Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Kamis, 08 September 2011

Mengucapkan Alhamdulillah ketika bersendawa


Tanya: Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu, saya mau nanya, apakah ada hadist, jika seseorang sendawa (glege’en, jawa) mengucapkan Alhamdulillah, apalagi biasanya setelah makan, sekian syukron. (Zaini)

Jawab: Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa tidak diketahui dalil yang menunjukkan

disyari’atkannya mengucapkan alhamdulillah setelah sendawa/gloge’en/ الجشاء padahal sendawa ada di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu yang sesuai dengan sunnah justru meninggalkannya
Kalau dilakukan kadang-kadang tanpa meyakini itu disyariatkan maka tidak mengapa, tapi kalau dilakukan terus-menerus maka ini bukan termasuk sunnah..
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah:
وأما الحمد عند التجشؤ فهذا أيضاً ليس بمشروع؛ لأن الجشاء معروف أنه طبيعة بشرية، ولم يقل النبي عليه الصلاة والسلام: إذا تجشأ أحدكم فليحمد الله. أما في العطاس فقد قال: (إذا عطس فليحمد الله) وفي الجشاء لم يقلها. نعم لو فرض أن الإنسان مريض بكونه لا يتجشأ فأحس بأنه قدر على هذا الجشاء فهنا يحمد الله؛ لأنها نعمة متجددة.
“Adapun mengucapkan alhamdulillah ketika sendawa maka ini tidak disyari’atkan, karena sendawa -sebagaimana yang dikenal- adalah tabiat manusia, dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah bersabda: Jika salah seorang dari kalian sendawa maka hendaklah memuji Allah. Adapun ketika bersin maka beliau bersabda: Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaklah memuji Allah. Dan beliau tidak mengatakan ini pada sendawa.
Iya, seandainya seseorang sakit karena tidak bisa sendawa, kemudian dia merasa sekarang bisa sendawa maka dalam keadaan seperti ini memuji Allah, karena ini ini adalah kenikmatan baru” (Liqa Al-Babil Maftuh )

Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullahu juga pernah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab:
لا يوجد شيء يدل عليه، لكن كون الإنسان يحمد الله على كل حال، وأن هذا الشبع الذي حصل له من نعمة الله عز وجل لا بأس بذلك، لكن كونه يعتقد أن هذا أمر مشروع في هذه المناسبة، فليس هناك شيء يدل عليه فيما أعلم.
“Tidak ada sesuatupun (dalil) yang menunjukkan hal ini, akan tetapi jika seseorang memuji Allah dalam setiap keadaan, dan bahwasanya rasa kenyang yang dia rasakan adalah termasuk nikmat Allah maka tidak mengapa. Akan tetapi kalau dia berkeyakinan bahwa ini disyari’atkan dalam keadaan seperti ini maka setahu saya tidak ada sesuatu (dalil) yang menunjukkannya” (Diantara pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada beliau ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, Kitab Al-Hudud, Babul Hukm Fii Man Sabban Nabiyya shallallahu ‘alaihi wa sallam )

Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid rahimahullah:
الحمد لله :أي : التزامها بعد الجشأ ، ليس سنة .
“Alhamdulillah, kalau diaamalkan terus-menerus setelah sendawa maka bukan termasuk sunnah” (Mu’jam Al-Manahi Al-Lafdhziyyah hal: 237, Darul ‘Ashimah).
Wallahu ta’ala a’lam.


Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2009/07/mengucapkan-alhamdulillah-ketika.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar