Sesungguhnya
segala puji bagi Allah semata. Hanya kepada-Nya kita senantiasa memuji,
memohon pertolongan dan meminta ampunan. Kita berlindung kepada Allah
dari kejahatan jiwa dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang
diberi petunjuk oleh Allah, maka tak akan ada seorang pun yang dapat
menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya, tak akan ada
seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam teruntuk beliau, para shahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Amma ba’du
Ini adalah tulisan yang ringkas yang memuat perkara-perkara wajib dilakukan oleh orang yang sakit ketika bersuci dan sholat. Karena, orang yang sakit mempunyai hukum tersendiri dalam hal ini. Syariat Islam begitu memperhatikan perkara ini, karena Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan aturan yang lurus dan lapang yang dibangun atas kemudahan, Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج .
"dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesempitan”. (QS. Al-Hajj: 78)
dan Allah Ta’ala berfirman :
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ ا.لْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS: Al Baqarah: 185)
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah”. (QS. Taghabun: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya agama ini mudah”.
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Jika saya perintahkan kalian dengan suatu urusan maka kerjakanlah semampu kalian”
Berdasarkan kaidah dasar ini, maka Allah memberi keringanan bagi orang yang mempunyai udzur dalam masalah ibadah mereka sesuai dengan tingkat udzur yang mereka alami, agar mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa merasa berat serta kesulitan. Dengan segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.
Bagaimana tata cara bersuci bagi orang yang sakit ?
1. Orang yang sakit wajib bagi dia bersuci dengan menggunakan air. Ia berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar.
2. Jika ia tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya bertambah atau khawatir memperlama kesembuhannya, maka ia boleh tayammum
3. Tata cara tayammum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang suci dengan sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangan)
4. Bila ia tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan atau ditayammumkan oleh orang lain. Caranya : hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah yang suci lalu mengusapkannya ke wajah dan telapak tangan orang yang sakit. Begitu pula bila tak kuasa berwudhu sendiri maka diwudhukan oleh orang lain.
5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terdapat luka, maka ia tetap dibasuh dengan air. Jika hal tersebut justru membahayakan maka diusap dengan sekali usapan. Caranya, tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan di atasnya. Jika mengusap luka juga membahayakannya, maka ia bisa bertayammum.
6. Jika pada sebagian tubuhnya terdapat luka yang digibs atau dibalut, maka ia mengusap balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya, dan ia tidak bertayammum karena mengusap pengganti dari membasuh.
7. Dibolehkan bertayammum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah seperti cat misalnya, maka ia tidak boleh bertayammum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu.
8. Jika tidak memungkinkan bertayammum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang mengandung debu, maka tidak mengapa menaruh tanah di bejana atau sapu tangan lalu bertayammum darinya.
9. Jika ia bertayammum untuk sholat lalu ia tetap suci sampai waktu sholat berikutnya, maka ia bisa sholat dengan tayammumnya tadi, tanpa perlu mengulang tayammum, karena ia masih berstatus suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.
10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia sholat sesuai dengan keadaannya tadi, dan sholatnya sah tanpa harus mengulang.
11. Orang yang sakit harus sholat dengan pakaian yang suci. Jika pakaiannya terkena najis, ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia sholat sesuai dengan keadaannya dan sholatnya sah tanpa harus mengulang lagi.
12. Orang yang sakit harus sholat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun, bila tidak memungkinkan maka ia sholat sesuai dengan keadaannya dan sholatnya sah tanpa perlu mengulang lagi.
13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan sholat dari waktunya karena ketidakmampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian melakukan sholat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis yang ia tidak mampu untuk membersihkannya.
Dinukil dalam majmu’ fatawa warasail, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pada kitab thaharah jilid ke 11 hal 154-156. cetakan Dar Ibn Al-Haitsam, Kairo
Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu Abdillah Al-Medani, Mudir Ma'had Darussalaf-Bontang
Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam teruntuk beliau, para shahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Amma ba’du
Ini adalah tulisan yang ringkas yang memuat perkara-perkara wajib dilakukan oleh orang yang sakit ketika bersuci dan sholat. Karena, orang yang sakit mempunyai hukum tersendiri dalam hal ini. Syariat Islam begitu memperhatikan perkara ini, karena Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan aturan yang lurus dan lapang yang dibangun atas kemudahan, Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج .
"dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesempitan”. (QS. Al-Hajj: 78)
dan Allah Ta’ala berfirman :
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ ا.لْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS: Al Baqarah: 185)
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah”. (QS. Taghabun: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya agama ini mudah”.
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Jika saya perintahkan kalian dengan suatu urusan maka kerjakanlah semampu kalian”
Berdasarkan kaidah dasar ini, maka Allah memberi keringanan bagi orang yang mempunyai udzur dalam masalah ibadah mereka sesuai dengan tingkat udzur yang mereka alami, agar mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa merasa berat serta kesulitan. Dengan segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.
Bagaimana tata cara bersuci bagi orang yang sakit ?
1. Orang yang sakit wajib bagi dia bersuci dengan menggunakan air. Ia berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar.
2. Jika ia tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya bertambah atau khawatir memperlama kesembuhannya, maka ia boleh tayammum
3. Tata cara tayammum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang suci dengan sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangan)
4. Bila ia tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan atau ditayammumkan oleh orang lain. Caranya : hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah yang suci lalu mengusapkannya ke wajah dan telapak tangan orang yang sakit. Begitu pula bila tak kuasa berwudhu sendiri maka diwudhukan oleh orang lain.
5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terdapat luka, maka ia tetap dibasuh dengan air. Jika hal tersebut justru membahayakan maka diusap dengan sekali usapan. Caranya, tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan di atasnya. Jika mengusap luka juga membahayakannya, maka ia bisa bertayammum.
6. Jika pada sebagian tubuhnya terdapat luka yang digibs atau dibalut, maka ia mengusap balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya, dan ia tidak bertayammum karena mengusap pengganti dari membasuh.
7. Dibolehkan bertayammum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah seperti cat misalnya, maka ia tidak boleh bertayammum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu.
8. Jika tidak memungkinkan bertayammum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang mengandung debu, maka tidak mengapa menaruh tanah di bejana atau sapu tangan lalu bertayammum darinya.
9. Jika ia bertayammum untuk sholat lalu ia tetap suci sampai waktu sholat berikutnya, maka ia bisa sholat dengan tayammumnya tadi, tanpa perlu mengulang tayammum, karena ia masih berstatus suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.
10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia sholat sesuai dengan keadaannya tadi, dan sholatnya sah tanpa harus mengulang.
11. Orang yang sakit harus sholat dengan pakaian yang suci. Jika pakaiannya terkena najis, ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia sholat sesuai dengan keadaannya dan sholatnya sah tanpa harus mengulang lagi.
12. Orang yang sakit harus sholat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun, bila tidak memungkinkan maka ia sholat sesuai dengan keadaannya dan sholatnya sah tanpa perlu mengulang lagi.
13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan sholat dari waktunya karena ketidakmampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian melakukan sholat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis yang ia tidak mampu untuk membersihkannya.
Dinukil dalam majmu’ fatawa warasail, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pada kitab thaharah jilid ke 11 hal 154-156. cetakan Dar Ibn Al-Haitsam, Kairo
Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu Abdillah Al-Medani, Mudir Ma'had Darussalaf-Bontang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar