Beribadah
kepada Allah merupakan perkara yang amat penting dan memiliki kedudukan
tinggi. Karenanya, Allah dan Rasul-Nya menetapkan bahwa ibadah
yang sah dan mendapatkan pahala adalah ibadah yang didasari oleh dua
syarat: ikhlash dan mutaba’ah (mengikuti petunjuk Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-). Jadi, ibadah bukanlah permainan atau sesuatu yang tak memiliki aturan!!
Ibadah tidak hanya butuh keikhlasan niat dalam menunaikannya, tapi juga
harus mutaba’ah (mengikuti sunnah atau petunjuk Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam-)!!!
Banyak orang ikhlas dalam beribadah kepada Allah, tapi caranya yang salah dan tidak mengikuti sunnah (petunjuk) Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
sehingga disana-sini sering kita menemukan praktek ibadah yang aneh dan
asal-asalan. Mereka mengerjakannya dengan niat ikhlas karena
menginginkan pahala dan ridho Allah, tapi mereka kerjakan asal-asalan,
dan keluar dari rel syariat Allah.
Praktek ibadah asal-asalan ini
banyak kita temukan di lapangan. Mereka rajin sholat, mengaji,
berdizikir, dan lainnya. Hanya saja mereka salah dalam mengerjakan.
Tengok saja kepada sebagian kaum muslimin yang jahil, ada diantara
mereka khusyu’ sholat, dan mengaji, tapi cara dan prakteknya salah.
Mereka sholat dan mengaji dengan penuh ketekunan di atas pusara dan
kuburan orang-orang yang mereka anggap sebagai wali Allah atau orang
sholih. Bahkan ada diantara mereka yang melakukan tirakatan (i’tikaf)
dengan berdiam diri dan bermalam di kuburan Wali Songo.
Anggaplah
mereka ikhlas, tapi mereka salah dalam menunaikan ibadah!! Sebab mereka
menyalahi Sunnah dalam hal kaifiah dan tata cara mengerjakannya. Di
dalam Sunnah dijelaskan bahwa ibadah, seperti sholat, membaca Al-Qur’an,
dzikir, nadzar, dan lainnya bukan dikerjakan di kuburan.
Mereka
datang kesana beribadah karena mereka meyakini bahwa mengharapkan berkah
tempat atau pusara tersebut. Kebiasaan salah seperti ini amat laris di
kalangan orang-orang yang jahil tentang agamanya; mereka meyakini bahwa
segala yang ada di sekitar tanah kuburan para nabi, wali atau orang
sholih yang mereka datangi adalah tempat yang diberkahi, bahwa beribadah
disitu tak sama nilainya dengan beribadah di tempat lainnya, walaupun
itu di masjid!! Sungguh ini adalah kesalahan yang fatal!!!
Bukankah
kita telah dilarang oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- beribadah
di kuburan, karena beliau mengkhawatirkan terjadinya pengkultusan dan
penuhanan terhadap makhluk??! [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 252-253)]
Perkara itu telah dilarang dan dikecam oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits dari Ummul Mu’minin, A’isyah -radhiyallahu anha-,
أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَنِيسَةً رَأَتْهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ فَذَكَرَتْ لَهُ مَا رَأَتْ فِيهَا مِنْ الصُّوَرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمْ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ“Ummu Salamah pernah menyebutkan kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- tentang sebuah gereja yang ia lihat di negeri Habasyah. Gereja itu disebut dengan Gereja Mariyah. Kemudian Ummu Salamah menyebutkan kepada beliau sesuatu yang ia lihat di dalam gereja itu berupa gambar-gambar. Lantaran itu, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Mereka adalah kaum yang apabila ada hamba sholih atau orang sholih telah meninggal diantara mereka, maka mereka pun membangun di atas kuburannya suatu masjid, dan membuat gambar-gambarnya (lukisan atau foto) di dalam masjid tersebut. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah”. [HR. Al-Bukhoriy di dalam Shohih-nya (no. 427, 434, 1341 dan 3878) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 528)]
Orang-orang
Nashoro sungguh telah mengumpulkan dua keburukan: keburukan yang timbul
karena mengagungkan kubur, dan keburukan mengkultuskan gambar
orang-orang sholih.
Al-Imam Al-Qurthubiy -rahimahullah- berkata, “Para
pendahulu kaum Nashoro hanyalah membuat gambar-gambar itu agar mereka
dapat berteladan kepada orang-orang sholih itu, dan mengingat jasa-jasa
baik mereka. Lantaran itu, mereka dapat bersungguh-sungguh seperti
kesungguhan orang-orang sholih tersebut. Mereka (kaum Nashoro) dulu
menyembah Allah di sisi kubur orang-orang sholih. Kemudian mereka
diganti oleh generasi yang tidak lagi mengetahui tujuan mereka (dalam
beribadah kepada Allah di sisi kubur itu). Setan pun membisikkan kepada
mereka bahwa para pendahulu mereka yang lalu telah menyembah dan
mengagungkan gambar-gambar itu. Karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam- mengingatkan bahaya perbuatan seperti ini demi menutup jalan
yang mengantarkan kepada hal itu”. [Lihat Taisir Al-Aziz Al-Hamid (hal. 256) karya Syaikh Al-Qodhi Sulaiman bin Abdillah An-Najdiy, dengan tahqiq Abu Ya’laa Muhammad Aiman bin Abdillah As-Salafiy, cet. Alam Al-Kutub, 1419 H]
Kenapa
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang kita beribadah di sisi
kuburan, bahkan beliau melaknat orang yang sholat di sisi kubur? Jawaban
dan alasannya, karena beliau khawatir setan akan menggelincirkan
manusia kepada penyembahan makhluk, baik dalam waktu yang cepat atau
lambat. Itulah kesyirikan yang diharamkan!!
Syaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata, “Alasan
inilah yang karenanya Penetap Syariat (Nabi) -Shallallahu alaihi wa
sallam- melarang untuk membuat masjid di atas kubur. Karena itulah yang
menjerumuskan kebanyakan umat manusia, entah ke dalam syirik besar atau
syirik kecil. Sebab jiwa manusia sungguh telah melakukan kesyirikan pada
gambar atau arca, dan juga pada gambar/arca yang mereka sangka bahwa
itu adalah symbol bagi benda-benda langit dan sejenisnya. Karena berbuat
syirik pada kubur orang sholih yang diyakini kesholihannya adalah lebih
melengket di jiwa dibandingkan kesyirikan pada kayu atau bebatuan. Karena inilah, anda
akan menemukan pelaku kesyirikan lebih fokus di sisi kubur orang
sholih, dan lebih khusyu’, tunduk, dan beribadah dengan jiwa mereka
dengan suatu ibadah yang mereka tak pernah lakukan di rumah-rumah Allah,
dan tak pula di waktu sahur. Diantara mereka ada yang bersujud
menghadap kepadanya. Kebanyakan diantara mereka mengharapkan berkah
sholat dan doanya di sisi kubur, sementara mereka tak pernah
mengharapkan hal itu di masjid-masjid. Karena mafsadah (kerusakan)
seperti inilah, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menghapuskan jalan
dan sebab (menuju kesyirikan) sampai beliau melarang sholat di kuburan
secara mutlak, walaupun orang yang mau sholat tidaklah menginginkan
berkah tanah kuburan karena sholat (disitu)”. [Lihat Iqtidho’ As-Siroth Al-Mustaqim (1/334)]
A’isyah dan Ibnu Abbas -radhiyallahu anhum- berkata,
لَمَّا
نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ
يَطْرَحُ خَمِيصَةً عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ كَشَفَهَا عَنْ
وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ
وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا
صَنَعُوا
“Tatkala kematian turun
(mendekat) kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, maka beliau
pun mulai menutupkan pakaian khomishoh pada wajahnya. Bila panasnya
sudah memuncak, maka beliau menyingkap pakaian itu dari wajahnya, seraya
bersabda –sedang beliau dalam kondisi seperti itu-, “Laknat Allah atas kaum Yahudi dan Nashoro. Mereka telah menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah)”.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mengingatkan keburukan sesuatu yang mereka kerjakan”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 3453, 3454, 4443 dan 4444), dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 531)]
Dalam riwayat lain, dari A’isyah dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, beliau bersabda saat sakitnya yang beliau meninggal di dalamnya,عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا قَالَتْ وَلَوْلَا ذَلِكَ لَأَبْرَزُوا قَبْرَهُ غَيْرَ أَنِّي أَخْشَى أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا“Allah telah melaknat kaum Yahudi dan Nashoro; mereka telah menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid”. A’isyah berkata, “Andai bukan karena hal itu, maka mereka (para sahabat) akan menampakkan kubur beliau. Hanya saja beliau sendiri khawatir kalau dijadikan sebagai masjid”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 1330 dan 4441), Muslim dalam Shohih-nya (no. 529) dan Ahmad dalam Al-Musnad (6/80 dan 121)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “Tujuan
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah mencela kaum Yahudi dan
Nashoro, karena mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai
tempat-tempat ibadah”. [Lihat Fathul Bari Syarh Shohih Al-Bukhoriy (6/607) karya Ibnu Hajar Al-Asqolaniy, dengan tahqiq Asy-Syibl, cet. Dar As-Salam, 1421 H]
Jundub bin Abdillah -radhiyallahu anhu- berkata,
سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ
بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي
مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا
كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ
أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ
وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Aku
telah mendengarkan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- lima hari sebelum
beliau meninggal, sedang beliau bersabda, “Sungguh aku berlepas diri
kepada Allah kalau ada seorang kholil (kekasih setia) bagiku dari
kalangan kalian, karena Allah -Ta’ala- sungguh telah menjadikanku
sebagai kholil sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai Kholil.
Andai aku mengangkat seorang kholil, maka aku akan jadikan Abu Bakr
sebagai kholil. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dulu
menjadikan kubur nabi-nabi dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid.
Ingatlah, jangan jadikan kubur sebagai masjid. Sesungguhnya aku
melarang kalian dari hal itu”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 532), dan Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (no. 1686)]
Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy -rahimahullah- berkata, “Sungguh
beliau melarang hal itu di akhir hayatnya. Kemudian beliau melaknat
–sedang itu ada dalam teks hadits- orang yang melakukan hal itu. Sholat
di sisi kubur termasuk dalam laknat, walaupun belum dibangun masjid.
Itulah makna ucapan A’isyah, “Beliau khawatir kalau kubur beliau dijadikan sebagai masjid”. Karena,
para sahabat dahulu tidak membangun di sekitar kubur sebuah masjid.
Setiap tempat yang dituju untuk sholat padanya, maka sungguh ia telah
dijadikan sebagai masjid. Bahkan setiap tempat yang ditempati sholat,
maka ia disebut masjid”. [Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 91) karya As-Sa’diy]
Jadi,
membangun masjid di atas kubur adalah haram. Demikian pula, haram
hukumnya mengubur mayat di lokasi masjid, apalagi di arah kiblat.
Karena, semua ini akan mengantarkan kepada pengkultusan dan penyembahan
kepada selain Allah. Jika tidak, maka minimal pelakunya telah menyerupai
kebiasaan kaum kafir dan Nashoro.
Orang-orang yang menjadikan
kubur sebagai masjid alias tempat beribadah adalah seburuk-buruk makhluk
sebagaimana dalam sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-,
إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ“Sesungguhnya diantara seburuk-buruk manusia, orang yang dijumpai hari kiamat, sedang ia masih hidup, dan orang yang menjadikan kubur sebagai masjid (tempat ibadah)”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (1/405 dan 435), Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya (no. 789), dan Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 6808—Al-Ihsan). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ahkam Al-Jana’iz (hal. 217)]
Para pembaca yang budiman, dari hadits-hadits tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan :(1) Haram menjadikan kubur sebagai masjid dan tempat ibadah, dan (2) Terlarang sholat di masjid-masjid yang ada kuburnya, baik kuburnya di dalam masjid atau di lokasi masjid, serta (3) Jika
ada yang berwasiat (imam masjid atau pemilik masjid dan lainnya) agar
ia dikubur di lokasi masjid, maka haram hukumnya memenuhi wasiat itu,
sebab khawatir anda akan terkena laknat dan dianggap sebagai
seburuk-buruk makhluk di sisi Allah!! Nas’alullahal afiyah was salamah.
oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-
[Pengasuh Ponpes Al-Ihsan Gowa, Sulsel]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar