Berikut ini sepuluh
wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak
yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman
yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.
Wahai wanita mukminah!
Sepuluh wasiat ini aku
persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridla Tuhanmu, engau dapat
membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.
Wasiat Pertama: Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat
Bila engkau ingin
kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada
Allah!!
Sesungguhnya
kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan kerajaan. Maka janganlah
engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah dan jangan engkau
seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada Allah… Maka ia berkata dengan
menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang suami: "Ketaatan
menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…"
Wahai hamba Allah…
Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan
rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya,
sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.
Karena itulah, salah
seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari
suaminya, ia berkata "Aku mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena
perbuatan tanganku (kesalahanku)…"
Maka hati-hatilah
wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:
- Meninggalkan shalat
atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar. Duduk di
majlis ghibah dan namimah, berbuat riya’ dan sum’ah.
- Menjelekkan dan
mengejek orang lain. Allah berfirman:
"Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang
lain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita
lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olokkan)." (Al Hujuraat: 11)
- Keluar menuju pasar
tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
أَحَبُّ الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ
وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهُمْ
"Negeri yang
paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci
Allah adalah pasar-pasarnya."1
- Mendidik anak dengan
pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pembantu dan
pendidik-pendidik yang kafir.
- Meniru wanita-wanita
kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Siapa yang
menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."2
- Menyaksikan
film-film porno dan mendengarkan nyanyian.
- Membaca
majalah-majalah lawakan/humor.
- Membiarkan sopir dan
pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.
- Membiarkan suami
dalam kemaksiatannya.3
- Bersahabat dengan
wanita-wantia fajir dan fasik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ
"Seseorang itu
menurut agama temannya."4
- Tabarruj (pamer
kecantikan) dan sufur (membuka wajah)
Wasiat kedua: Berupaya
mengenal dan memahami suami
Hendaknya seorang
istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami maka ia
berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci suami maka ia berupaya untuk
menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah,
karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq
(Allah Ta`ala). Berikut ini dengarkanlah kisah seorang istri yang bijaksana
yang berupaya memahami suaminya.
Berkata sang suami
kepada temannya: "Selama dua puluh tahun hidup bersama belum pernah aku
melihat dari istriku perkara yang dapat membuatku marah."
Maka berkata temannya
dengan heran: "Bagaimana hal itu bisa terjadi."
Berkata sang suami:
"Pada malam pertama aku masuk menemui istriku, aku mendekat padanya dan
aku hendak menggapainya dengan tanganku, maka ia berkata: ‘Jangan tergesa-gesa
wahai Abu Umayyah.’ Lalu ia berkata: ‘Segala puji bagi Allah dan shalawat atas
Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku tidak tahu tentang akhlakmu, maka
terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai niscaya aku akan melakukannya dan
apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’ Kemudian ia
berkata: ‘Aku ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk
diriku dan dirimu.’"
Berkata sang suami
kepada temannya: "Demi Allah, ia mengharuskan aku untuk berkhutbah pada
kesempatan tersebut. Maka aku katakan: ‘Segala puji bagi Allah dan aku
mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sungguh engkau telah
mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau tetap berpegang padanya, maka itu
adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya)
jadilah itu sebagai bukti untuk menyalahkanmu. Aku menyukai ini dan itu, dan
aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan
apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’ Istri berkata: ‘Apakah engkau
suka bila aku mengunjungi keluargaku?’ Aku menjawab: ‘Aku tidak suka kerabat
istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan istrinya sering
berkunjung). Ia berkata lagi: ‘Siapa di antara tetanggamu yang engkau suka
untuk masuk ke rumahmu maka aku akan izinkan ia masuk? Dan siapa yang engkau
tidak sukai maka akupun tidak menyukainya?’ Aku katakan: ‘Bani Fulan adalah
kaum yang shaleh dan Bani Fulan adalah kaum yang jelek.’"
Berkata sang suami
kepada temannya: "Lalu aku melewati malam yang paling indah bersamanya.
Dan aku hidup bersamanya selama setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat
kecuali apa yang aku sukai. Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang
dari tempat kerjaku, aku dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku. Lalu ibu
mertuaku berkata kepadaku: ‘Bagaimana pendapatmu tentang istrimu?’"
Aku jawab: "Ia
sebaik-baik istri."
Ibu mertuaku berkata:
"Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang dimiliki para suami di
rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada istri penentang (lancang). Maka
didiklah dan perbaikilah akhlaknya sesuai dengan kehendakmu."
Berkata sang suami:
"Maka ia tinggal bersamaku selama dua puluh tahun, belum pernah aku
mengingkari perbuatannya sedikitpun kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim
padanya."5
Alangkah bahagia
kehidupannya…! Demi Allah, aku tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri
tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya? Ataukah tertuju pada sang ibu dan
pendidikan yang diberikan untuk putrinya? Ataukah terhadap sang suami dan
hikmah yang dimilikinya? Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada
siapa yang Dia kehendaki.
Wasiat ketiga:
Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik
Sesungguhnya hak suami
atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ
لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Seandainya aku
boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku
perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya."6
Hak suami yang pertama
adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam
bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Bersabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
إِثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُؤُوْسُهُمَا: عَبْدٌ آبَق مِنْ
مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
"Dua golongan
yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari
tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia
kembali."7
Karena itulah Aisyah
Ummul Mukminin berkata dalam memberi nasehat kepada para wanita: "Wahai
sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak suami-suami kalian atas diri
kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara kalian yang mengusap debu dari
kedua kaki suaminya dengan pipinya."8
Engkau termasuk
sebaik-baik wanita!!
Dengan ketaatanmu
kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi
sebaik-baik wanita, dengan izin Allah. Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam: "Wanita bagaimanakah yang
terbaik?" Beliau menjawab:
اَلَّتِى تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ
إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
"Yang
menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika diperintah dan ia
tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai
suaminya." (Isnadnya hasan)
Ketahuilah, engkau
termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah
dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:
اَلْمَرْأَةُ إِذَا صَلَّتْ خَمْسَهَا وَصَامَتْ
شَهْرَهَا وَأَحْصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، فَلْتَدْخُلُ مِنْ
أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
"Bila seorang
wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadlan, menjaga kemaluannya dan
taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia
inginkan."9
Wasiat keempat:
Bersikap qana’ah (merasa cukup)
Kami menginginkan
wanita muslimah ridla dengan apa yang diberikan (suami) untuknya baik itu
sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya
atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Dalam riwayat disebutkan "Wanita
yang paling besar barakahnya." Wahai siapa gerangan wanita itu?! Apakah
dia yang menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan
keinginannya? Ataukah dia yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya
harus berhutang kepada teman-temannya untuk membayar harganya?! Sekali-kali
tidak… demi Allah, namun (mereka adalah):
أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ
مُؤْنَةً
"Wanita yang
paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya."10
Renungkanlah wahai
suadariku muslimah adabnya wanita salaf radliallahu ‘anhunna… Salah
seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat
padanya. Apa wasiatnya? Ia berkata kepada sang suami: "Hati-hatilah engkau
wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa
lapar namun kami tidak bisa sabar dari api neraka…"
Adapun sebagian wanita
kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan kepada suaminya jika hendak keluar
rumah?! Tak perlu pertanyaan ini dijawab karena aku yakin engkau lebih tahu
jawabannya dari pada diriku.
Wasiat kelima: Baik
dalam mengatur urusan rumah, seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya
pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan
menyiapkan makan pada waktunya. Termasuk pengaturan yang baik adalah istri
membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak
berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Renungkanlah semoga
Allah menjagamu, kisah seorang wanita, istri seorang tukang kayu… Ia bercerita:
"Jika suamiku keluar mencari kayu (mengumpulkan kayu dari gunung) aku ikut
merasakan kesulitan yang ia temui dalam mencari rezki, dan aku turut merasakan
hausnya yang sangat di gunung hingga hampir-hampir tenggorokanku terbakar. Maka
aku persiapkan untuknya air yang dingin hingga ia dapat meminumnya jika ia
datang. Aku menata dan merapikan barang-barangku (perabot rumah tangga) dan aku
persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri menantinya dengan
mengenakan pakaianku yang paling bagus. Ketika ia masuk ke dalam rumah, aku
menyambutnya sebagaimana pengantin menyambut kekasihnya yang dicintai, dalam
keadaan aku pasrahkan diriku padanya… Jika ia ingin beristirahat maka aku
membantunya dan jika ia menginginkan diriku aku pun berada di antara kedua
tangannya seperti anak perempuan kecil yang dimainkan oleh ayahnya."
Wasiat keenam: Baik
dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya, khususnya dengan
ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya. Wajib bagimu untuk
menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat,
bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama
tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.
Berapa banyak rumah
tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap
istri terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya. Ingatlah
wahai hamba Allah, sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang
sekarang menjadi suamimu adalah ibu ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya
dan hargailah apa yang telah dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan
memeliharamu. Maka adakah balasan bagi kebaikan selain kebaikan?
Wasiat ketujuh:
Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan
kesedihannya.
Jika engkau ingin
hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya.
Aku ingin mengingatkan engkau dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati
suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti
tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak
dapat menghapus kenangan bersamanya di hati suami. Bahkan ia terus mengenangnya
dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi.
Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu
dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. Suatu hari istri yang lain
itu (yakni Aisyah radliallahu ‘anha) berkata:
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا
غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ
أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا
"Aku tidak pernah
cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti
cemburuku pada Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana
kala aku mendengar beliau selalu menyebutnya."11
Dalam riwayat lain:
مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا
رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ
ذِكْرَهَا
"Aku tidak pernah
cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti
cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutnya."12
Suatu kali Aisyah
berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau menyebut
Khadijah:
كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ
إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ
"Seakan-akan di
dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!" Maka beliau berkata kepada
Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’"13
Dalam riwayat Ahmad
pada Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "begini dan
begini" (dalam hadits diatas) adalah sabda beliau:
آمَنَتْبِي حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ
وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي النَّاسُ رَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي
النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللهُ مِنْهَا الوَلَد
"Ia beriman
kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang
mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang
meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezki berupa anak
darinya."14
Dialah Khadijah yang
seorangpun tak akan lupa bagaimana ia mengokohkan hati Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Dan ia menyerahkan
semua yang dimilikinya di bawah pengaturan beliau dalam rangka menyampaikan
agama Allah kepada seluruh alam.
Seorangpun tidak akan
lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah
terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada
kali yang pertama:
وَاللهُ لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ
لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ
عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
"Demi Allah,
Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung
silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya
dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran."15
Jadilah engkau wahai
saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan meridlai kita
semua.
Wasiat kedelapan:
Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan
keutamaanya.
Siapa yang tidak tahu
berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Maka
janganlah meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan padanya sepanjang
masa (tahun), kemudian ia melihat sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata:
"Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu…" Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam telah bersabda:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي
رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ اَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ
قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
"Wahai sekalian
wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah
kalian." Maka mereka (para wanita) berkata: "Ya Rasulullah kepada
demikian?" Beliau menjawab: "Karena kalian banyak melaknat dan
mengkufuri kebaikan suami."16
Mengkufuri kebikan suami
adalah menentang keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.
Wahai istri yang
mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman
manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan
baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan
dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu
dalam hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan
hakmu. Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan
kebaikannya padamu.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
لا يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ
زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ
"Allah tidak akan
melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak
merasa cukup darinya."17
Wasiat kesembilan:
Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri adalah tempat
rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu
kekhususannya (yang paling pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia
merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapa pun maka dari sisi
istri lebih besar dan lebih jelek lagi.
Sesungguhnya majelis
sebagian wanita tidak luput dari membuka dan menyebarkan aib-aib suami atau
sebagian rahasianya. Ini merupakan bahaya besar dan dosa yang besar. Karena
itulah ketika salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebarkan satu rahasia beliau, datang hukuman keras, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersumpah untuk tidak mendekati isti tersebut selama satu
bulan penuh.
Allah Azza wa Jalla
menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut.
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ
أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ
عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ
"Dan ingatlah
ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari
isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa
itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu
Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan
menyembunyikan sebagian yang lain." (At Tahriim: 3)
Suatu ketika Nabi
Ibrahim ‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail, namun beliau tidak
mejumpainya. Maka beliau tanyakan kepada istri putranya, wanita itu menjawab:
"Dia keluar mencari nafkah untuk kami." Kemudian Ibrahim bertanya
lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka. Wanita itu menjawab dengan mengeluh
kepada Ibrahim: "Kami adalah manusia, kami dalam kesempitan dan
kesulitan." Ibrahim ‘Alaihis Salam berkata: "Jika datang suamimu,
sampaikanlah salamku padanya dan katakanlah kepadanya agar ia mengganti ambang
pintunya." Maka ketika Ismail datang, istrinya menceritakan apa yang
terjadi. Mendengar hal itu, Ismail berkata: "Itu ayahku, dan ia
memerintahkan aku untuk menceraikanmu. Kembalilah kepada keluargamu."
Maka Ismail menceraikan istrinya. (Riwayat Bukhari)
Ibrahim ‘Alaihis
Salam memandang bahwa wanita yang membuka rahasia suaminya dan mengeluhkan
suaminya dengan kesialan, tidak pantas untuk menjadi istri Nabi maka beliau
memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya.
Oleh karena itu, wahai
saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan
jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan
perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau
harapkan nasehatnya. Sebagimana yang dilakukan Hindun radliallahu ‘anha
di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hindun berkata:
"Abu Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak memberiku apa yang
mencukupiku dan anak-anakku. Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa
izinnya?!"
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: "Ambillah yang mencukupimu dan anakmu
dengan cara yang ma`ruf."
Cukup bagimu wahai
saudariku muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ
مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي
إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ
"Sesungguhnya
termasuk sejelek-jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah
pria yang bersetubuh dengan istrinya dan istri yang bersetubuh dengan suaminya,
kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pasanannya."18
Wasiat terakhir:
Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan-kesalahan.
- Termasuk kesalahan
adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita
yang dikenalnya kepada suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah melarang yang demikian itu dengan sabdanya:
لا تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ
فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا
"Janganlah
seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada
suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya."19
Tahukah engkau mengapa
hal itu dilarang?!
- Termasuk kesalahan
adalah apa yang dilakukan sebagian besar istri ketika suaminya baru kembali
dari bekerja. Belum lagi si suami duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya
tentang kebutuhan rumah, tagihan, tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak.
Dan biasanya suami tidak menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi
seharusnyalah seorang istri memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.
- Termasuk kesalahan
adalah memakai pakaian yang paling bagus dan berhias dengan hiasan yang paling
bagus ketika keluar rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan dan
tidak ada perhiasan.
Dan masih banyak lagi
kesalahan lain yang menjadi batu sandungan (penghalang) bagi suami untuk
menikmati kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas adalah yang menjauhi
semua kesalahan itu.
Footnote:
1Riwayat Muslim dalam Al-Masajid:
(bab Fadlul Julus fil Mushallahu ba’dash Shubhi wa Fadlul Masajid)
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat "Irwaul Ghalil", no. 1269 dan "Shahihul Jami’" no. 6149
3Lihat kitab "Kaif Taksabina Zaujak?!" oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: "Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi." Lihat takhrij "Misykatul Masabih" no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat "Shahihul Jami`us Shaghir" no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam "Mustadrak"nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam "Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah" no. 288
8Lihat kitab "Al Kabair" oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam "Al Hilyah". Berkata Syaikh Al Albany: "Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih." Lihat "Misykatul Mashabih" no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam "Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah" no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam "Fathul Bari", ia berkata: "Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah." Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: "Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani." Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: "Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam "At Taqrib" hal. 520, Al Hafidh berkata: "Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya." Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): "Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan."
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam "Kitab Bad’il Wahyi" dan Muslim dalam "Kitabul Iman"
16Diriwayatkan Bukhari dalam "Kitab Al Haidl", (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam "Kitabul Iman" (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam "Isyratun Nisa’" dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam "An Nikah" (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam "An Nikah" (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: "Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.
2Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat "Irwaul Ghalil", no. 1269 dan "Shahihul Jami’" no. 6149
3Lihat kitab "Kaif Taksabina Zaujak?!" oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
4Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: "Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi." Lihat takhrij "Misykatul Masabih" no. 5019
5Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
6Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat "Shahihul Jami`us Shaghir" no. 5294
7Riwayat Thabrani dan Hakim dalam "Mustadrak"nya, dishahihkan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam "Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah" no. 288
8Lihat kitab "Al Kabair" oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
9Riwayat Ibnu Nuaim dalam "Al Hilyah". Berkata Syaikh Al Albany: "Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih." Lihat "Misykatul Mashabih" no. 3254
10Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam "Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah" no. 1117
11Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
12Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
13Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab "Manaqibul Anshar", bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
14Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam "Fathul Bari", ia berkata: "Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah." Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: "Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani." Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: "Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam "At Taqrib" hal. 520, Al Hafidh berkata: "Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya." Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): "Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan."
15Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam "Kitab Bad’il Wahyi" dan Muslim dalam "Kitabul Iman"
16Diriwayatkan Bukhari dalam "Kitab Al Haidl", (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam "Kitabul Iman" (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
17Diriwayatkan Nasa’i dalam "Isyratun Nisa’" dengan isnad yang shahih.
18Diriwayatkan Muslim dalam "An Nikah" (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
19Diriwayatkan Bukhari dalam "An Nikah" (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: "Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.
Penulis: Mazin bin Abdul Karim Al Farih
(Sumber: الأسرة بلا مشاكل karya Mazin bin Abdul Karim Al Farih. Edisi
Indonesia: Rumah Tangga Tanpa Problema; bab Sepuluh Wasiat untuk
Istri yang Mendambakan "Keluarga Bahagia tanpa Problema", hal.
59-82. Penerjemah: Ummu Ishâq Zulfâ bintu Husein. Editor: Abû ‘Umar ‘Ubadah.
Penerbit: Pustaka Al-Haura’, cet. ke-2, Jumadits Tsani 1424H, dicopy dari
http://akhwat.web.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar