عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذَا قَالَ وَحَلَّقَ بِأُصْبُعَيْهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ
Dari Zainab bintu Jahsyin bahwa Nabi bangun dari tidurnya seraya berkata: “La ilaha illallah, celakalah orang-orang Arab, karena keburukan yang telah dekat. Telah terbuka pada hari ini dari dinding Ya`juj dan Ma`juj seperti ini.” –dan Sufyan (seorang perawi) melingkarkan tangannya dalam bentuk angka sepuluh– Kemudian saya (Zainab) berkata: “Ya Rasulullah, apakah kita akan binasa meskipun bersama kita ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “Ya, ketika al-khabats semakin banyak jumlahnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya no. 26145, 26148; Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Kitab Ahaditsul Anbiya` no. 3346, Kitabul Manaqib no. 3598, Kitab Ath-Thalaq secara mu’allaq, Kitabul Fitan no. 7059, 7135; Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Kitabul Fitan wa ‘Asyrathus Sa’ah no. 7164-7168; Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu dalam Kitabul Fitan ‘an Rasulillah no. 2187; Al-Imam Ibnu Majah rahimahullahu dalam Kitabul Fitan no. 3953.
Jalur Periwayatan Hadits
Hadits ini juga diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah , seperti yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan no. 7059.
Adapun riwayat dari Zainab bintu Jahsyin ,
terjadi perselisihan dalam jalur periwayatannya. Para rawi
murid-murid Sufyan bin ‘Uyainah yang meriwayatkan dari beliau seperti
‘Amr bin Muhammad An-Naqid (dalam Shahih Muslim), Malik
bin Isma’il (dalam Shahih Al-Bukhari), Sa’id bin Manshur (dalam
Sunan-nya), Qutaibah dan Harun bin Abdillah (dalam riwayat Al-Isma’ili),
Al-Qa’nabi (dalam riwayat Abu Nu’aim dan Musnad Musaddad), meriwayatkan hadits ini tanpa menyebutkan tambahan rawi Habibah bintu Ummu Habibah*1.
Dalam Shahih Al-Bukhari
terdapat riwayat dari ‘Uqail bin Khalid Al-Aili, Syu’aib bin Abi Hamzah
Al-Umawi, Muhammad bin Abi ‘Atiq, semuanya meriwayatkan dari Az-Zuhri
dan tidak ada dalam sanadnya penyebutan Habibah bintu Ummu
Habibah. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari jalan
Yunus bin Yazid Al-Aili, ‘Uqail bin Khalid, dan Shalih bin Kaisan,
semuanya dari Az-Zuhri, tanpa menyebutkan Habibah. Sementara pada
riwayat yang lain, Al-Imam Muslim meriwayatkan dari jalan Abu Bakr bin
Abi Syaibah, Sa’id bin ‘Amr Al-Asy’atsi, Zuhair bin Harb, Muhammad bin
Yahya bin Abi ‘Umar. Keempat rawi ini semuanya meriwayatkan dari Sufyan,
dari Az-Zuhri. Al-Imam Muslim berkata: “Dalam meriwayatkannya, mereka
menambahkan seorang rawi yang bernama Habibah bintu Ummu Habibah, dari
Ummu Habibah.” Al-Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Sa’id bin
Abdirrahman, Muhammad bin Ahmad Al-Qaisi, Abdullah bin
Az-Zubair Al-Qurasyi, ‘Ali bin Abdillah Al-Bashri, semuanya dari Sufyan
bin ‘Uyainah. Al- Imam At-Tirmidzi berkata: “Sufyan telah membaguskan
(periwayatan) hadits ini.” Abu Nu’aim juga meriwayatkan dalam kitabnya
Al-Mustakhraj, dari jalan Al- Humaidi. Beliau berkata dalam
riwayatnya: “Dari Habibah bintu Ummu Habibah, dari ibunya (Ummu
Habibah)…” Dan disebutkan di akhir perkataan beliau: “Sufyan
telah berkata: Aku menghafal (mendapatkan) hadits ini dari Az-Zuhri, ada
empat orang wanita, semuanya telah melihat Nabi .
Dua dari istrinya, yaitu Ummu Habibah dan Zainab bintu Jahsyin, dan dua rabibah (anak tiri beliau
) yaitu Zainab bintu Abi Salamah dan Habibah bintu
Ummu Habibah.” Al-Imam An-Nasa`i meriwayatkan dari jalan Ubaidullah bin
Sa’id, sedangkan Al- Imam Ibnu Majah dari jalan Abu Bakr bin
Abi Syaibah, Al-Isma’ili dari riwayat Al-Aswad bin ‘Amir; mereka semua
meriwayatkan dari Ibnu ‘Uyainah dan menambahkan Habibah dalam
meriwayatkannya. Diagram periwayatan yang tidak menyebutkan rawi Habibah
bintu Ummu Habibah:
Diagram periwayatan yang menambahkan
adanya Habibah bintu Ummu Habibah: Al-Isma’ili meriwayatkan dari
jalan Harun bin Abdillah, ia berkata: “Al-Aswad bin ‘Amir telah berkata
kepadaku: Bagaimana hadits ini dihafal dari Ibnu ‘Uyainah? Kemudian
beliau Ibnu ‘Uyainah menyebutkan kepada Al-Aswad bin ‘Amir riwayat
yang tidak terdapat padanya Habibah dan beliau berkata: “Akan tetapi
Az-Zuhri telah memberitakan kepada kami dari Urwah, dari empat wanita,
semuanya telah berjumpa dengan Nabi ,
sebagian mereka dari yang sebagian lain….” Al-Imam Ad-Daraquthni
berkata: “Saya mengira bahwa Sufyan terkadang meriwayatkan hadits ini
dengan menyebut Habibah dan terkadang tidak menyebutnya.” Al-Imam
An-Nawawi berkata: “Pada sanad hadits di atas terkumpul
empat shahabiyah, dua istri Rasulullah (Ummu Habibah dan Zainab bintu Jahsyin) dan dua anak tiri beliau (Zainab bintu Ummu Salamah dan Habibah bintu Ummu Habibah).
Sebagian mereka meriwayatkan dari
sebagian yang lain. Dan saya tidak mengetahui ada sebuah hadits yang
terkumpul padanya empat shahabiyah yang sebagian meriwayatkan dari
sebagian yang lain kecuali hadits ini.” (Lihat Fathul Bari, 13/15-16 cet. Darul Hadits, Al-Minhaj, 18/211-213)
Makna Hadits
مِنْ نَوْمِهِ اسْتَيْقَظَ
“Bangun dari tidurnya.” Pada riwayat yang lain terdapat tambahan: مُحْمَرًّا وَجْهُهُ (memerah wajahnya). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah keluar pada suatu hari dalam keadaan terkejut dan memerah wajahnya. Al-Hafizh berkata: “Yang menyebabkan memerahnya wajah beliau adalah karena keterkejutannya.”
وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ
“Celakalah orang-orang Arab dari keburukan yang telah dekat.”
Dalam hadits ini disebutkan orang Arab secara khusus karena waktu itu
merekalah yang paling banyak memeluk agama Islam. Adapun yang dimaksud
dengan keburukan yaitu apa yang terjadi sepeninggal beliau
berupa pembunuhan ‘Utsman bin ‘Affan yang
disusul fitnah-fitnah berikutnya. Sehingga keadaan orang-orang Arab di
antara umat manusia seperti santapan yang diperebutkan. Al-Qurthubi
berkata: “Kemungkinan, maksud keburukan di sini adalah apa yang
diisyaratkan dalam hadits Ummu Salamah: ‘Apa gerangan fitnahfitnah yang
turun pada malam hari ini? Dan apa gerangan perbendaharaan Allah yang
turun?’ Kemudian Rasulullah
pun mengisyaratkan penaklukan negeri-negeri sehingga berlimpah ruahlah
harta di tangan mereka, sehingga terjadilah saling berlomba yang
menghantarkan kepada fitnah.”
فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ
“Telah terbuka pada hari ini dari dinding Ya`juj dan Ma`juj.”
Yang dimaksud dengan الرَّدْمُ artinya السَّدُ yaitu dinding yang
dibangun oleh Dzulqarnain. Al-Kasa`i berkata: “Huruf sin di sini boleh
di-dhammah ( السُّدُ ) atau di-fathah ( السَّدُ ) dan maknanya sama.”
Abu ‘Amr ibnul ‘Ala` berkata: “Apabila dinding itu ciptaan Allah l maka
dengan mendhammah, dan apabila buatan bani Adam maka dengan mem-fathah.”
Ya`juj wa Ma`juj adalah dari bani
Adam. Mereka adalah dua kabilah (bangsa) dari anak keturunan Yafits bin
Nuh. Di antara yang berpendapat demikian adalah Wahb dan
selainnya. Al-Imam An-Nawawi dan yang lainnya mengisyaratkan sebuah
cerita bahwa ada yang berkata (yakni Ka’b Al-Ahbar): “Mereka dari anak
Adam dari selain Hawa (red). Nabi Adam ‘alaihissalam tidur lalu
mimpi basah dan tercampurlah air maninya dengan tanah dan lahirlah
darinya Ya`juj dan Ma`juj.” Al-Hafizh berkata: “Ini adalah pendapat yang
sangat mungkar. Tidak ada asal-usulnya kecuali dari ahli
kitab.” Disebutkan juga dalam fatwa Asy- Syaikh Muhyiddin bahwa Ya`juj
dan Ma`juj adalah keturunan Adam namun bukan dari Hawa, dan itulah
pendapat jumhur ulama, sehingga mereka itu saudara kita sebapak.
Al-Hafizh menyatakan: “Kami tidak mengetahui pendapat ini dari
seorang ulama salaf kecuali Ka’b Al-Ahbar. Dan hal ini terbantah dengan
hadits marfu’ yang menyebutkan bahwa Ya`juj dan Ma`juj adalah keturunan
Nuh, sedangkan Nuh –tidak dipungkiri lagi– adalah keturunan Adam dan
Hawa.
Ada juga yang berpendapat bahwa mereka
dari bangsa At-Turk. Di antara yang berpendapat demikian adalah
Adh- Dhahhak. Ada pula yang menyatakan bahwa Ya`juj dari bangsa At-Turk
sedangkan Ma`juj dari Ad-Dailam. Al-Hafizh rahimahullahu berkata:
“Telah disebutkan satu riwayat bahwa seorang nabi tidaklah mimpi basah.
Maka bagaimana dikatakan Ya`juj dan Ma`juj berasal dari perpaduan air
mani Nabi Adam ‘alaihissalam dengan tanah? Jawabannya, riwayat
yang menyatakan bahwa seorang nabi tidak mimpi basah ialah bahwa seorang
nabi tidak melihat dalam tidurnya bersetubuh. Sehingga kemungkinan yang
terjadi adalah terpancarnya air mani saja. Dan yang seperti ini
dimungkinkan sebagaimana kencing. Pendapat pertama yang kuat untuk
dijadikan pegangan. Kalau tidak, di manakah keberadaan mereka saat
terjadinya banjir besar (yang menimpa kaum Nuh ’alaihissalam)?”
Kebanyakan pendapat menyatakan bahwa
nama Ya`juj dan Ma`juj merupakan nama ‘ajam (bukan dari bahasa
Arab), walaupun ada yang menyatakannya berasal dari bahasa Arab. Dari
pendapat yang menyatakan kedua lafadz ini dari bahasa Arab, terjadi
perselisihan terhadap asal kata Ya`juj dan Ma`juj. Ada yang
mengatakan dari kata أَجِيْجُ النَّارِ yaitu nyala/jilatan
api (bergejolak). Ada yang mengatakan dari kata الْأَجَّةُ yaitu
bercampur atau sangat panas. Ada pula yang mengatakan dari kata الْأَجُّ
yaitu yang cepat larinya. Yang lain mengatakan dari الْأُجَاجُ yaitu
air yang sangat asin.
Wazan (timbangan kata dalam bahasa Arab)
Ya`juj dan Ma`juj adalah يَفْعُولُ وَمَفْعُولُ dan inilah yang nampak
dari qiraah ‘Ashim dan yang lainnya. Ada yang mengatakan فَاعُولُ dari
يَجَّ dan مَجَّ sehingga dibaca يَاجُوجُ مَاجُوجُ . Ada yang mengatakan
kata مَاجُوجُ berasal dari kata مَاجَ yaitu bergerak. Dan semua asal
kata yang disebutkan di atas sesuai dengan keadaan mereka. Pendapat yang
menyatakan bahwa ia berasal dari kata: مَاجَ yaitu bergerak, dikuatkan
oleh ayat:
“Kami biarkan mereka (Ya`juj dan Ma`juj)
di hari itu bercampur-aduk antara satu dengan yang lain.” (Al-Kahfi:
99) Hal itu terjadi ketika mereka keluar dari dalam dinding. Adapun yang
diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani dalam
Al-Ausath, dan Ibnu Mardawaih dari hadits Hudzaifah yang
menyebutkan sifat mereka bahwa Rasulullah bersabda: “Ya`juj
itu umat dan Ma`juj itu umat. Setiap umat terdapat 400 ribu orang.
Tidaklah meninggal salah seorang dari mereka hingga melihat seribu
laki-laki dari keturunannya, semuanya telah bersenjata.” Al-Hafizh
menyatakan hadits ini maudhu’ (palsu). Ibnu Abi Hatim
mengatakan: “Mungkar, dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama
Yahya bin Sa’id Al- ‘Aththar, dia adalah seorang yang sangat lemah.
Namun pada sebagian jalan terdapat penguat yang shahih, seperti pada
riwayat Ibnu Hibban dari sahabat Ibnu Mas’ud , Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya keturunan yang ditinggalkan salah seorang dari Ya`juj dan Ma`juj paling sedikit seribu orang.”
Al-Hakim meriwayatkan dari Abul Jauza` Aus bin Abdillah Ar-Raba’i Al-Bashri dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumaa,
bahwa Ya`juj dan Ma`juj sejengkal-sejengkal, dua jengkal dua jengkal,
dan yang paling tinggi tiga jengkal, dan mereka adalah anak keturunan
Adam. (Fathul Bari, 13/130-131) وَعَقَدَ سُفْيَانُ
بِيَدِهِ عَشَرَةً “Sufyan melingkarkan jari membentuk angka sepuluh.”
Pada sebagian riwayat dari Yunus dari Az-Zuhri disebutkan
beliau melingkarkan kedua jarinya, yaitu ibu jari dengan yang setelahnya
(jari telunjuk). (Dalam program dan kitab: … tanpa menyebutkan
melingkarkan kedua jarinya) Dalam hadits Abu Hurairah
terdapat tambahan: “Dan Wuhaib melingkarkan tangannya membentuk angka
sepuluh.” (Dalam program dan kitab: angka sembilan puluh) Al-Imam
An-Nawawi berkata: “Adapun riwayat Sufyan dan Yunus, pada
keduanya terjadi kesesuaian dalam hal makna. Adapun riwayat dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anu menyelisihi, karena bentuk lingkaran sembilan
puluh lebih sempit daripada sepuluh.” Al-Qadhi berkata: “Kemungkinan,
hadits Abu Hurairah lebih dahulu. Atau yang dimaksud dengan dekat di
sini hanyalah sebagai permisalan dan bukan hakikat pembatasan.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Makna membentuk lingkaran sepuluh yaitu
dengan meletakkan ujung telunjuk jari yang kanan pada ruas bagian atas
ibu jari bagian dalam. Adapun membentuk lingkaran sembilan puluh
yaitu dengan meletakkan ujung telunjuk jari kanan pada pangkalnya. Ibnu
At-Tin menukilkan dari Ad-Dawudi bahwa caranya adalah dengan meletakkan
telunjuk jari pada pertengahan ibu jari.”
أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ
“Apakah kita akan binasa meskipun bersama kita ada orang-orang shalih?” Pada sebagian riwayat terdapat lafadz: Zainab bintu Jahsyin berkata: “Wahai Rasulullah, apakah AllaH akan mengadzab kami….” Lafadz “bersama kita ada orang-orang shalih” seolah-olah ini diambil dari ayat:
“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka selama engkau (Muhammad) ada di antara mereka.” (Al-Anfal: 33)
إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ
“Ketika al-khabats semakin banyak jumlahnya.”
Jumhur ulama menafsirkannya dengan makna kefasikan dan kejahatan.
Ada yang berpendapat maknanya adalah zina secara khusus. Pendapat lain
mengatakan: anak-anak zina. Al-Imam An-Nawawi berkata:
“Yang nampak dalam hal ini adalah kemaksiatan secara mutlak.” Ibnul
‘Arabi berkata: “Lafadz ini menjelaskan bahwa orang yang baik
bisa binasa dengan binasanya orang yang buruk, apabila orang yang jelek
itu tidak diubah. Atau apabila diubah namun tidak bermanfaat dan orang
yang buruk itu terus melakukan amalan jeleknya. Hingga hal itu
tersebar dan semakin banyak, sehingga kerusakan merata. Di saat itulah
kebinasaan menimpa kepada yang sedikit maupun yang banyak, kemudian
masing-masing akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya. Seolah-olah
dipahami dari terbukanya dinding seukuran yang disebutkan, apabila terus
terjadi maka lubang itu menjadi lebar di mana mereka (Ya`juj dan
Ma`juj) dapat keluar. Lafadz ini juga menunjukkan bahwa dia (Zainab)
mengetahui bahwa keluarnya Ya`juj dan Ma`juj pada manusia akan menjadi
sebab kebinasaan hidup manusia secara keseluruhan.” (Fathul Bari, 13/134) Keluarnya Ya`juj dan Ma`juj adalah perkara yang ditetapkan berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Allah berfirman:
“Hingga apabila dibukakan
tembok (dinding) Ya`juj dan Ma`juj serta mereka turun dengan cepat dari
seluruh tempat yang tinggi dan telah dekatlah kedatangan janji yang
benar (hari berbangkit).” (Al- Anbiya: 96-97)
Nabi bersabda:
اطَّلَعَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ فَقَالَ مَا تَذَاكَرُونَ. قَالُوا نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ. فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَثَلاَثَةَ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ.
“Sesungguhnya kiamat tidak akan tiba
sampai kalian melihat sepuluh tanda. Kemudian beliau menyebutkan kabut,
dajjal, binatang yang bisa berbicara, terbitnya matahari dari barat,
turunnya Isa bin Maryam, keluarnya Ya`juj dan Ma`juj, tiga khusuf: di
timur, barat, dan di jazirah arab, yang terakhir (kesepuluh) keluarnya
api dari Yaman menggiring manusia ke tempat berkumpulnya mereka.” (HR. Muslim no. (2901)(39) dari hadits Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari )
Keluarnya mereka –yang merupakan tanda
hari kiamat– belumlah terjadi sekarang, namun tanda-tanda keluarnya
telah ada sejak jaman Nabi . Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Nabi bersabda:
فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ
وَحَلَّقَ بِإِصْبَعَيْهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا
“Telah mulai terbuka hari ini
dari dinding Ya`juj dan Ma`juj sebesar (lubang) ini.” Rasulullah membuat
lingkaran dengan dua jarinya, ibu jari dan jari telunjuk. (HR. Al-Bukhari dari Zainab bintu Jahsyin )
[Lum’atul ‘Itiqad, hal. 108-109]
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
*1 Habibah bintu Ummu
Habibah ini adalah Habibah bintu Ubaidullah bin Jahsyin. Beliau termasuk
yang ikut hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Ayahnya beragama Nasrani dan
meninggal di Habasyah. Sedangkan ibunya (Ummu Habibah) tetap memeluk
Islam dan kemudian dinikahi Nabi n sehingga beliau menjadi anak tiri
(rabibah) Nabi n, sekaligus sebagai keponakan Zainab. Karena Zainab
bintu Jahsyin adalah saudara kandung ayah Habibah, maka (Zainab bintu
Jahsyin) adalah bibi Habibah dari pihak ayah (‘ammah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar