Pembukaan
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن ولاه
Pembaca rahimakumullah, keinginan menulis tentang Ali Hasan al-halabi kembali muncul di benak saya sebagai hamba faqir yang selalu mencari maghfirati rabbi…Keinginan itu semakin mantap ketika melihat bahwa para ulama’ kibar semacam lajnah
daimah, syaikh al-Fauzan, Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Muhammad bin Hadi, Syaikh Ahmad Bazmul, Syaikh Muhammad Bazmul, dan banyak ulama’ lainnya yang membantah serta mengkritik habis-habisan akan sosok yang konon termasuk peringkat teratas dari deretan murid-murid Syaikh Al-Albani Rahimahullah, yaitu Ali Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Hadahullah….
Ditambah lagi, kemantapan itu semakin kokoh ketika menyaksikan betapa minimnya pengetahuan saudara-saudaraku fillah tentang sepak terjang Ali Al-Halabi dalam meruntuhkan dakwah dan kaedah-kaedah salafiyyah….. dibarengi dengan keyakinan saya, bahwa saudara-saudaraku tersebut begitu mengharapkan kebaikan, merindukan kebenaran, dan menantikan cahaya yg menerangi langkah mereka (1), hanya saja mereka belum diberi taufiq untuk mendapatkan itu semua….
Saudaraku fillah, beberapa pertanyaan dan komentar para pengunjung telah masuk ke blog mungil ini dan sudah pengelola terima tentang bantahan-bantahan ulama yang saya muat di sini terkait dengan Ali Hasan al-Halabi. Sebagiannya saya tanggapi dan sebagiannya lagi tidak, karena pertanyaannya semakna dengan yang saya jawab sebelumnya dan sudah saya tampilkan….
Saya memahami bahwa komentar2 mereka tersebut didasari ketidakpahaman mereka tentang manhaj yang benar dan tentang kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh Hasan Al-Halabi…. dan juga kekaguman mereka akan keilmuan Ali Hasan Al-Halabi… sehingga itu semua membuat mereka mementahkan setiap bantahan para ulama’ kibar Rahimahumullah
Beranjak dari itu semua, saya memohon kepada Allah untuk memulai silsilah ilmiyyah bantahan para ulama’ terhadap Ali Hasan Al-Halabi…. Semoga Allah mengikhlaskan niatku, memantapkan langkahku, dan melipatgandakan pahalaku…
Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Dzat Yang mengetahui perkara ghaib, Pengatur segala sesuatu dan Pemiliknya…. berilah manfaat dengan tulisan sederhana ini setiap orang yang membacanya dan mengambil faedah darinya…
Para pembaca rahimakumullah…, Seperti yang sering kami
sebutkan, bahwa satu dari sekian banyak keyakinan bathil Al-Halabi
adalah memuji para tokoh sesat yang telah di tahdzir oleh para ulama’ rahimahumullahu ta’ala….
Tentu saja perbuatannya itu menyalahi qo’idah yang telah ditetapkan dan
disepakati para ulama’ ahlussunnah dari waktu ke waktu, yaitu tidak
boleh seorang sunni memuji, berjalan, dan membenarkan tokoh-tokoh sesat.
Ali Al-Halabi, ketika menyadari bahwa produk-produk barunya
tersebut menyelisihi manhaj/metode para ulama’, tentu dia juga
menyadari bahwa para konsumen tidak akan menerimanya kecuali jika
dipoles oleh label-label cantik disertai promosi menggiurkan yang bisa
mengesankan bahwa produk tersebut dibuat oleh peralatan canggih dari
alqur’an dan as-sunnah, dan telah mendapatkan lisensi resmi dari para
ulama’ rahimahumullah..
Sikap qalbul haqaiq atau memutarbalikkan fakta
memang sudah menjadi kebiasaan Ali Al-Halabi, bukan hanya sekali atau
dua kali, sebagai contoh, ketika dia membantah fatwa lajnah da’imah,
dengan gaya sok ilmiyyah, dia mengesankan kpd pembaca bahwa dia-lah yang benar… wallahul musta’an
Begitulah, telah menjadi ketetapan Allah, bahwa Dia akan
memunculkan para du’at yg menyeruh kepada kebaikan, sebagaimana dia
telah menetapkan akan munculnya para du’at yang mengajak kepada neraka
jahannam.
Para pembaca rahimakumullah…, mari kita mulai menilik bersama qo’idah jadidah yg bathil, produk Ali Al-Halabi, semoga Allah mengembalikannya kpd al-haq.
Di antara qo’idah tersebut adalah:
“Bahwa Seseorang tetap Menjadi Salafy Selama Aqidahnya Benar dan Kokoh Walaupun Manhajnya Menyimpang”
Aqidah dan qo’idah baru ini disebutkan oleh Al-Halabi dalam kitabnya Manhaju As-Salafish Shalih, hal.139, pada poin 11 bertajuk “antara ‘aqidah dan manhaj”
dia menjelaskan: “Ringkas kata, setelah isyarat adanya perbedaan antar
(ulama’) sunni yg telah disebutkan, dalam mendefnisikan perbedaan antara
aqidah dan manhaj; manhaj adalah pagar dari aqidah, sekaligus sebagai
bentengnya yang kokoh.
Seandainya ada seseorang yang beraqidah salafiyah pada dirinya akan tetapi dia munharif
(berpaling) dalam manhajnya, baik sebagai hizbi atau selainnya, maka
sesungguhnya sesuatu yang paling kuat/menonjol pada dirinya; manhaj atau
aqidah itulah yang dijadikan patokan atasnya…
Bisa jadi manhajnya (yg rusak) mempengaruhi aqidahnya (yg benar) sehingga dia menjadi mubtadi’ maksyuf.
Bisa jadi aqidahnya (yg benar) mempengaruhi manhajnya (yg rusak) sehinga dia menjadi salafiy yg ma’ruf.
Dan sesungguhnya yang terakhir lebih kami sukai dari yang pertama.
========
Perhatikanlah keterangan Al-Halabi di atas…, bagaimana dia
menjadikan aqidah sebagai tolok ukur murni dan mengabaikan perkara
manhaj… seorang akan menjadi salafy jika aqidahnya kuat walaupun
manhajnya menyimpang…. Benarkah demikian? Simak penjelasan berikut…
Ketika mengomentari ucapan Ali Al-Halabi di atas, Syaikh
Ahmad Bazmul berkata: “Ini adalah ucapan bathil, penjelasannya sebagai
berikut:
- Ucapan Al-Halabi (di atas): “perbedaan antar (ulama’) sunni” aku
(Syaikh Bazmul) katakan: “Dia (Al-Halabi) mengisyaratkan kepada
perbedaan ahlul ilmi dalam hal aqidah dan manhaj, apakah keduanya
sesuatu yg satu ataukah sesuatu yg berbeda?
* Syaikh Ibnu Baaz dan selainnya dari ahlul ilmi berpendapat bahwa keduanya adalah sesuatu yang satu (tidak ada bedanya, pen)
* Sedangkan Asy-Syaikh Al-Albani dan selain beliau dari
ahlul ilmi berpendapat bahwa aqidah dan manhaj adalah sesuatu yg
berbeda.
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Manhaj lebih umum
dari aqidah. Manhaj mencakup aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan
segenap kehidupan seorang muslim. Setiap langkah yang dilalui oleh
seorang muslim disebut manhaj. Adapun aqidah, yang dimaukan adalah dasar
keimanan, makna dua kalimat syahadat dan konsekuensinya. Ini adalah
aqidah.” (Al-Ajwibatul Mufidah hal.123)
=====
Maka ulama’ yang tidak membedakan antara manhaj dan aqidah, mereka juga tidak mengakui qa’idahmu (wahai Al-Halabi) bahkan menolaknya. Karena manhaj dan aqidah menurut mereka adalah sesuatu yang satu… maka menyelisihi dalam hal manhaj maka otomatis menyelisihi dalam hal aqidah…
Sedangkan para ulama’ yang membedakan antara aqidah dan manhaj, tidak membedakan secara keseluruhan. Bahkan mereka menjadikan aqidah bagian dari manhaj. Maka tidak diterima seseorang yang aqidahnya salafy, tetapi manhajnya menyelisihi salaf, karena aqidah masuk dalam kategori manhaj.
Dengan inilah dapat diketahui kesalahan Al-Halabi dalam
permasalahan ini; aqidah dan manhaj adalah dua hal yang saling berkaitan
dan tidak boleh dipisahkan.
Para pembaca rahimakumullah…
Ali Hasan Al-Halabi, sosok muda yg banyak dikagumi
disebabkan karya tulis, tahqiq, takhrij, dan karya2 lainnya.. hal itu
membuat pandangan manusia menjadi gulita… seakan semua benak mengarah
ketujuan yg sama, mungkinkah orang yang seperti itu kualitasnya terjatuh
kepada kesalahan? Mungkinkah dia kan tergelincir? Atau barangkali para
ulama’ kibar itu yg salah memahami? Berbusuk sangkah? Atau
anggapan-anggapan lainnya… wallahul musta’an
Para pembaca rahimakumullah,
>> Dengan inilah dapat diketahui kesalahan Al-Halabi
dalam permasalahan ini; aqidah dan manhaj adalah dua hal yang saling
berkaitan dan tidak boleh dipisahkan.
Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Dan Barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruktempat kembali.” (QS. An-Nisa’:115)
Mengikut jalan kaum mukminin atau tidak mengikut jalan kaum
mukminin adalah perkara yg sangat penting sekali, baik mengikuti atau
meninggalkan. Siapa saja mengikuti jalan kaum mukminin maka dia
lah orang yang sukses di sisi Rabbul ‘alamin, dan siapa saja menyelisihi
jalan kaum mukminin, maka baginya jahannam dan ia adalah sejelek-jelek
tempat kembali.” [ Fitnatu Takfir hal.53 ]
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Apabila
suatu manhaj itu benar, maka pemiliknya termasuk menjadi ahli surga;
jika dia berada di atas manhaj rasul dan manhaj salafus shalih maka dia
akan menjadi ahli surga dengan ijin Allah. Tetapi jika dia di atas
manhaj sesat maka dia mendapat ancaman dengan neraka. Jadi, ke shahihan
manhaj dan tidaknya akan berakibat atasnya; surga atau neraka.” [ Al-Ajwibatul Mufidah 125 ]
Begitu pula Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri berkata,
“Islam tersusun dari dua perkara ini, aqidah yg benar juga manhaj yang
lurus dan selamat. Tidak boleh terpisah antara satu dengan yang lainnya.
Siapa saja yg manhajnya rusak bisa dipastikan bahwa hal itu bersumber
dari aqidahnya yang rusak. Jika sebuah aqidah bisa istiqamah di atas
bentuk yg shahih, maka akan istiqamah pula manhajnya.” [ Al-Idhah wal Bayan fi Kasyfi ba’di Tharaiqi Firqatil Ikhwan ]
KETERANGAN:
Itulah keterangan para ulama’ kibar, bahwa manhaj dan
aqidah adalah dua perkara yg saling terkait dalam islam dan tidak boleh
dipisahkan. Seseorang yang aqidahnya benar hal itu bersumber dari
manhajnya yang benar.. dan seseorang yang aqidahnya rusak hal itu
bersumber dari manhajnya yang rusak…
Bandingkanlah dengan keyakinan baru Al-Halabi, bagaimana
dia membedakan aqidah dan manhaj dari semua sisinya.. sehingga
menurutnya, kerusakan sebuah manhaj tidak punya pengaruh apapun terhadap
aqidah yg kokoh, dan kerusakan aqidah seseorang tidak punya pengaruh
apapun tehadap manhaj yg kokoh…
Saudaraku. Bangunlah dari tidur nan panjang dan sadarlah … apa kiranya yg membuatmu terhalangi untuk menerima penjelasan para ulama’ kibar dan meninggalkan berbagai penyimpangan Al-Halabi?! Kekaguman? atokah….???
Saudaraku, renungkanlah… seandainya qo’idah-qo’idah
al-halabi tersebut bersumber dari salaf… mengapakah para ulama’ kibar
mengingkarinya?? Atokah Al-Halabi lebih mengerti ttg qo’idah salaf
dibandingkan syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Ubaid, dan para masyayikh
lainnya??
Catatan:
Saudaraku, apa yang kami torehkan ini adalah murni pernyataan para ulama’ kibar, bukan diambil dari saku usang si penulis… ketika para ulama’ telah menyebarkan fatwa mereka… ketika para masyayikh telah mencetak bantahan mereka… maka kewajiban kami adalah meneruskannya kpd kaum muslimin di bumi pertiwi ini…
Bukankah termasuk menyembunyikan ilmu, ketika para
ulama’ telah menjelaskan suatu urusan umat, kita tidak menjelaskannya
kpd umat? Padahal umat sangat butuh dgn penjelasan tersebut…
url: http://warisansalaf.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar