Bismillahirrahmanirrahim.
Berikut ini adalah Pengalihan Bahasa dari Kitab
قَوَاعِد سَلَفِيَّة وَنَصَائِح تَوْجِيْهِيَّة لِلْخُرُوْجِ مِنْ فِتَنِ الحِزْبِيَّةِ
(Qawa’id Salafiyyah wa Nasha`ih Taujihiyyah Li al-Khuruj min Fitan al-Hizbiyyah)
KAIDAH-KAIDAH SALAFIYYAH
DAN NASEHAT-NASEHAT YANG MENGARAHKAN
(Karya : Asy-Syaikh Ahmad bin 'Umar bin Salim Bazmul–Hafidzahullahu Ta’ala –)
Seuntai rangkaian mutiara kata dari asy-Syaikh Ahmad bin ‘Umar bin Salim Bazmul –Hafidzahullahu Ta’ala –
sebagai buah tangan untuk seluruh Ahlus Sunnah dan Muslimin diberbagai belahan bumi. Terutama
dalam menghadapi berbagai fitnah kelompok-kelompok sesat rafidhah,
shufiyyah, dan sebagainya. Juga fitnah hizbiyyah yang muncul pada masa
ini, baik fitnah Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, Sururiyyah,
Quthbiyyah, Ihya’ut Turats, Haddadiyah, dan tokoh-tokoh kebatilan
lainnya, semacam al-Huwaini, al-Maghrawi, dll. Juga yang baru muncul
Hajuriyyah dan Halabiyyah.
Bismillahirrahmanirrahim
الحمد
لله رب العالمين، والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين، وعلى آله
وصحبه أجمعين، ومن سار على نهجهم إلى يوم الدين. أما بعد :
Segala Puji bagi Allah Rabb Semesta alam. Semoga Shalawat dan Salam
terlimpahkan kepada Sang Utusan sebagai rahmat untuk sekalian alam.
Semoga terlimpahkan pula kepada keluarganya, dan seluruh para
shahabatnya, serta terlimpahkan pula kepada siapa saja yang meniti
jejaknya sampai datangnya hari kiamat. Amma Ba’du :
Sungguh
Allah telah memberi kemudahan kepadaku untuk bisa duduk bersama
saudara-saudara kita Salafiyyin dari Negara Libyia. Mereka telah
berprasangka baik terhadapku, sehingga memintaku agar bisa menyampaikan
beberapa patah kata bimbingan (taujihiyyah) dan nasehat salafiyyah (nashihah salafiyyah).
Padahal aku bukanlah orang yang pantas untuk melakukannya. Akan tetapi
sebagai bentuk kecintaan terhadap kebaikan, dan sebagai bentuk kerjasama
yang baik bersama Ahlul Fadhl wal ‘Ilmi (orang-orang yang
memiliki keutaamaan dan ilmu/para ‘ulama), sehingga mendorongku untuk
memenuhi permohonan mereka tersebut. Kemudian, aku melangsungkan
beberapa penyampaian pelajaran dan saling mengingatkan bersama mereka
tentang beberapa Kaidah-kaidah Salafiyyah yang sangat penting, dengan sebab itu tentu akan mendatangkan jalan keluar dari berbagai fitnah dengan Izin Allah Ta’ala.
Dalam kesempatan ini, al-Akh Malik al-Liby – Hafidzahullahu Ta’ala –
telah berusaha keras untuk mentranskrip isi pertemuan tersebut menjadi
sebuah tulisan. Beliau juga berkeinginan untuk bisa menyebarluaskannya.
Sehingga disodorkanlah transkrip tersebut kepadaku untuk dikoreksi.
Semoga Allah membalas kebaikan untuknya.
Maka
aku pun mengkoreksi ulang, meneliti, dan merperbaikinya. Aku cantumkan
juga beberapa tambahan yang memang dibutuhkan. Kemudian aku kirim ulang
kepadanya agar bisa dipublikasikan dan diposting di situs ataupun
website salafiyyah apabila itu dipandang sesuai. Semoga Allah membalas
kebaikan untuknya
Hanya
kepada Allah aku memohon untuk melimpahkan kepadaku dan kepada seluruh
saudara-saudara kami Salafiyyin berupa taufiq dan jalan yang lurus.
Semoga Allah menjadikan semua hasil usaha ini sebagai pembela kita dan
bukan sebagai penghujat atas kita. Semoga Allah mengokohkan diri kita
semua agar tegar diatas manhaj Salafi. Semoga Allah menyelamatkan diri
kita semua dari berbagai fitnah yang tampak jelas maupun yang samar
tersembunyi.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Ditulis oleh
Ahmad bin ‘Umar bin Salim Bazmul
1 Dzulqa’dah 1433 H
asy-Syaikh Dr. Ahmad Bin ‘Umar Bazmul berkata :
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Segala
puji bagi Allah, semoga Shalawat dan Salam terlimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
berloyalitas kepadanya. Amma Ba’du :
Sebagian dari saudara-saudara kami – jazahumullah khairan – telah mengajukan permohonan kepadaku agar bisa menyampaikan untaian nasehat kepada mereka semua.
Sebenarnya, permohonan mereka tersebut adalah permohonan yang memang sangat penting sekali barakallahu fikum.
Terlebih lagi di zaman kita seperti ini yang sudah tercengkram dengan
berbagai fitnah yang merajalela. Muncul padanya berbagai sekte dan
kelompok sempalan. Sehingga mengakibatkan seorang muslim akan
kebingungan bila tidak berpegang teguh dengan al-Kitab (al-Qur`an) dan
as-Sunnah. Seorang muslim menjadi bingung “Yang benar itu siapa?”.
Nasehat
dariku, teruntuk pribadi saya sendiri dan seluruh saudara-saudaraku di
Libyia dan seantero dunia, yang nasehat ini sesungguhnya terambil dari
sisi para ‘ulama Ahlus Sunnah yang mulia, semoga Allah meridhai mereka
semua….
Ini
semua telah terangkum dalam kaedah-kaedah umum yang sangat baik bila
dijadikan pegangan oleh seorang muslim, sebagai lentera penerang dan
diambil manfaatnya dengan izin Allah Ta’ala :
KAEDAH PERTAMA:
BERPEGANG TEGUH DENGAN AL-KITAB DAN AS-SUNNAH SESUAI DENGAN PEMAHAMAN MANHAJ AS-SALAF ASH-SHALIH Ridwanullah ‘Alaihim Ajmain
Kaedah
ini merupakan kaedah yang telah masyhur dan tak asing lagi di telinga
kita. Sudah terlalu banyak orang yang mendengungkannya. Akan tetapi
sangat disayangkan sekali, orang yang bisa menerapkannya, mengamalkan
kandungannya dengan amalan yang benar, ataupun sesuai dengan makna yang
sebenarnya, jumlah mereka terlalu sangat sedikit sekali.
Berpegang teguh dengan al-Kitab (al-Qur`an) dan as-Sunnah sesuai petunjuk Salafus Shalih –Ridwanullah ‘Alaihim Ajmain
– merupakan sebab yang paling utama untuk keselamatan diri. Adapun
orang-orang yang menyimpang, mereka mengaku sebagai sosok pemegang teguh
prinsip al-Kitab dan as-Sunnah sesuai Manhaj Salafus Shalih, akan
tetapi realita menunjukkan mereka justru memecah dan memisahkan diri
darinya.
Tidaklah
yang menjadikan mereka terpecah dan terpisah-pisahkan, kecuali karena
tidak mau menerapkan kaidah ini dengan penerapan yang benar. Namun
hanyalah sekedar celotehan lisan belaka, lalu mereka bermanis tutur
dalam berbagai kesempatan dan pertemuan. Padahal hakekat urusan mereka
dan hakekat kondisi mereka menunjukkan, bahwa mereka adalah orang-orang
yang sangat jauh dari al-Kitab dan as-Sunnah, sangat jauh pula dari
Manhaj Salafus Shalih !
Oleh karena itu, Kaedah Pertama ini, tidaklah cukup sekedar pengakuan tutur manis lisan belaka. Akan
tetapi harus benar-benar berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah
serta Manhaj Salafus Shalih, baik dalam ucapan, amalan, maupun
keyakinan; baik tampak maupun tersembunyi. Kaedah ini haruslah selalu terpatri dalam jiwa kita semua.
KAIDAH KEDUA
Ini
merupakan penyempurna kaedah pertama, YAITU AGAR KITA MENGETAHUI DENGAN
SEBENAR-BENARNYA DAN PENUH KEYAKINAN –DENGAN IZIN ALLAH TABARAKA WA
TA’ALA – BAHWA INILAH JALAN KESELAMATAN, JALAN KESUKSESAN, DAN INILAH
JALAN KEBENARAN.
Sebagian
orang telah terpeleset dari manhaj yang lurus dan menyimpang dari
al-Haq (kebenaran) karena adanya berbagai kerancuan padanya. Sehingga
engkau dapati dia mengatakan, “Jangan-jangan mereka yang benar,
sedangkan ternyata kalian diatas kebatilan?”, “Ataukah jangan-jangan
mereka ini, yang telah bersama mereka Fulan dan Fulan yang benar…?”, dan
berbagai bisikan-bisikan jahat lainnya.
Tidak
demikian seharusnya…, ini semua adalah bisikan-bisikan keraguan yang
muncul dari celah orang-orang yang yang tidak memiliki dasar keyakinan
bahwa Keselamatan itu sesungguhnya bersama Manhaj Salaf.
Seorang muslim yang berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, harus senantiasa yakin dengan sebenar-benarnya bahwa inilah al-Haq (kebenaran).
Ini
merupakan kaidah yang sangat penting, karena itu akan menolong dirinya
–dengan izin Allah Ta’ala – untuk selalu tegar kokoh di atas al-Haq dan
menolongnya agar tidak menyimpang dari kebenaran tersebut.
KAIDAH KETIGA
Yang aku nasehatkan untuk diri saya pribadi dan untuk seluruh saudara-saudaraku dengannya :
AGAR
KITA SELALU BERADA DI BARISAN ‘ULAMA KIBAR, YANG TELAH DIKENAL MEMBELA
DAKWAH SALAFIYYAH DAN MEMPERJUANGKANNYA. MEMPERJUANGKAN KEUTUHAN DAKWAH
SALAFIYYAH, SERTA MEMBANTAH PARA AHLUL AHWA’ DAN AHLUL BID’AH.
Berkat keutamaan (anugrah) dari Allah Ta’ala, didapati di setiap masa adanya Para ‘Ulama Kibar. Sebagaimana di masa sekarang ini, ada asy-Syaikh al-Albany, ay-Syaikh Bin Baz, asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin – rahmatullah ‘alaihim jamian – demikian pula asy-Syaikh Muqbil dan asy-Syaikh an-Najmy – rahmatullah ‘alaihim jamian –
Di antara saudara-saudara mereka di barisan ‘Ulama Kibar yang masih hadir di tengah-tengah kita di antaranya adalah asy-Syaikh
Rabi’ al-Madkhali, asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri, asy-Syaikh Zaid
al-Madkhali, asy-Syaikh Shalih as-Shuhaimi, asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin
Al-’Abbad, asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali, dan semisal dengan mereka.
Maka kita bergabung bersama dalam barisan Ulama Kibar, dan kita mengetahui bahwa al-Haq ada bersama mereka Biidznillah ‘Azza Wa Jalla. Kondisi ini persis seperti yang dituturkan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu :
لاَ
يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوا العِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ
وَعَن أُمَنَائِهِمْ، فَإِذَا أَخَذُوا ِمن صِغَارِهِمْ وَشِرَارِهِمْ
هَلَكُوا
“Manusia
akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka masih mengambil ilmu
dari Kibarul Ulama dan Ahlul Ilmi yang terpercaya. Namun apabila mereka
mengambilnya dari golongan rendahan dan orang-orang yang jelek, mereka
akan hancur binasa”.
Kaedah
ini harus engkau pahami sebaik mungkin, karena dengan kaedah ini engkau
akan bisa memahami kaedah berikutnya yang sangat berkaitan erat :
KAIDAH KEEMPAT
BAHWA PARA ULAMA YANG BENAR-BENAR DI ATAS AL-HAQ, MEREKA ITU BERBEDA-BEDA
Terdapat perbedaan di antara para ‘ulama dalam pengetahuan mereka tentang al-Haq dan kebatila, secara global ataupun terperinci.
Kaidah
ini benar-benar harus kita perhatikan. Karena kita mengetahui bahwa
‘ulama yang ini memiliki perhatian yang besar dalam membantah Ahlul
Bid’ah dan Ahlul Ahwa’ (pengekor hawa nafsu), demikian pula dalam pembelaan terhadap as-Sunnah, dan lain sebagainya.
Maka
‘ulama tersebut, yang memiliki perhatian yang besar dalam membantah
Ahlul Bid’ah dan Ahlul Ahwa’, beliau memiliki pengetahuan yang
terperinci dalam berbagai bid’ah yang ada. Maka ‘ulama tersebut lebih
dekat kepada kebenaran lebih dekat, lebih mengenali kebatilan.
Disisi
lain, terdapat pula sebagian di antara ‘ulama salafi yang kita sama
sekali tidak meragukan kesalafiyahannya, dan beliau termasuk orang yang
sangat kita cintai. Hanya saja beliau termasuk orang yang hendak
“berbaik sangka” (kepada sebagian ahlul bathil), dan beliau tidak
mengetahui hakekat keadaan gerombolan yang telah keluar masuk
mengacak-acak dan mengobrak-abrik agama Allah. Maka terkadang engkau
mendapati beliau terkadang masih membela mereka karena masih berbaik
sangka terhadap mereka. Beliau tidak mengetahuinya dan mengira bahwa
gerombolan tersebut berada di atas al-Haq. [1]
Bagaimana sikap seorang salafi terhadap para ‘ulama yang seperti ini ?
Sikapku adalah aku harus bisa membedakan para masyaikh salafiyyin, para masyaikh
sunnah. Seorang ‘ulama itu semakin dia mengenal kondisi gerombolan
orang tersebut (yang ternyata telah menyimpang, yang ternyata adalah
para pengusung kebatilan), maka dia akan semakin mendapat taufiq (dalam
berbagai kesimpulan dan penilaiannya) – dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla – dan beliau akan semakin dekat dengan kebenaran dengan izin Allah! [2]
Oleh
karenanya, asy-Syaikh Rabi’ misalnya, seluruh ‘ulama salafiyyin telah
mempersaksikan bahwa beliau adalah seorang yang banyak berkecimpung dan
mengenal seluk beluk hizbiyyah. Tidaklah beliau mengkritisi seseorang
kecuali akan didapatkan – insya Allah – persis sebagaimana yang
telah beliau terangkan. Pujian ini bukan diucapkan karena sebab
kefanatikan ataupun dalam rangka mengagungkan beliau, sama sekali tidak,
dan tidak. [3]
Mengapa
para ‘ulama mengatakan tentang asy-Syaikh Rabi’, bahwa beliau adalah
orang yang mendapatkan taufiq dan tepat dalam bantahan-bantahannya
terhadap Ahlul Bid’ah ?
Tentu
saja para ‘ulama tersebut mengatakan demikian tidak lain disebabkan
karena asy-Syaikh Rabi’ banyak berkecimpung membantah Ahlul Bid’ah
dengan berbagai macam bentuk bid’ah dan kesesatan mereka, baik dari
kalangan hizbiyyin, shufiyyin, rafidhah, dan lain sebagainya!
Asy-Syaikh
Rabi’ telah terjun langsung dalam permasalahan ini, sangat
berpengalaman, berinteraksi langsung dengan mereka (para ahlul batil dan
ahlul bid’ah), dan beliau sangat kenal dengan uslub-uslub mereka.
Sehingga seringnya beliau adalah orang yang mendapatkan taufiq (selalu
tepat dalam bantahan-bantahannya) berkat fadhilah yang Allah
anugerahkan. [4]
Dengan
kaidah ini, terjawablah semua syubhat yang terlontar di tengah-tengah
Salafiyyin. Syubhat yang muncul dalam selorohan “Bahwa Si Fulan yang
telah diJarh (dicerca) oleh ‘ulama, kenyataannya dipuji oleh sebagian ‘ulama salafiyyin lainnya”.
Maka dikatakan : “Bahwa para masyaikh Salafiyyun tersebut, tidak ada seorangpun yang berada di atas sunnah yang mencela mereka. Kami menganggap para ‘ulama tersebut demikian dan tidaklah kami mentazkiyah seorangpun atas nama Allah.
Namun
bagaimana mereka (para masyaikh salafiyun tersebut) memuji sebagian
orang yang telah menyimpang, yang telah dibantah oleh sebagian ‘ulama
yang lain?”
Jawabannya : “Apabila engkau menerapkan kaidah di atas, maka engkau akan mengetahui bahwa para ‘ulama yang telah mentazkiyah (memuji) sebagian orang yang telah terkena Jarh,
maka sesungguhnya ‘ulama tersebut tidak mengetahui dengan jelas
hakekat kondisi orang itu. Karena ‘ulama tersebut lebih sedikit
penelitiannya dalam masalah-masalah seperti ini (yakni terhadap kondisi
orang-orang yang terkena Jarh), sehingga terkadang sebagian permasalahan tersebut tersamarkan atas mereka”.
Bukan
karena para ‘ulama (yang memuji tersebut) sepakat/setuju dengan para
ahlul bid’ah, tidak sama sekali. Para ‘ulama adalah orang yang paling
jauh dari bid’ah. Namun ahlul bid’ah hadir bersimpuh di hadapan sebagian
para ‘ulama, kemudian menangis dengan air mata buaya. Mereka sok
menampilkan sunnah di hadapan para ‘ulama tersebut, dan menunjukkan
bahwa mereka menginginkan al-Haq, dan bahwa mereka terdzhalimi (dengan
adanya berbagai tuduhan). [5]
Sehingga
sebagian masyaikh pun terkadang membela mereka (para tokoh
menyimpang/ahlul batil tersebut) karena para ‘ulama tersebut mengira
bahwa mereka memang terzhalimi, dan bahwa mereka masih berjalan di atas
al-Haq.
Oleh
karena itu, apabila kita telah mengetahui kaidah ini, maka kita
berhasil melewati banyak dari berbagai musykilah (kerumitan) yang ada.
KAIDAH KELIMA
KASIH
SAYANG DAN CINTA YANG MENDALAM KEPADA SALAFIYYIN DAN ULAMA SALAFIYYIN
MERUPAKAN RAMBU-RAMBU YANG PENTING UNTUK MEMBEDAKAN ORANG YANG JUJUR DAN
PENDUSTA DALAM BERPEGANG TEGUHNYA DIA KEPADA MANHAJ SALAF.
Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salaf : “Barangsiapa
yang menyamarkan bid’ahnya atas kami, sesungguhnya tidak akan bisa
tersembunyi dari kami kecenderungan/kecintaannya”.
Kecenderungan/kecintaan (ulfah)
itu akan terlihat ketika dia merasa gembira dengan suatu ungkapan yang
muncul, dia akan cenderung kepadanya karena sebagai bentuk rasa cinta
dan kasih sayangnya kepada ungkapan dan orang-orang yang
mengungkapkannya, inilah arti ulfah.
Engkau akan sering temui seorang yang memiliki ulfah akan selalu tulus dan selalu merasa cocok dengannya, baik dalam perkara yang zhahir/tampak ataupun tersembunyi.
Sehingga
apabila ada seseorang yang mengaku sebagai seorang Salafy, namun kita
dapatkan pada dirinya tidak pernah menyebutkan para ‘ulama Salafiyyin,
tidak pernah menyebutkan para da’i salafiyyin, bahkan kita dapati
terkadang ia mencela para masyaikh Salafiyyin, dan ia tidak suka kalau nama-nama para ‘ulama Salafiyyin disebutkan.
Ini
adalah tanda yang sangat jelas menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang
yang buruk, ia memiliki kebencian terselubung, dan dirinya diliputi
niatan yang tidak terpuji.
KAIDAH KEENAM
Ini merupakan salah satu kaedah penting :
FITNAH
ITU APABILA TELAH DATANG MAKA MASUK PADANYA SEMUA MANUSIA DENGAN
BERBAGAI KEBOHONGAN, DAN TIDAKLAH BISA MENGENALI FITNAH TERSEBUT KECUALI
ULAMA. APABILA FITNAH ITU TELAH BERLALU (KARENA DIPADAMKAN OLEH PARA
ULAMA) MAKA SEMUA MANUSIA AKAN MENGENALINYA, KARENA AKIBAT-AKIBATNYA
YANG SANGAT JELEK.
Kaidah
ini mengisyaratkan kepada Manhaj yang sangat penting dalam menyikapi
fitnah yang terjadi. Yaitu hendaknya seorang muslim menjauhkan diri dari
berbagai fitnah dengan cara senantiasa bergabung dibelakang barisan
para ‘ulama kibar. Jangan ia berbicara tentang fitnah, dan hendaknya dia
meninggalkannya. Hendaknya dia melihat bimbingan para ‘ulama kibar
tentang fitnah-fitnah, kemudian hendaknya ia berpegang dengannya. Jangan
menyibukkan dirinya dalam gelombang fitnah.
Mengapa demikian ? Dikarenakan fitnah itu akan masuk padanya semua pihak untuk membuat kebohongan, tanpa dilandasi hujjah (argumentasi), burhan (bukti),
tidak pula ilmu. Turut terlibat dalam fitnah tersebut membuat waktu
tersia-siakan. Terkadang dengan keterlibatannya dalam fitnah tersebut,
seseorang justru menjadi pendukung kebatilan dan memerangi kebenaran
tanpa dia sadari, dan dia tidak memaksudkan itu.
Lalu bagaimana jalan keluar dari fitnah ?
Menjauhlah dirimu dari fitnah, bergabunglah
di belakang barisan ‘ulama kibar. Jangan kamu terjunkan dirimu dalam
fitnah. Serahkanlah urusan fitnah kepada Ulama Kibar, mereka yang akan
mengupasnya. [6]
Berhati-hatilah
engkau, jangan turut menyalakan fitnah, jangan mengikuti jejak fitnah,
jangan pula sok untuk berbicara tentang fitnah. Cukuplah bagimu bimbingan Ulama Kibar dalam mengenali fitnah.
Oleh karenanya engkau akan temui, di antara sebab yang menjerumuskan
sebagian generasi muda dan para da’i dalam kubangan fitnah, adalah
tampilnya mereka dalam keruwetan dan tidak menjauhkan diri darinya.
KAIDAH KETUJUH
Saya
nasehatkan kepada diri saya pribadi dan kepada saudara-saudaraku, yaitu
dengan suatu kaidah yang telah ditetapkan dan dikenal, akan tetapi
perlu selalu kita mengulanginya dan kembali meyebutkannya :
HENDAKNYA
SELALU BERGABUNG DALAM BARISAN ULAMA SALAFIYYIN, DAN MENJAUHKAN DIRI
DARI AHLUL BID’AH DAN AHLUL AHWA’. HENDAKNYA MENJAUH DARI ORANG YANG
TIDAK JELAS BESERTA ORANG-ORANG YANG TELAH MENDAPATKAN TAHDZIR. ATAUPUN
ORANG-ORANG YANG TAMPAK DARINYA PERMUSUHAN TERHADAP ULAMA SALAFIYYIN, DAN ORANG-ORANG YANG TAMPAK DARI SELA-SELA UCAPANNYA SESUATU YANG MENUNJUKKAN TIDAK ADA KECENDERUNGAN KEPADA SALAFIYYIN
Ini
adalah perkara yang sangat penting. Karena sebagian generasi muda
Salafiyyin terkadang berada di sekitar seseorang, yang sebenarnya ia
bukanlah seorang salafi, namun berpenampilan salafi. Para pemuda
berkerumun disekitar orang tersebut, sehingga dia pun “membina” (para
pemuda tersebut) kepada apa yang dia maukan, berupa berbagai fitnah dan
petaka. Setelah mapan, kemudian dia memecahkan diri dari Salafiyyin, dan
jadilah barisan Salafiyyin di daerah tersebut terpecah menjadi dua
bagian atau bahkan lebih. (dan sebenarnya pecahan-pecahan tersebut, tidak bisa lagi dianggap sebagai salafy,pent).
Kemudian, mengapa saya justru ikut campur dalam urusan ini ?
Sesungguhnya
saya menuntut ilmu di sisi para Ulama Salafiyyin, atau di sisi seoorang
yang direkomendasi ‘ulama salafiyyin, atau kepada orang yang memang
jelas, dikenal nyata sebagai seorang Salafy, berdakwah kepada manhaj
salaf idan tidak sedikitpun didapatkan padanya tahdzir.
Ini
juga merupakan salah satu kaedah penting, karena kita yakin bahwa
seseorang jika ingin meminum air, ia akan memilih air yang bersih jernih
sehingga ia tidak terserang penyakit karena kotornya air yang
diminumnya.
Maka
kita katakan, demikian juga dengan ilmu. Sesungguhnya Ilmu jauh lebih
penting dari air, dan lebih penting daripada makanan dan minuman, karena
seseorang membutuhkan ilmu terus-menerus. Sesungguhnya mengambil ilmu
yang jernih dari Ahlul Ilmi yang dikenal beningnya dalam manhaj dan
aqidah ini merupakan suatu kewajiban secara syar’i. Hal ini lebih
selamat untuk ditempuh agar terhindar dari berbagai penyakit hati dan
syubhat. Terhindarkan dari terjerumusnya dalam fitnah. Oleh karenanya
banyak ditemui dari generasi muda dan para da’i yang menyimpang dan
tersesat karena sebab tidak memperhatikan mengikuti kaedah ini.
Seorang
Salafy harus menjauh dari Ahlul bid’ah yang sesat, ini sudah sangat
gamblang. Akan tetapi permasalahannya adalah apabila ia tidak menjauh
dari orang-orang yang menampakkan perkara-perkara yang rancu
membingungkan, tidak pula ia menjauh dari orang-orang yang sudah terkena
tahdzir dari sisi ‘ulama, meskipun sekilas ia menampilkan as-Sunnah.
Namun para ‘ulama sedang membantahnya, menuntutnya untur rujuk dari
kebathilan, dan para ‘ulama juga tengah menjelaskan kesalahan-kesalahan
dan ketergelincirannya. Maka menyikapi tokoh-tokoh yang seperti itu,
yang lebih selamat dan lebih utama bagi seseorang adalah menjauhi
tokoh-tokoh seperti mereka itu.
Sebagaimana
ungkapan yang dituturkan oleh Ahlul Ilmi : “Pada (hadits) yang shahih
itu sudah terdapat kecukupan (tidak butuh lagi) kepada (hadits) yang
dha’if”.
Demikian juga yang kita katakan : “Pada
para ‘Ulama Salafiyyin, kitab-kitabnya, rekaman-rekamannya itu terdapat
kecukupan dan tidak butuh lagi kepada Ahlul Bid’ah serta Ahlul Ahwa’.
Tidak butuh pula dengan orang-orang yang sudah terkena Jarh, serta tidak membutuhkan orang-orang yang tidak berprinsip dan tidak punya pendirian (dalam bermanhaj).”
Kita
tidak membutuhkan mereka, ini adalah Agama Allah, kita tidak main-main
padanya. Setiap orang akan bertanggung jawab atas perkara ini. Hendaknya
dia tinggalkan fanatisme terhadap tokoh-tokoh tertentu, tinggalkan
fitnah dan segala yang bisa memunculkan fitnah pada dirinya, meskipun
dirinya merasa memiliki ilmu yang luas, dan lain sebagainya.
Kaedah ini saling berkaitan erat dengan Kaedah berikutnya :
KAIDAH KEDELAPAN
Hendaknya kita ketahui bersama bahwa : ORANG-ORANG YANG BERADA DI ATAS AL-HAQ (KEBENARAN) DAN BERPEGANG TEGUH DENGANNYA, MAKA DIRINYA MASUK KATEGORI “KABIR” (ORANG-ORANG BESAR).
SEORANG
YANG BERADA DI ATAS SUNNAH DAN BERPEGANG TEGUH DENGANNYA SERTA BERJALAN
DI ATAS MANHAJ SALAFY MAKA DIRINYA MASUK KATEGORI “KABIR” DENGAN
AL-HAQ YANG IA BERJALAN DIATASNYA. SUNGGUH DIA BERADA DI ATAS KEBAIKAN
YANG SANGAT AGUNG –BIIDZNILLAH TA’ALA-.
Adapun barangsiapa yang menyelisihi al-haq, memusuhi, dan tetap bertahan di atas kebatiilannya maka ia “Shagir” (orang kecil/rendahan), meskipun ilmunya banyak.
Sehingga
ilmu diambil dari golongan pertama diatas, dan tidak diambil dari
golongan kedua. Ilmu diambil dari orang yang berada di atas al-Haq dan
tidak diambil dari orang yang menyimpang dari al-Haq.
KAIDAH KESEMBILAN
Ini merupakan kaedah yang penting, aku nasehatkan diriku dan saudara-saudaraku berpegang dengannya :
MASING-MASING ORANG HENDAKNYA INSTROSPEKSI ATAS DIRI PRIBADINYA, BAIK DALAM UCAPAN ATAUPUN PERBUATANNYA.
Terkadang
syaithan mendatangi salah seorang di antara kita, kemudian syaithan
menjadikan dirinya ikut campur mengomentari berbagai ucapan, sehingga
dirinya lancara berbicara tentang beberapa orang ataupun mengomentari
saudara-saudaranya karena ingin membalas dalam perkara-perkara yang
dilatarbelakangi kepentingan pribadi. Dirinya tampil berbicara
seakan-akan sedang memperjuangkan Manhaj Salaf.
Maka hendaknya seseorang berusaha meluruskan niatnya, mengingkat pengawasan Allah ‘azza wa Jalla terhadapnya,
tidak boleh mendzhalimi saudaranya, dan dia mengetahui apabila dirinya
mau berdusta ataupun menampakkan sesuatu berbeda dengan yang ada dalam
dirinya, sungguh Allah pasti mengetahuinya.
Sering
kita temui dalam berbagai fitnah yang muncul di tengah-tengah
Salafiyyin, mereka beramai-ramai menyerang seseorang, membantahnya,
padahal saudara kita ini meskipun memiliki kesalahan-kesalahan, masih
memungkinkan untuk dinasehati dengan hikmah dan lemah lembut. Dirinya
masih bisa diluruskan dengan etika yang baik tanpa harus disikapi dengan
keras, ataupun dicela yang justru akan mengakibatkan dirinya keluar
dari lingkaran Salafiyyah.
Demikian
cara kita bermuamalah dalam perkara fitnah yang menyebabkan sebagian
salafiyyin terjatuh didalamnya. Demikian pula cara kita bermuamalah
bersama sebagian Salafiyyin yang menampakkan ketulusan mencari al-Haq. [7]
Adapun
jika yang kita hadapi adalah orang-orang yang menampakkan permusuhan,
bertahan di atas kebatilan, enggan menyambut al-Haq, ini adalah
ciri-ciri orang yang menyimpang dan menjauh dari al-Haq seperti ‘Ali
al-Halaby dan para pengikutnya. [8]
KAIDAH KESEPULUH
Diantara prinsip penting dalam permasalahan ini : ILMU, ILMU
Banyak
kita dapatkan di tengah-tengah Salafiyyin, seorang salafy akan tetapi
tidak menghadapkan dirinya mencari ilmu, dirinya tidak mau mempelajari
Ilmu. Enggan membaca bimbingan ilmu dari para Ulama Kibar, tidak
mendengarkan rekaman-rekaman Ulama. Ilmu, sungguh kita sangat amat
membutuhkannya. Dengan sebab ilmu –biidznillah- akan membuahkan Rasa
Takut kepada Allah. Dengan ilmu kita bisa mengenali mana yang Haq dan
mana yang batil beserta perinciannya. Dengan ilmu engkau mengetahui
bagaimana beribadah kepada Allah. Dengan Ilmu engkau bisa tahu bagaimana
menyikapi berbagai kejadian dan permasalahan yang terjadi.
Banyak
permasalahan yang timbul di tengah-tengah Salafiyyin, asal muasal
kemunculannya disebabkan kejahilan dari Ilmu Syar’i, ataupun mengikuti
hawa nafsu, dan berbangga dengan hasil pemikiran pribadi.
Sebagaimana disebutkan dalam Hadits dari shahabat Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ : هَوَى مُتَّبَعٌ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَإِعْجَابُ المَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan: Hawa Nafsu yang dituruti, rakus yang ditaati, dan kebanggaan terhadap diri pribadi”.
Seandainya
engkau katakan kepadanya kalimat berupa nasehat, dia tidak mau
mendengarkan. Bahkan dia justru mengatakan kepadamu : “Ah tidak begitu,
tapi menurut saya pribadi justru begini…”, “Kamu itu siapa, sok bisa
ikut berpendapat”,
Apa
kamu punya ilmu untuk bisa menjaga dirimu sendiri dari segala jenis
ketergelinciran dan penyimpangan?. Tidak akan kita dapatkan (orang yang memiliki salah satu sifat dari tiga sifat diatas yang mau menerima nasehat,pent) Kecuali orang yang Allah rahmati.
Maka
Ilmu berada pada posisi penting dalam Manhaj Salafy. Baik Ilmu terkait
dengan bantahan (terhadap kebatilan dan ahlul batil), Ilmu dalam
pembahasan Tauhid dan Fiqih atau ilmu lainnya yang menyangkut dengan
peribadatan yang diamalkan oleh seorang muslim kepada Rabbnya setiap
hari.
KAIDAH KESEBELAS
Aku
tutup pembicaraanku, meskipun sebenarnya masih banyak sekali yang harus
disampaikan. Aku tutup dengan kaidah yang terakhir, meskipun yang lebih
layak justru diletakkan sebagai kaidah yang pertama. Akan tetapi karena
kita semua sudah mengetahuinya…
yaitu IKHLAS KEPADA ALLAH,
menghadapkan
wajah hanya kepada-Nya dengan kita memanjatkan do’a agar dijauhkan dari
berbagai fitnah, dan semoga Allah menunjukkan kita ke jalan yang lurus,
melimpahkan taufiq kepada kita di atas al-Haq, menjauhkan diri kita
dari segala bentuk perselisihan. Kita harus memohon kepada Allah pada
perkara-perkara seperti ini, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memohon perlindungan kepada Allah dari sifat nifaq dan penyimpangan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selalu memohon ketegaran.
Beliau berdoa sebagaimana disebutkan dalam hadits :
اِهْدِنِي لِمَا اخُتُلِفَ فِيهِ مِنَ الحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
“Berikanlah
petunjuk kepadaku kepada al-Haq tentang apa yang mereka perselisihkan
-dengan izinmu-, sesungguhnya Engkau Ya Allah memberikan petunjuk kepada
siapapun yang Engkau kehendaki”.
Jikalau
kita perhatikan sebagian Salafiyyin, kita dapati sebagian mereka tidak
menghadapkan wajah kepada Allah untuk meminta permohonan agar
diselamatkan dari berbagai fitnah. Bahkan dia merangsek maju dengan
berangan-angan untuk bisa merubah keadaan, mengerjakan ini dan itu,
membantah…, jangan demikian, jangan.
Permasalahannya
bukanlah sekedar angan-angan. Jangan kalian berangan-angan untuk bisa
bertemu musuh. Fitnah adalah musuh kita. Seseorang janganlah
berangan-angan untuk bisa bertemu dengan musuh. Akan tetapi bila
ternyata dia bertemu musuh, maka hendaknya dia tegar dan kokoh di atas
al-Haq dengan cara senantiasa bersama Ulama Kibar dan menjauh dari
fitnah serta tidak ikut menceburkan diri padanya, sebagiamana telah lalu
penjelasannya.
Namun
apabila dia berangan-angan maka ini sikap dan tindakan yang buruk.
Tidak memohon kepada Allah agar dikokohkan di atas al-haq, tidak meminta
kepada Allah agar menjadikan dirinya termasuk orang-orang yang
mengamalkan al-haq, yang jauh dan menjauhkan dari kebatilan. Tidaklah
diragukan lagi bahwa sikap seperti ini merupakan celaan.
Wajib
atas salafiyyin semuanya, agar menghadapkan wajah-Nya kepada Allah,
memohon agar diberikan petunjuk di atas al-Haq dan kokoh di atas
kebenaran.
Aku
memohon kepada Allah agar memberikan manfaat kepada diri saya pribadi
dan kalian semua dengan apa yang telah kita ucapkan dan dan kita
dengarkan. Semoga Allah jadikan rangkaian kata ini sebagai hujjah
pembela kita di hadapan Allah dan bukan menjadi penghujat atas diri-diri
kita semua.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين
(diterjemahkan oleh ust. Hamzah Lafirlaz. Edit dan catatan kaki oleh admin dammajhabibah.net)
[1] Seperti Abul Hasan dan ‘Ali Hasan al-Halabi yang masih dibela oleh sebagian pihak dari kalangan ‘ulama.
[2]
Sebagaimana asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, asy-Syaikh Ahmad
an-Najmi, asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri, dan para ‘ulama sunnah lainnya,
yang sangat mengerti seluk beluk penyimpangan Ihya’ut Turats,
‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, Abu Ishaq al-Huwaini, al-Maghrawi, Abul
Hasan al-Ma’ribi, ‘Ali Hasan al-Halabi, dan yang lainnya.
[3]
Sehingga pujian para ‘ulama Kibar terhadap asy-Syaikh Rabi’ – baik
pujian asy-Syaikh Bin Baz, asy-Syaikh al-Albani, dan asy-Syaikh
al-’Utsaimin, serta para ‘ulama sunnah lainnya – memiliki arti dan
kedudukan yang penting. Bukan seperti yang diucapkan oleh para
Halabiyyun, bahwa pujian para ‘ulama terhadap asy-Syaikh Rabi’ tersebut
adalah pujian-pujian yang sudah lama. Atau pujian tersebut sifatnya
global.
Ada pula cara mereka mementahkan berbagai rekomendasi dan
dukungan para ‘ulama kibar terhadap manhaj asy-Syaikh Rabi dan
bantahan-bantahan beliau terhadap ahlul bid’ah, yaitu dengan mengatakan
bahwa pujian-pujian tersebut tidak menjadikan asy-Syaikh Rabi’ ma’shum.
Subhanallah,
inilah bualan-bualan mereka dalam rangka menafikan berbagai dukungan
para ‘ulama terhadap asy-Syaikh Rabi’ dan manhaj beliau dalam membantah
dan mentahdzir ahlul bid’ah. Dengan itu, para Halabiyun ingin
mengesankan kepada umat, bahwa manhaj asy-Syaikh Rabi’ tidak didukung
oleh para ‘ulama Kibar.
[4]
Mengingatkan kita pada surat-surat asy-Syaikh Bin Baz kepada asy-Syaikh
Rabi’ yang meminta kepada beliau membantah kebatilan ahlul batil. Juga
pengakuan asy-Syaikh al-’Utsaimin ketika beliau ditanya tentang
kesesatan Sayyid Quthb, beliau mengarahkan si penanya untuk merujuk
beberapa kitab ‘ulama tentang hal itu, di antaranya karya asy-Syaikh
Rabi’. Sebagaimana dalam jawaban beliau berikut ini,
“Penelitianku terhadap karya-karya tulis Sayyid Quthb sedikit, dan aku tidak tahu tentang kondisi orang ini, namun para ‘ulama telah menulis tentang sesuatu yang berhubungan dengan karyanya di bidang tafsir “Fii Zhilal al-Qur’an”
dan mereka telah menulis berbagai catatan (kritikan) terhadap kitabnya
di bidang tafsir tersebut, seperti yang ditulis oleh asy-Syaikh
‘Abdullah ad-Duwaisy rahimahullah, dan saudara kami asy-Syaikh
Rabi’ al-Madkhali telah menulis berbagai catatan (kritikan) terhadap
kitabnya di bidang tafsir dan yang lainnya, barangsiapa yang ingin
merujuknya maka silakan merujuknya.”
Tentunya hal ini menunjukkan ketsiqahan (kepercayaan) beliau terhadap ilmu, aqidah,manhaj dan akhlaq asy-Syaikh Rabi’.
[5]
Demikianlah, yang dilakukan oleh sebagai tokoh menyimpang/ahlul bid’ah,
tatkala ‘ulama sunnah tampil membongkar kedok-kedok dan membantah
syubhat-syubhat mereka, sehingga tampak jelas berbagai kebatilan mereka
di hadapan umat. Maka mereka datang kepada ‘ulama lainnya, yang belum
mengetahui kondisi mereka sebenarnya. Menampakkan sunnah, dan
mengesankan bahwa dirinya selama ini terzhalimi, dan bahwa segala
tuduhan terhadapnya adalah tidak benar.
[6]
Artinya kita berbicara sebagaimana para ‘ulama kibar telah menyimpulkan
dan jangan melancanginya. Misalnya ketika terjadi Fitnah Hajuriyah atau
Fitnah Halabiyyah janganlah lancang ikut-ikutan berbicara dan menilai
dengan pendapat masing-masing. Namun lihat dan dengarlah bagaimana
bimbingan ‘ulama kibar dalam masalah ini. Ketika para ‘ulama kibar telah
memberikan penilaian dan tahdzir dari bahaya Fitnah Hajuriyah dan
Fitnah Halabiyyah tersebut, maka ikuti dan pegang erat nasehat tersebut.
Sampaikanlah kepada umat fatwa dan nasehat para ‘ulama kibar tersebut.
Ada
sebagian pihak, yang mengatakan bahwa dirinya tidak mau turut campur
dalam fitnah. Masalah fitnah biarlah para ‘ulama yang berhak berbicara.
Namun sayang, dia tidak mau tahu bimbingan, fatwa, dan nasehat para
‘ulama kibar. Ketika disampaikan bahwa ‘ulama kibar telah berfatwa dan
mentahdzir dari fitnah tersebut, dia masih mengatakan bahwa dirinya
tidak ikut-ikutan fitnah. Tidak pula dia mau menukilkan dan menyampaikan
bimbingan dan fatwa ‘ulama kibar kepada umat. Allahul Musta’an. Suatu sikap yang justru membingungkan umat dan menimbulkan fitnah baru.
[7]
Yakni misalnya saudara-saudara kitab Salafiyyin Ahlus Sunnah, yang
menginginkan kebenaran dan kebaikan, tapi tanpa dia sadari terseret
kepada bid’ah-bid’ah halabiyyin. Masih menaruh respek terhadap ‘Ali
al-Halabi karena kitab-kitabnya yang banyak. Atau masih kagum dengan
penulis Madarikun Nazhar. Namun saudara-saudara kita Salafiyin tersebut
adalah orang-orang yang sangat bisa menerima nasehat. Apabila dijelaskan
siapa ‘Ali al-Halabi dan tokoh semisalnya, dia akan mudah menerima.
[8] Para pengikut fanatik ‘Ali al-Halabi, di antaranya berkumpul di situs Kulassalafiyeen.
Sumber : dammajhabibah.net
download e-book klik gambar berikut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar