keduanya, melaksanakan wasiat, menyambung rahim serta memuliakan rekan-rekan keduanya. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, [23]. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:"Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".[24] (Q,.s. 17/al-Isra’: 23-24)
Hadits diatas juga menunjukkan keutamaan berbakti kepada kedua orangtua (birr al-Wâlidain), patuh, melakukan kewajiban terhadap hak-hak keduanya dan mengabdikan diri serta menanggung segala kesulitan dan derita demi keduanya. Diantaranya hak-hak keduanya adalah:
melakukan perintah keduanya selama bukan dalam berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala, melayani, membantu dalam bentuk fisik dan materil, berbicara dengan ucapan yang lembut, tidak durhaka serta selalu berdoa untuk keduanya.
Memperbanyak doa untuk keduanya, bersedekah jariyah atas nama keduanya, melaksanakan wasiat, menyambung rahim serta memuliakan rekan-rekan keduanya. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, [23]. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:"Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".[24] (Q,.s. 17/al-Isra’: 23-24)
g. Berbakti
kepada kedua orangtua merupakan sebab terhindarnya dari kesulitan-kesulitan di
dunia dan keselamatan dari ‘azab akhirat
Dalam kisah diatas, salah seorang dari mereka, bertawassul kepada Allah melalui perbuatannya yang dianggap paling afdlal dan ikhlas dilakukannya, yaitu berbakti kepada kedua orangtuanya sehingga hal menjadi sebab merenggang dan terbukanya rongga gua dari batu besar yang menutupnya.
Abu Darda’ radhiallaahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: “orangtua merupakan pintu pertengahan di surga; jika kamu menginginkannya, maka jagalah ia atau bila (tidak) maka sia-siakanlah “.
Sebagaimana, berbakti kepada kedua orangtua juga merupakan sebab masuk surga, sementara durhaka kepada keduanya merupakan sebab mendapatkan ‘azab di dunia dan akhirat.
Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:”Ada tiga orang yang tidak dapat masuk surga: ‘seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya; orang yang menyetujui terjadinya zina terhadap keluarganya serta wanita yang kelelakian (yang menyerupai laki-laki)”.
Dalam kisah diatas, salah seorang dari mereka, bertawassul kepada Allah melalui perbuatannya yang dianggap paling afdlal dan ikhlas dilakukannya, yaitu berbakti kepada kedua orangtuanya sehingga hal menjadi sebab merenggang dan terbukanya rongga gua dari batu besar yang menutupnya.
Abu Darda’ radhiallaahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: “orangtua merupakan pintu pertengahan di surga; jika kamu menginginkannya, maka jagalah ia atau bila (tidak) maka sia-siakanlah “.
Sebagaimana, berbakti kepada kedua orangtua juga merupakan sebab masuk surga, sementara durhaka kepada keduanya merupakan sebab mendapatkan ‘azab di dunia dan akhirat.
Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:”Ada tiga orang yang tidak dapat masuk surga: ‘seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya; orang yang menyetujui terjadinya zina terhadap keluarganya serta wanita yang kelelakian (yang menyerupai laki-laki)”.
h. Perhatian
Islam terhadap kebersihan fisik dan kesucian maknawi
Diantara hal-hal yang sangat diperhatikan oleh Islam, dianjurkan serta berdampak positif terhadap kehidupan manusia setelah mati adalah kebersihan fisik dan kesucian maknawi. Lahiriah seorang Muslim menyingkapkan sisi batiniah dari dirinya. Contohnya dalam kisah ketiga orang diatas; salah seorang diantara mereka tidak jadi melakukan perbuatan keji dan tak senonoh begitu si wanita, yang merupakan sepupunya sekaligus orang yang paling dikasihinya, mengingatkannya akan Rabbnya dan bahwa perbuatan tersebut tidak dilarang. Karena sikapnya yang dapat menjaga dirinya tersebut, dia akhirnya mendapatkan balasan yang baik di dunia, yaitu dengan merenggang dan terbukanya rongga gua dari batu besar yang menutupnya. Sungguh, apa yang berasal dari sisi Allah adalah lebih baik dan abadi.
Diantara hal-hal yang sangat diperhatikan oleh Islam, dianjurkan serta berdampak positif terhadap kehidupan manusia setelah mati adalah kebersihan fisik dan kesucian maknawi. Lahiriah seorang Muslim menyingkapkan sisi batiniah dari dirinya. Contohnya dalam kisah ketiga orang diatas; salah seorang diantara mereka tidak jadi melakukan perbuatan keji dan tak senonoh begitu si wanita, yang merupakan sepupunya sekaligus orang yang paling dikasihinya, mengingatkannya akan Rabbnya dan bahwa perbuatan tersebut tidak dilarang. Karena sikapnya yang dapat menjaga dirinya tersebut, dia akhirnya mendapatkan balasan yang baik di dunia, yaitu dengan merenggang dan terbukanya rongga gua dari batu besar yang menutupnya. Sungguh, apa yang berasal dari sisi Allah adalah lebih baik dan abadi.
i. Kriteria Mukmin
sejati
Seorang Mukmin sejati adalah orang yang selalu menghindari dirinya dari perbuatan keji dan mungkar, tidak mendekati perbuatan maksiat dan dosa serta senantiasa berkeinginan kuat agar dapat menjumpai Allah nantinya dalam kondisi tersebut.
Seorang Mukmin sejati adalah orang yang selalu menghindari dirinya dari perbuatan keji dan mungkar, tidak mendekati perbuatan maksiat dan dosa serta senantiasa berkeinginan kuat agar dapat menjumpai Allah nantinya dalam kondisi tersebut.
j. Urgensi
amanah
Amanah merupakan sesuatu yang agung dan bernilai tinggi di sisi Allah Ta’ala, demikian pula di sisi manusia.
Mengingat urgensinya, Allah Ta’ala menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikulnya dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, akan tetapi kemudian amanah tersebut dipikul oleh manusia yang lemah. Bila mengembannya dengan baik, maka akan mendapatkan ganjarannya di dunia dan akhirat, tetapi sebaliknya, bila lalai dan tidak melaksanakannya maka akan menjadi bumerang baginya.
Diantara bentuk amanah adalah:
Mentauhidkan Allah ‘Azza Wa Jalla
Melakukan perbuatan-perbuatan shalih secara umum
Melakukan hak-hak yang terkait dengan orang lain secara umum, dan titipan-titipan, jaminan-jaminan serta hak-hak yang terkait dengan masalah keuangan (menepati dan melunasi sesuai dengan ‘aqad) secara khusus.
Amanah merupakan sesuatu yang agung dan bernilai tinggi di sisi Allah Ta’ala, demikian pula di sisi manusia.
Mengingat urgensinya, Allah Ta’ala menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikulnya dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, akan tetapi kemudian amanah tersebut dipikul oleh manusia yang lemah. Bila mengembannya dengan baik, maka akan mendapatkan ganjarannya di dunia dan akhirat, tetapi sebaliknya, bila lalai dan tidak melaksanakannya maka akan menjadi bumerang baginya.
Diantara bentuk amanah adalah:
Mentauhidkan Allah ‘Azza Wa Jalla
Melakukan perbuatan-perbuatan shalih secara umum
Melakukan hak-hak yang terkait dengan orang lain secara umum, dan titipan-titipan, jaminan-jaminan serta hak-hak yang terkait dengan masalah keuangan (menepati dan melunasi sesuai dengan ‘aqad) secara khusus.
k. Urgensi amal
shalih
Amal shalih dengan berbagai jenisnya merupakan sebab berhasilnya seseorang keluar dari rintangan-rintangan serta kesulitan-kesulitan di dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, Allah berfirman: “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, [2]. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. [3] (Q,.s.65/at-Thalâq: 2-3)
Amal shalih dengan berbagai jenisnya merupakan sebab berhasilnya seseorang keluar dari rintangan-rintangan serta kesulitan-kesulitan di dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, Allah berfirman: “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, [2]. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. [3] (Q,.s.65/at-Thalâq: 2-3)
(Diambil dari
kajian hadits berjudul “Ash-hâb al-Kahf” , ditulis oleh Syaikh Nâshir
asy-Syimâliy [selain Mukaddimah])
Tidak ada komentar:
Posting Komentar