Seperti
kita ketahui bersama, dalam kurun enam tahun belakangan ini, negeri kita
diguncang sejumlah aksi teroris. Yang paling akhir (semoga memang yang
terakhir), adalah bom di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton beberapa waktu lalu,
disusul dengan peristiwa-peristiwa yang membuntutinya. Peristiwa-peristiwa itu
menyisakan banyak efek negatif yang menyedihkan bagi kaum muslimin. Betapa
tidak. Kaum muslimin yang merupakan umat yang cinta damai kemudian tercitrakan
menjadi kaum yang suka melakukan kekerasan.
Kondisi ini diperparah dengan munculnya
narasumber-narasumb er dadakan. Di antara mereka ada yang membenarkan “aksi
heroik” para teroris ini. Sedangkan yang lain beranggapan bahwa semua orang
yang berpenampilan mengikuti sunnah sebagai orang yang sekomplotan dengan para
teroris tersebut. Tak ayal, sebagian orang yang bercelana di atas mata kaki pun
jadi sasaran kecurigaan, ditambah dengan cambangnya yang lebat dan istrinya
yang bercadar. Padahal, bisa jadi hati kecil orang yang berpenampilan mengikuti
sunnah tersebut mengutuk perbuatan para teroris yang biadab itu dengan dasar
dalil-dalil yang telah sahih dalam syariat.
Oleh karena itu, kami terpanggil untuk sedikit
memberikan penjelasan seputar masalah ini, mengingat betapa jeleknya akibat
dari aksi-aksi teror tersebut. Di mana aksi-aksi tersebut telah memakan banyak
korban, baik jiwa maupun harta benda, sesuatu yang tak tersamarkan bagi kita
semua.
Nah, darimanakah teror fisik ini muncul, sehingga
berakibat sesuatu yang begitu kejam dan selalu mengancam? Tak lain teror fisik
ini hanyalah buah dari sebuah teror pemikiran yang senantiasa bercokol pada
otak para aktor teror tersebut, yang akan terus membuahkan kegiatan selama
teror pemikiran tersebut belum hilang.
Apa yang dimaksud dengan teror pemikiran? Tidak
lain, keyakinan bahwa sebagian kaum muslimin telah murtad dan menjadi kafir,
khususnya para penguasa. Bahkan di antara penganut keyakinan ini ada yang
memperluas radius pengkafiran itu tidak semata pada para penguasa, baik
pengkafiran itu dengan alasan ‘tidak berhukum dengan hukum Allah‘ atau dengan
alasan ‘telah berloyal kepada orang kafir‘, atau dalih yang lain. Demikian
mengerikan pemikiran dan keyakinan ini sehingga pantaslah disebut sebagai teror
pemikiran. Keyakinan semacam ini di masa lalu dijunjung tinggi oleh kelompok
sempalan yang disebut dengan Khawarij.
Dengan demikian, teror pemikiran inilah yang banyak
memakan korban. Dan ketahuilah, korban pertama sebelum orang lain adalah justru
para pelaku bom bunuh diri tersebut. Mereka terjerat paham yang jahat dan
berbahaya ini, sehingga mereka menjadi martir yang siap menerima perintah dari
komandannya dalam rangka memerangi “musuh” (versi mereka). Lebih parah lagi,
mereka menganggapnya sebagai jihad yang menjanjikan sambutan bidadari sejak
saat kematiannya. Keyakinan semacam inilah yang memompa mereka untuk siap
menanggung segala risiko dengan penuh sukacita. Sehingga berangkatlah mereka,
dan terjadilah apa yang terjadi…
Benarkah mereka disambut bidadari setelah meledaknya
tubuh mereka hancur berkeping-keping dengan operasi bom bunuh diri tersebut?
Jauh panggang dari api! Bagaimana dikatakan syahid, sementara ia melakukan
suatu dosa besar yaitu bunuh diri! Kita tidak mendahului keputusan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Kita hanya menghukuminya secara zhahir (lahir) berdasarkan
kaidah hukum, tidak boleh bagi kita memastikan bahwa seseorang itu syahid
dengan segala konsekuensinya. Bahkan berbagai hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam yang mencela Khawarij dan mengecam bunuh diri lebih tepat diterapkan
kepada mereka. Oleh karena itulah, saya katakan: Mereka adalah korban pertama
kejahatan paham Khawarij sebelum orang lain.
Tolong hal ini direnungi dan dipahami. Terutama bagi
mereka yang ternodai oleh paham ini. Selamatkan diri kalian. Kasihanilah diri
kalian, keluarga kalian, dan umat ini. Kalian telah salah jalan. Bukan itu
jalan jihad yang sebenarnya. Segeralah kembali sebelum ajal menjemput. Sebelum
kalian menjadi korban berikutnya. Teman-teman seperjuangan dan juga ustadz
kalian tidak akan dapat menolong kalian dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Masing-masing akan mempertanggungjawab kan amalnya sendiri:
وَكُلُّهُمْ آَتِيهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا (95) [مريم/95]
“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah
pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.“ (Maryam: 95)
Sekadar itikad baik tidaklah cukup. Itikad baik
haruslah berjalan seiring dengan cara yang baik.
Kami goreskan tinta dalam lembar-lembar yang singkat
ini, dengan tujuan agar semua pihak mendapatkan hidayah. Barangkali masih ada
orang yang sudi membaca dan merenungkannya dengan penuh kesadaran. Juga agar
semua pihak dapat bersikap dengan benar dan baik. Sekaligus ini sebagai
pernyataan sikap kami, karena kami pun menuai getah dari aksi teror tersebut.
Taat kepada pemerintah dalam hal yang baik
Kaum muslimin harus meyakini tentang wajibnya taat
kepada pemerintah dalam perkara yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا (59) [النساء/59]
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‘an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“
(An-Nisa: 59)
Ulil Amri adalah para ulama dan para umara’ (para
penguasa), sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam
Tafsirnya. (Tafsir Al-Qur‘anil ‘Azhim, 1/530)
Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
bernama Al-Irbadh Radhiyallah ‘anhu mengatakan:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ
اللهِ n ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ
أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ
وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ
هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ: أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا
بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
shalat mengimami kami, lalu beliau menghadapkan wajahnya kepada kami seraya
memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang sangat mengena. Air mata
berderai dan qalbu pun bergoncang karenanya. Maka seseorang mengatakan: “Wahai
Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa wasiat anda
kepada kami?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Aku wasiatkan
kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendengar dan
taat (kepada penguasa) sekalipun dia seorang budak sahaya dari Habasyah
(sekarang Ethiopia, red.). Karena siapa saja yang hidup sepeninggalku, dia akan
melihat perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian pada sunnahku dan sunnah
(tuntunan) para khulafa‘ur-rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah
dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian, serta jauhilah oleh
kalian perkara-perkara yang baru (dalam Islam), karena segala yang baru
tersebut adalah bid‘ah dan segala yang bid‘ah adalah kesesatan.“ (Shahih, HR.
Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lain)
Untuk lebih lengkapnya, lihat pembahasan pada
majalah Asy Syariah Vol. I/05.
Berlepas diri dari aksi teror
Kaum muslimin harus berlepas diri dari aksi-aksi
teroris, karena aksi-aksi tersebut bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengutus Nabi-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta sebagaimana dalam
firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107) [الأنبياء/107]
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.“ (Al-Anbiya: 107)
Beliau adalah seorang nabi yang sangat memiliki
kasih sayang dan kelembutan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan
dalam firman-Nya:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128) [التوبة/128]
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin.“ (At-Taubah: 128)
Dalam sebuah riwayat dari Atha’ bin Yasar, ia
berkata: Aku berjumpa dengan Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallah ‘anhuma
maka aku pun mengatakan:
أَخْبِرْنِي عَنْ صِفَةِ
رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي التَّوْرَاةِ. فَقَالَ: أَجَلْ، وَاللهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِصِفَتِهِ فِي
الْقُرْآنِ: يا أَيُّهَا النبي إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً
وَنَذِيراً وَحِرْزاً لِلْأُمِّيِّينَ وَأَنْتَ عَبْدِي وَرَسُوْلِي سَمَّيْتُكَ
الْمُتَوَكِّلَ لَسْتَ بِفَظٍّ وَلاَ غَلِيظٍ وَلاَ سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ.
قَالَ يُونُسُ: وَلاَ صَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَةَ
بِالسَّيِّئَةِ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ حَتَّى يُقِيمَ
بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
فَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُناً عُمْياً وَآذَاناً صُمًّا وَقُلُوباً غُلْفاً
“Kabarkan kepadaku tentang sifat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam kitab Taurat.” Beliau menjawab: “Ya, demi
Allah, beliau disifati dalam kitab Taurat seperti beliau disifati dalam
Al-Qur’an: “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, sebagai
pembawa berita gembira, sebagai pemberi peringatan, sebagai pelindung bagi kaum
yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil
(orang yang bertawakkal) . Engkau bukanlah orang yang kasar tutur katamu, bukan
pula kaku tingkah lakumu, bukan orang yang suka berteriak-teriak di pasar,
bukan pula orang yang membalas kejelekan dengan kejelekan, akan tetapi justru
memaafkan dan mengampuni kesalahan. Allah tidak akan mewafatkannya hingga Allah
meluruskan dengannya agama yang bengkok, dengan orang-orang mengucapkan La
Ilaha illallah. Dengan kalimat itu ia membuka mata yang buta, telinga yang
tuli, dan qalbu yang tertutup.“ (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 2018, Ahmad dalam
kitab Musnad, dan yang lain)
Bahkan dalam kondisi perang melawan orang kafir
sekalipun, masih nampak sifat kasih sayang beliau. Sebagaimana pesan beliau
kepada para komandan pasukan perang yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin
Buraidah, dari ayahnya, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي
خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللهِ وَمَنْ مَعْهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا، ثُمَّ
قَالَ: اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ، في سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ،
اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا
وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى
ثَلَاثِ خِصَالٍ -أَوْ خِلَالٍ- فَأَيَّتُهُنَّ مَا أََجَابُوكَ
فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَإِنْ
أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ…
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bila
menetapkan seorang komandan sebuah pasukan perang yang besar atau kecil, beliau
berpesan kepadanya secara khusus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, lalu beliau
mengatakan: “Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah.
Perangilah orang yang kafir terhadap Allah. Berperanglah, jangan kalian melakukan
ghulul (mencuri rampasan perang), jangan berkhianat, jangan mencincang mayat,
dan jangan pula membunuh anak-anak. Bila kamu berjumpa dengan musuhmu dari
kalangan musyrikin, maka ajaklah kepada tiga perkara. Mana yang mereka terima,
maka terimalah dari mereka dan jangan perangi mereka. Ajaklah mereka kepada
Islam, kalau mereka terima maka terimalah dan jangan perangi mereka…” (Shahih,
HR. Muslim)
Dalam riwayat Ath-Thabarani (Al-Mu‘jam Ash-Shaghir
no. hadits 340):
وَلاَ تَجْبُنُوْا، وَلَا
تَقْتُلُوا وَلِيْدًا، وَلاَ امْرَأةً، وَلاَ شَيْخًا كَبِيْرًا
“Jangan kalian takut, jangan kalian membunuh
anak-anak, jangan pula wanita, dan jangan pula orang tua.“
Islam bahkan tidak membolehkan membunuh orang kafir
kecuali dalam satu keadaan, yaitu manakala dia sebagai seorang kafir harbi
(yang memerangi muslimin). Allah l berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي
الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ
تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9) [الممتحنة/8، 9]
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.“ (Al-Mumtahanah: 8-9)
Adapun jenis kafir yang lain, semacam kafir dzimmi
yaitu orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan dan jaminan penguasa muslim,
atau kafir mu‘ahad yaitu seorang kafir yang memiliki perjanjian keamanan dengan
pihak muslim, atau kafir musta‘min yaitu yang meminta perlindungan keamanan
kepada seorang muslim, atau sebagai duta pihak kafir kepada pihak muslim, maka
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang membunuh mereka. Bahkan mereka
dalam jaminan keamanan dari pihak pemerintah muslimin.
Kaum muslimin berlepas diri dari aksi-aksi teror
tersebut, karena aksi-aksi tersebut mengandung pelanggaran- pelanggaran
terhadap ajaran agama Islam yang mulia. Di antaranya:
1. Membunuh manusia tanpa alasan dan
cara yang benar
2. Menumbuhkan rasa ketakutan di tengah
masyarakat
3. Merupakan sikap memberontak kepada
penguasa muslim yang sah
4. Menyelewengkan makna jihad fi
sabilillah yang sebenarnya
5. Membuat kerusakan di muka bumi
6. Merusak harta benda
7. Terorisme Khawarij adalah bid’ah,
alias perkara baru yang diada-adakan dalam agama, sehingga merupakan kesesatan.
Dan berbagai pelanggaran agama yang lainnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا
وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30) [النساء/29، 30]
“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian,
sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat
demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke
dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.“ (An-Nisa: 29-30)
Janganlah membunuh diri kalian, yakni janganlah
sebagian kalian membunuh yang lain. Karena sesama kaum muslimin itu bagaikan
satu jiwa. (Lihat Tafsir As-Sa‘di)
إِنَّمَا جَزَاءُ
الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا
أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ
مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا
وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (33) [المائدة/33]
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang
yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat tinggalnya). Yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar.“ (Al-Maidah: 33)
Makna memerangi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya adalah menentang dan menyelisihi. Kata ini tepat diberikan pada
perkara kekafiran, merampok di jalan, dan membuat ketakutan pada perjalanan
manusia. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/50)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ
الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْنَهُمْ
وَيَلْعَنُوْنَكُمْ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ
بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لاَ، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ، وَإِذَا
رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُوْنَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ
تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian
membencinya dan mereka membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan mereka
melaknati kalian.“ Dikatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tidakkah kita
melawannya dengan pedang (senjata)?“ Beliau mengatakan: “Jangan, selama mereka
mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat pada pemimpin
kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah perbuatannya dan jangan kalian
cabut tangan kalian dari ketaatan.“ (Shahih, HR. Muslim)
Dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia berkata:
حَدَّثَنَا أَصْحَابُ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لَا
يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam telah memberitahukan kepada kami bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim
yang lain.“ (Shahih, HR. Abu Dawud)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
كَانَ يَنْهَى عَنْ قِيلَ
وَقَالَ وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ
“Adalah Rasulullah melarang dari ‘katanya dan
katanya‘, banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan menyia-nyiakan harta.“
(Shahih, HR. Al-Bukhari dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallah ‘anhu
)
Ideologi Teroris Khawarij
Mengapa kami memberi embel-embel kata teroris dengan
kata Khawarij? Karena, kata teroris secara mutlak memiliki makna yang luas. Aksi
teror telah dilakukan oleh banyak kalangan, baik yang mengatasnamakan Islam
ataupun non-Islam, semacam yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap
bangsa Palestina pada masa kini, dan semacam yang dilakukan oleh Sekutu
terhadap bangsa Jepang dalam peristiwa pengeboman Nagasaki dan Hiroshima di
masa lalu. Sehingga dengan penambahan kata “Khawarij” di belakang kata teroris,
akan mempersempit pembahasan kita. Pembahasan kita hanya tentang orang-orang
yang melakukan aksi-aksi teror di negeri kita akhir-akhir ini yang
mengatasnamakan Islam atau mengatasnamakan jihad. Adapun Khawarij, merupakan
sebuah kelompok sempalan yang menyempal dari Ash-Shirathul Mustaqim (jalan yang
lurus) dengan beberapa ciri khas ideologi mereka.
Mengapa kami menyebutnya ideologi? Karena mereka
memiliki sebuah keyakinan yang hakikatnya bersumber dari sebuah ide. Maksud
kami, sebuah penafsiran akal pikiran yang keliru terhadap nash (teks) Al-Qur’an
atau Al-Hadits. Dari sinilah kemudian mereka menyempal. Sekali lagi, hal ini
terjadi akibat penafsiran yang salah terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan
akibat penafsiran yang apa adanya, yang menurut sebagian orang kaku atau
“saklek“, dan tidak pantas dikatakan sebagai salah satu bentuk ijtihad dalam
penafsiran Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Sehingga, ideologi mereka sama sekali
tidak bisa disandarkan kepada Islam yang benar. Demikian pula aksi-aksi teror
mereka sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan ajaran Islam yang mulia nan
indah ini. Bahkan Islam berlepas diri dari mereka. Lebih dari itu, Islam justru
sangat mengecam mereka, di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
menyebut mereka sebagai anjing-anjing penghuni neraka seperti dalam hadits
berikut ini:
كِلاَبُ أَهْلِ النَّارِ،
خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوْهُ
“(Mereka) adalah anjing-anjing penghuni neraka.
Sebaik-baik korban adalah orang yang mereka bunuh.“ (Shahih, HR. Ahmad dan
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Lihat Shahih Al-Jami‘ no. 3347)
Para teroris Khawarij yang ada sekarang ini adalah
salah satu mata rantai dari kaum Khawarij yang muncul sepeninggal Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam . Ketika itu, para sahabat masih hidup. Merekalah
orang-orang yang memberontak kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan Radhiyallah
‘anhu dan membunuhnya. Mereka jugalah yang membunuh Khalifah Ali bin Abu Thalib
Radhiyallah ‘anhu. Sekte ini terus berlanjut, turun-temurun diwarisi oleh anak
cucu penyandang ideologi Khawarij sampai pada masa ini, yang ditokohi oleh
Usamah bin Laden (yang telah diusir dari Kerajaan Saudi Arabia karena
pemikirannya yang berbahaya), Al-Mis’ari, Sa’ad Al-Faqih, dan tokoh-tokoh
lainnya. Mereka bersama Al-Qaedahnya telah melakukan aksi-aksi teror di Saudi
Arabia, bahkan di wilayah Makkah dan Madinah, sehingga menyebabkan kematian
banyak orang, baik dari kalangan sipil maupun militer. Karenanya, pemerintah
Saudi Arabia beserta para ulamanya (yaitu) anak cucu murid-murid Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memberantas mereka. Sehingga para
teroris Khawarij tersebut -termasuk yang ada di negeri ini- sangat benci kepada
pemerintah kerajaan Saudi Arabia, dan ini menjadi salah satu ciri mereka.
Coba perhatikan, siapakah korban aksi teror mereka?
Bukankah kaum muslimin? Perhatikanlah bahwa kaum muslimin juga menjadi target
operasi mereka. Ya, walau awalnya mereka berdalih memerangi orang kafir, tapi
pada akhirnya musliminlah yang menjadi sasaran mereka dan justru mereka akan
lebih sibuk memerangi kaum muslimin. Sungguh benar sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam :
يَقْتُلُونَ أَهْلَ
الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ
“Mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan
penyembah berhala.“ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga kami memohon kepada segenap kaum muslimin
agar tidak mengaitkan aksi teror mereka dengan ajaran Islam yang mulia, yang
dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pembawa rahmat. Mereka sangat jauh
dari Islam, Islam pun berlepas diri dari mereka. Jangan termakan oleh opini
yang sangat dipaksakan untuk mengaitkan aksi-aksi itu dengan Islam. Opini
semacam ini hanyalah muncul dari seseorang yang tidak paham terhadap ajaran
Islam yang sesungguhnya dan tidak paham jati diri para teroris Khawarij
tersebut, atau muncul dari orang-orang kafir ataupun muslim yang “mengail di
air keruh“, yang sengaja menggunakan momentum ini untuk menyudutkan Islam dan
muslimin, semacam yang dilakukan pelukis karikatur terlaknat dari Denmark
beberapa tahun silam.
Mungkin muncul pertanyaan, “Mengapa teroris Khawarij
memerangi muslimin?” Jawabannya, bermula dari penyelewengan makna terhadap
ayat:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (44) [المائدة/44]
“Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum
Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.“ (Al-Maidah: 44)
Kemudian, vonis brutal kepada banyak pihak sebagai
kafir. Berikutnya, serampangan dalam memahami dan menerapkan dalil-dalil
tentang larangan terhadap seorang muslim berloyal kepada orang kafir, sehingga
beranggapan bahwa banyak muslimin sekarang, baik pemerintah secara khusus
maupun rakyat sipil secara umum, telah berloyal kepada orang-orang kafir.
Konsekuensinya, mereka tidak segan-segan menganggap banyak muslimin sebagai
orang kafir. Semua itu berujung kepada tindakan teror yang mereka anggap
sebagai jihad fi sabilillah.
Sebuah pemahaman yang sangat dangkal. Tidak
sesederhana itu menghukumi seorang muslim sebagai kafir, disebabkan si muslim
tersebut tidak berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak
sesederhana itu menghukumi seorang muslim sebagai kafir, disebabkan si muslim
tersebut loyal kepada orang kafir. Karena loyal itu bertingkat-tingkat, dan
sebabnya pun bermacam-macam. Loyal yang jelas membuat seseorang menjadi kafir
adalah bila loyalnya karena cinta atau ridha kepada agama si kafir tersebut.
Untuk lebih lengkapnya, lihat pembahasan masalah takfir ini pada Asy Syariah
Vol.I/08/1425 H/ 2004.
Mengidentifikasi teroris Khawarij
Kami merasa perlu untuk membahas secara singkat
tentang ciri-ciri teroris Khawarij, karena kami melihat telah terjadi salah
kaprah dalam hal ini. Kami memandang bahwa tidak tepat bila seseorang menilai
orang lain sebagai teroris atau sebagai orang yang terkait dengan jaringan
teroris, ataupun mencurigainya hanya berdasarkan dengan penampilan lahiriah
(luar) semata.
Pada kenyataannya, para pelaku teror tersebut selalu
berganti-ganti penampilan. Bahkan terkadang mereka cenderung memiliki
penampilan yang akrab dengan masyarakat pada umumnya untuk menghilangkan jejak
mereka. Lihatlah gambar-gambar Imam Samudra cs sebelum ditangkap. Sehingga,
penampilan lahiriah -baik penampilan ala masyarakat pada umumnya atau
penampilan agamis- akan selalu ada yang menyerupai mereka. Berdasarkan hal ini,
penampilan lahiriah semata tidak bisa menjadi tolok ukur. Tatkala para teroris
tersebut memakai topi pet, celana panjang, kaos serta mencukur jenggot, kita
tidak bisa menjadikan hal-hal ini sebagai ciri teroris. Tidak boleh bagi kita
untuk menilai orang yang serupa dengan mereka dalam cara berpakaian ini sebagai
anggota mereka.
Demikian pula sebaliknya. Ketika para teroris itu
berpenampilan Islami dengan memelihara jenggot, memakai celana di atas mata
kaki, memakai gamis, dan istrinya bercadar, kita juga tidak bisa menjadikan
penampilan ini sebagai ciri teroris. [1] Tidak
boleh pula bagi kita untuk menilai orang yang berpakaian seperti mereka ini
sebagai anggota jaringan mereka. Faktor pendorong orang-orang untuk berpenampilan
agamis adalah karena hal itu merupakan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam -terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dalam hal cadar, apakah itu
wajib atau sunnah-. Semua itu tak ubahnya ajaran agama Islam yang lain semacam
shalat, puasa, dan lain sebagainya. Mereka para teroris Khawarij juga shalat
dan berpuasa bahkan mungkin melakukannya dengan rajin dan penuh semangat. Lalu
apakah kita akan menilai shalat dan puasa sebagai ciri teroris? Sehingga kita
akan menuduh orang yang shalat dan puasa sebagai anggota jaringan teroris?
Tentu tidak. Begitu pula jenggot dan cadar. Hal yang seperti ini hendaknya
direnungkan.
Maka kami mengingatkan diri kami dan semua pihak
dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا
بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (58) [الأحزاب/58]
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang
yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya
mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.“ (Al-Ahzab: 58)
Akan tetapi, di antara cara mengidentifikasi teroris
Khawarij bisa dilakukan dengan hal-hal berikut ini:
1. Mereka memiliki pertemuan-pertemuan
rahasia, yang tidak dihadiri kecuali oleh orang-orang khusus.
2. Mereka akan menampakkan kebencian
terhadap penguasa muslim. Dalam pertemuan-pertemuan khusus, mereka tak
segan-segan menganggap para penguasa muslim tersebut sebagai orang kafir.
3. Mereka akan menampakkan pujian-pujian
terhadap para tokoh-tokoh Khawarij masa kini, semacam Usamah bin Laden
dan yang sejalan dengannya.
4. Mereka gandrung terhadap buku-buku
hasil karya tokoh-tokoh tersebut, juga buku-buku tokoh pergerakan semacam
Sayyid Quthub, Salman Al-‘Audah, Fathi Yakan, Hasan Al-Banna, Said Hawwa, dan
yang sejalan dengan mereka.
Ini semua sebatas indikasi yang mengarah kepada
terorisme. Untuk memastikannya, tentu perlu kajian lebih lanjut terhadap
yang bersangkutan.
Tidak boleh melindungi teroris Khawarij
Kami meyakini bahwa melindungi teroris Khawarij atau
para pelaku kejahatan yang lain merupakan salah satu dosa besar yang bisa
menyebabkan seseorang menuai laknat. Sebagaimana diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib Radhiyallah ‘anhu, beliau berkata:
مَا عِنْدَنَا شَيْءٌ
إِلَّا كِتَابُ اللهِ وَهَذِهِ الصَّحِيفَةُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم :
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا، مَنْ أَحْدَثَ فِيْهَا
حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلَا عَدْلٌ
Kami tidak memiliki sesuatu kecuali kitab Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan lembaran ini yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam : “Madinah adalah tanah suci antara gunung ‘A-ir sampai tempat ini;
Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam agama) atau melindungi
orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya, laknat para malaikat dan manusia
seluruhnya, tidak diterima darinya tebusan maupun taubat.“ (Shahih, HR.
Al-Bukhari)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ
لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ الله مَنْ لَعَنَ
وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ الله مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain
Allah, Allah melaknat orang melindungi penjahat, Allah melaknat orang yang
mencaci kedua orangtuanya, dan Allah melaknat orang yang mengubah batas tanah.“
(Shahih, HR. Muslim)
Membenarkan upaya pemberantasan terorisme
Kaum muslimin juga membenarkan secara global upaya
pemberantasan terorisme, karena aksi teror adalah perbuatan yang mungkar.
Sementara, di antara prinsip agama Islam yang mulia ini adalah amar ma‘ruf dan
nahi munkar, yaitu memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang
mungkar. Sehingga, masyarakat secara umum terbebani kewajiban ini sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Untuk itu, sudah semestinya seluruh elemen
masyarakat bahu-membahu memberantas terorisme ini dengan cara yang benar,
sesuai dengan bimbingan Islam.
Di antara salah satu upayanya adalah memberikan
penjelasan yang benar tentang ajaran agama Islam, jauh dari pemahaman yang
melampaui batas dan juga tidak menggampang- gampangkan sehingga lebih dekat
kepada pemahaman liberalisme dalam agama. Akan tetapi tepat dan benar, sesuai
yang dipahami para sahabat di antaranya adalah sahabat ‘Utsman bin ‘Affan dan
‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallah ‘anhu (yang menjadi korban paham Khawarij yang
menyimpang dari pemahaman para sahabat). Karena para sahabat adalah orang yang
paling memahami ajaran agama ini setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Lebih khusus pemahaman tentang jihad, dengan
pemahaman yang tidak ekstrem sebagaimana kelompok Khawarij dan tidak pula
menyepelekan sebagaimana kelompok Liberal. Namun dengan pemahaman yang mengacu
kepada jihad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya serta
bimbingan para ulama yang mengikuti jejak mereka.
Demikian pula tentang kewajiban rakyat terhadap
pemerintah, baik ketika pemerintah itu adil atau ketika tidak adil. Tetap taat
kepadanya dalam perkara yang baik dan bersabar atas kekejamannya.
Juga bagaimana tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam dalam menasihati penguasa ketika penguasa itu salah, zalim, dan tidak
adil, yaitu menyampaikan nasihat dengan cara yang tepat tanpa mengandung unsur
provokasi yang membuat rakyat semakin benci terhadap pemerintahnya. (lihat
majalah Asy Syariah Vol. I/05/1424 H/2004)
Kemudian memahami klasifikasi orang kafir, serta
hukum terhadap masing-masing jenis. Karena, tidak bisa pukul rata (Jawa: gebyah
uyah, red.) bahwa semua jenis orang kafir boleh atau harus dibunuh.
Juga memahami betapa besarnya nilai jiwa seorang
muslim di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak bermudah-mudah dalam
melakukan perbuatan yang menjadi sebab melayangnya nyawa seorang muslim.
Memahami pula kapan seseorang dihukumi tetap sebagai
muslim dan kapan dihukumi sebagai orang kafir; dengan pemahaman yang benar,
tanpa berlebihan atau menyepelekan, serta memahami betapa bahayanya memvonis
seorang muslim sebagai orang kafir.
Selanjutnya memahami betapa jeleknya seorang
Khawarij sebagaimana tertera dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam.
Dan terakhir, memahami pula bahwa bom bunuh diri
hukumnya haram dan merupakan dosa besar, walaupun sebagian orang berusaha
menamainya dengan bom syahid untuk melegitimasi operasi tak berperikemanusiaan
tersebut.
Tentunya, rincian masalah ini menuntut pembahasan
yang cukup panjang. Bukan pada lembaran-lembaran yang ringkas ini. Namun apa
yang disebutkan cukup menjadi isyarat kepada yang lebih rinci.
Penutup
Kami ingatkan semua pihak, bahwa munculnya aksi
teroris Khawarij ini merupakan ujian bagi banyak pihak. Di antaranya:
Pihak pertama, orang-orang yang berkeinginan untuk
menjadi baik dan mulai menapaki jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Mereka menyadari pentingnya berpegang teguh dengan ajaran-ajaran beliau
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mulia nan indah. Mereka menyadari betapa
bahayanya arus globalisasi yang tak terkendali terhadap ajaran Islam yang
benar. Mereka berusaha mengamalkan ajaran Islam pada diri dan keluarga mereka
untuk melindungi diri mereka sehingga tidak terkontaminasi oleh berbagai
kerusakan moral bahkan aqidah, sekaligus melindungi diri dan keluarga mereka
dari api neraka di hari akhirat, dalam rangka mengamalkan firman Allah l:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6) [التحريم/6]
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.“ (At-Tahrim: 6)
Pihak ini menjadi korban aksi teroris. Karena para
teroris dengan aksi mereka, telah mencoreng Islam di mata masyarakat yang luas,
sehingga pihak ini menuai getah dari aksi para teroris tersebut. Pihak ini
akhirnya dicurigai oleh masyarakat sebagai bagian dari jaringan teroris hanya
karena sebagian kemiripan pada penampilan luar, padahal aqidah dan keyakinan
mereka sangat jauh dan bertentangan. Sehingga celaan, cercaan, sikap dingin,
diskriminasi bahkan terkadang intimidasi (ancaman) dari masyarakat kepada
mereka pun tak terelakkan. Maka kami nasihatkan kepada pihak ini untuk bersabar
dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala kesulitan yang
mereka dapatkan. Janganlah melemah, tetaplah istiqamah. Jadikan ridha Allah
Subhanahu wa Ta’ala sebagai tujuan. Ingatlah pesan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam :
قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ
فَاسْتَقِمْ
“Katakan: ‘Aku beriman kepada Allah‘ lalu
istiqamahlah.“ (Shahih, HR. Muslim dari sahabat Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi
Radhiyallah ‘anhu)
Pihak kedua, adalah orang awam pada umumnya. Tak
sedikit dari mereka ber-su‘uzhan (buruk sangka) kepada pihak pertama karena
adanya aksi-aksi teror tersebut. Mereka memukul rata tanpa membedakan. Bahkan
lebih parah dari itu, aksi teror tersebut memunculkan fobi terhadap Islam pada
sebagian mereka, kecurigaan kepada setiap orang yang mulai aktif dalam
kegiatan-kegiatan keislaman. Bahkan mungkin sebagian orang curiga terhadap
Islam itu sendiri. Ya Allah, hanya kepada Engkaulah kami mengadu. Betapa
bahayanya kalau kecurigaan itu sudah sampai pada agama Islam itu sendiri,
sementara Islam berlepas diri dari kejahatan ini. Tak pelak, tentu hal ini akan
menumbuhkan rasa takut dan khawatir untuk mendalami ajaran Islam dan untuk
lebih mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai amalan ibadah.
Nasihat kami kepada pihak ini, janganlah salah dalam
menyikapi masalah ini, sehingga menghalanginya untuk lebih mendalami Islam dan
lebih mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pelajarilah Islam dengan
benar, ikuti jejak para As-Salafush Shalih, para sahabat, serta menjauhi pemahaman
ekstrem Khawarij dan menjauhi paham liberalisme serta inklusivisme yang
bermuara pada kebebasan yang luas dalam memahami ajaran agama. Dengan cara ini,
insya Allah mereka akan dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah.
Jalan pun menjadi terang baginya sehingga dia tidak akan salah dalam menentukan
sikap dan tidak terbawa oleh arus.
Pihak ketiga, anak-anak muda yang punya antusias
terhadap agama. Aksi teroris, penangkapan para teroris, dan berbagai berita
yang bergulir dan tak terkendali, juga merupakan ujian buat mereka. Berbagai
macam sikap tentu muncul darinya, antara pro dan kontra. Kami nasihatkan kepada
mereka agar bisa bersikap adil dalam menilai. Jangan berlebihan dalam bersikap.
Jangan menilai sesuatu kecuali berdasarkan ilmu, baik ilmu agama yang benar
yang menjadi barometer dalam menilai segala sesuatu, maupun ilmu (baca:
pengetahuan) terhadap hakikat segala yang terjadi. Lalu terapkanlah barometer
tersebut pada hakikat realita yang terjadi. Jangan terbawa emosi karena larut
dalam perasaan yang dalam.
Sebagaimana kami nasihatkan kepada anak-anak muda
yang bersemangat dalam menjunjung nilai-nilai Islam, agar mereka tidak salah
memilih jalan mereka. Ada 73 jalan yang berlabel Islam di hadapan anda.
Masing-masing jalan akan mempersunting anda untuk menjadi anggota keluarganya.
Bila tidak berhati-hati, anda akan menjadi anggota keluarga penghuni neraka.
Karenanya, ikutilah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam
menentukan jalan di tengah-tengah perselisihan yang banyak. Ikuti Sunnah Nabi
dan para Khulafa’ur-rasyidin. Jauhilah bid’ah. Ingatlah hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam yang lalu di awal pembahasan ini.
Demikian apa yang bisa kami sumbangkan kepada Islam
dan muslimin serta umat secara umum terkait masalah ini. Kami memohon maaf atas
segala kekurangan dan kesalahan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal
kami. Ampunan-Nya senantiasa kami mohon, sampai kami berjumpa dengan-Nya pada
hari yang harta dan anak sudah tidak lagi bermanfaat padanya, kecuali mereka
yang datang kepada-Nya dengan qalbu yang bersih.
Amin....
[1] Perlu
diketahui bahwa penampilan seperti itu sebenarnya merupakan cara penampilan
yang dituntunkan dalam syariat dan dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad n, serta
diamalkan oleh para sahabat dan para salafush shalih, serta para ulama Ahlus
Sunnah yang mulia. Jadi, sebenarnya itu merupakan ciri-ciri seorang muslim yang
berpegang teguh dengan agamanya. Sepantasnya seorang muslim berpenampilan
dengan penampilan seperti itu. Namun para teroris Khawarij tersebut telah
menodai ciri-ciri yang mulia ini, dengan mereka terkadang berpenampilan dengan
penampilan tersebut. Sehingga sampai-sampai kaum muslimin sendiri tidak mau
berpenampilan dengan penampilan Islami seperti di atas, karena beranggapan
bahwa penampilan tersebut adalah penampilan teroris. Nyata-nyata para teroris
Khawarij tersebut telah membuat jelek Islam dari segala sisi!
Oleh:Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar