Sihaq
(lesbi) adalah apa yang terjadi antara wanita dengan wanita berupa gesekan dua
farji (kemaluan wanita).
A. Definisi Lesbi
Ibnu Qudamah berkata dalam kitabnya Al-Mughni (10/162), “Jika telah bergesek dua wanita maka keduanya melakukan zina yang terlaknat berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasanya Beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda,
” إِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِِ “
“Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya berzina.” tidak ada batasan dalam hal ini pada keduanya karena tidak ada ilaj [2]( إِيْلاجٌ ) di dalamnya.
Maka hal itu serupa dengan mubasyaroh [3]( مُبَاشَرَةٌ )tanpa farji dan keduanya harus dihukum karena telah berbuat zina yang tidak ada batasan di dalamnya, persis dengan seorang lelaki yang menggauli wanita tanpa jima’ (hubungan intim).”
Al-Imam Al-Alusi berkata di dalam Ruhul Ma’ani, Jilid ke-8, hlm. 172-173, setelah berbicara tentang gay dan kejelekannya, beliau Rahimahullah berkata,
” وَأُلْحِقَ بِهَا السِّحَاقُ وَبَدَا أَيْضًا فِيْ قَوْمِ لُوْطٍ، فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَأْتِي الْمَرْأَةَ “
“Sihaq (lesbi) masuk dalam kategori liwat yang juga terjadi pada kaum Luth, yaitu seorang wanita menyetubuhi wanita.”
Dari Hudzaifah Radhiallaahu ’anhu,
“إِنَّمَا حَقُّ الْقَوْلِ عَلَى قَوْمِ لُوْطٍ حِيْنَ اسْتَغْنَى النِّسَاءُ بِالنِّسَاءِ ، وَالرِّجَالُ بِالرِّجَالِ”
“Sesungguhnya benarlah ucapan (Allah Subhaanahu wa Ta’ala) atas kaum Luth tatkala kaum wanita (dari mereka) merasa cukup dengan para wanita dan kaum lelaki merasa cukup dengan para lelaki.”[4]
Diriwayatkan dari Abu Hamzah, beliau berkata, ”Saya pernah mengatakan kepada Muhammad bin Ali bahwa:
“عَذَّبَ اللهُ نِسَاءَ قَوْمِ لُوْطٍ لِعَمَلِ رِجَالِهِمْ”’
“Allah ’Azza Wa Jalla mengadzab para wanita kaum Luth karena perbuatan para lelaki mereka?”
Kemudian, Muhammad bin Ali berkata:
“اَللهُ أَعْدَلُ مِنْ ذَلِكَ ، اِسْتَغْنَى الرِّجَالُ بِالرِّجَالِ ، وَالنِّسَاءُ بِالنِّسَاءِ”
“Allah lebih adil dari itu (adanya adzab) karena, kaum lelaki telah merasa cukup dengan para lelaki dan kaum wanita telah merasa cukup dengan para wanita.”[5]
B. Hukuman Perbuatan Sihaq (Lesbi)
Kita telah melihat apa yang dinukil oleh sebagian (ulama) tentang hukuman Allah Subhaanahu wa ta’ala terhadap para wanita kaum Luth bersamaan dengan para lelaki mereka, yaitu ketika para lelaki merasa cukup dengan kaum lelaki maka hukumannya pun telah diketahui, tidaklah samar bagi seorang pun.
Meskipun Ibnul Qayyim berkata,
” وَلَكِنْ لاَ يَجِبُ الْحَدُّ بِذَلِكَ لِعَدَمِ الإِيْلاَجِ، وَإِنْ أُطْلِقَ عَلَيِهِمَا اسْمُ الزِّنَا الْعَامُ كَزِنَا الْعَيْنِ وَالْيَدِ وَالرَّجُلِ وَالْفَمِ “
“Akan tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh) karena tidak adanya ilaj walaupun disematkan kepada keduanya[6] nama zina secara umum, seperti zina mata, zina tangan, zina kaki, dan zina mulut.”[7]
Demikian juga, Selain beliau ada yang berkata,
” أَنَّهُ لَيْسَ فِيْهِ إِلاَّ التَّعْزِيْرُ “
“Tidaklah ada pada perbuatan lesbi, kecuali ta’zir[8].“
Akan tetapi, tidaklah hal tersebut menjadikan kita untuk menyepelekan dan menganggap remeh dosa lesbi karena seorang wanita jika menjalani dosa tersebut, ia telah meletakkan kedua kakinya di atas jalan pebuatan yang keji. Ia akan melakukan yang selain dari itu dengan lebih cepat, jika terbuka sebuah kesempatan (baginya). Dan jika hukumannya berupa ta’zir (hukuman selain dibunuh), apakah setiap wanita yang melakukan hal tersebut akan pergi untuk dita’zir dan disucikan atau hukumannya ditangguhkan sampai (datang) hari kerugian dan penyesalan?
وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَقُّ
“Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 34)
SUMBER :
Buku SEKS BEBAS UNDERCOVER (Halaman 84-87), Penulis Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida, Penerjemanah Syuhada abu Syakir Al-Iskandar As-Salafi, Penerbit Toobagus Publishing, Bandung. Dikutip dari Blog Al Akh dr. Abu Hana.
[1] Lisaanul ‘Arab pada judul سحق.
[2] Ilaj ( إِيْلاجٌ ) ialah masuknya kepala zakar pria pada kemaluan wanita.
[3] Mubasyarah (مُبَاشَرَةٌ )ialah hubungan badan antara suami dan istri.
[4] Para perawi hadits ini terpercaya, hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’b Al-Iimaan dan oleh As-Suyuthi dalam Ad-Daar Al-Mantsuur (3/100).
[5] Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqi, Ibnu Abiddunya dan Ibnu ‘Asakir.
[6] Yang dimaksud oleh Ibnul Qayyim dengan ucapannya “kepada keduanya” ialah seorang lelaki menggauli lelaki lain dengan kemaluan tanpa adanya ilaj dan seorang wanita yang menggauli wanita lain maka tidak terjadi ilaj padanya.
[7] Al-Jawaab Al-Kaafi, hlm. 201.
[8] Ta’zir adalah hukuman bagi para pelaku maksiat tidak sampai dibunuh.
Penulis: Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar