“Sesungguhnya Nabi shollahu `alahi wa alihi wa sallam qunut
pada
shalat Subuh”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104
no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy
dalam Al Mukhtarah 6/129.
Kemudian sebagian para `ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini
mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita
melihat jalan-jalan tersebut :
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104
no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy
dalam Al Mukhtarah 6/129.
Kemudian sebagian para `ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini
mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita
melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik,
beliau berkata :
“Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, `Umar
dan `Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan keempat” sampai saya
berpisah denga mereka”.
Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : `Amru bin `Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah
Ma’ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatib
dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam
At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan
`Amru bin `Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan
dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits
(ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Daraquthny
dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak
orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.
Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami
Ja’far bin Mihron, (ia berkata) menceritakan kepada kami `Abdul Warits
bin Sa’id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan
dari Anas beliau berkata :
“Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam
maka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah
dengan beliau”.
Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimana
yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418.
Karena `Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari `Amru bin
`Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu `Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar –
dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari `Abdul
Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari Qotadah dari Anas bin
Malik :
“Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa
sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang `umar lalu beliau qunut dan
di belakang `Utsman lalu beliau qunut”.
Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul
Hadits wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy
sebagai pendukung untuk hadits Abu Ja’far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany
dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata :
“Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid
(pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma’in dan
Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’in berkata di (kesempatan
lain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata :
laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarang
Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad
Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya
“Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau
meninggalkan dunia”, itu tidak terdapat dalam hadits Khalid. Yang ada
hanyalah “beliau (nabi) `alaihis Salam qunut”, dan ini adalah perkara
yang ma’ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus
melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok
sebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid
(pendukung)”.
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin `Abdillah
dari Anas bin Malik :
“Terus-menerus Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam qunut
pada sholat Subuh sampai beliau meninggal”.
Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul
Jauzy dalam At-Tahqiq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalah
salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin `Abdillah,
kata Ibnu `Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)”. Dan berkata
Ibnu Hibban : “Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara
palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya”.
Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai
oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah,
juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara
terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak
pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh
Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
1) Doa
2) Khusyu’
3) Ibadah
4) Taat
5) Menjalankan ketaatan
6) Penetapan ibadah kepada Allah
7) Diam
8) Shalat
9) Berdiri
10) Lamanya berdiri
11) Terus menerus dalam ketaatan
Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir
Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan
lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh
terus-menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
“Adalah Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam ketika
selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian
bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu
liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan
berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin
Hisyam, `Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum
mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah
Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti
tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf.
Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan `Ashiyah
yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada
kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada
sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima
taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang zalim”. (HR. Bukhary-Muslim)
Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah
pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya,
sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa
segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan
hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar