Segala
puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah menciptakan langit dan
bumi serta apa yang ada padanya dan apa yang ada diantaranya. Maka atas
keagungan dan kekuasaaan yang Allah miliki hendaknya kita memiliki adab
yang agung, dikarenakan adab bukan hanya ditujukan untuk para makhluk
tetapi sangat pantas diberikan terlebih-lebih kepada Allah Subhanahu
wata’ala.
Akhlaq
yang sebagaimana dikatakan oleh Ulama adalah bentuk atau gambaran
manusi secara batin yang terdiri dari akhlaq yang jelek dan akhlaq
yang baik.
Kebanyakan
manusia berfikir bahwa akhlaq yang bagus itu hanya khusus dalam
bermua’amamalah bersama makhluk dan tidak kepada sang Khaliq, ini adalah
pemahaman yang keliru karna bagusnya adab yang diberikan kepada makhluk
tentu lebih utama lagi kalau adab tersebut diberikan kepada sang
Khaliq.
Akhlaq kepada Allah Subhanahu wata’ala mencakupi tiga perkara:
Pertama, Akhlaq dalam menghadapi kabar-kabar yang didatangkan Allah Subhanahu wata’ala dengan membenarkan kabar-kabar tersebut
Akhlaq dalam menghadapi kabar-kabar yang didatangkan Allah Subhanahu wata’ala yaitu tidak adanya pada manusia keraguan dan kebimbangan dalam membenarkan kabar yang Allah Subhanahu wata’ala datangkan dikarenakan kabar yang datang dari Allah Subhanahu wata’ala adalah berasal dari ‘ilmu dan ‘ilmu Allah Subhanahu wata’ala
melingkupi “apa yang telah terjadi”, “apa yang sedang terjadi”, “apa
yang akan terjadi” dan “apa yang tidak akan terjadi” dan “bagaimana
kalau terjadi”. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya :
“Apakah
kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang
ada di langit dan di bumi?,bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah
bagi Allah.” (QS. Al Hajj 70)
dan Allah Subhanahu wata’ala adalah zat yang Maha benar ucapannya, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya:
“ …… Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?.” (QS. An Nisaa’ 87)
Maka oleh karena inilah kita sebagai hamba Allah Subhanahu wata’ala
yang beriman kepada-Nya harus membenarkan apapun yang datang dari
Allah Subhanahu wata’ala baik itu dari kitab-Nya maupun dari lisan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanpa rasa ragu padanya dan berusaha menolak segala sesuatu yang mendatangkan keraguan padanya.
Kami
bawakan contoh untuk perkara ini, misalnya tentang kabar keadaan yang
terjadi di hari kiamat, sebagaimana di katakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwiyatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya yaitu pada pembahasan Sorga dan kenikmatan-kenikmatannya :
“Bahwasanya
matahari didekatkan dari makhluk-makluknya pada hari kiamat sejarak
satu mil (Berkata Ulama bahwa satu mil sepanjang tongkat celak mata).” (HR. Mulim No. 62 dalam Shohihnya)
Maka
jarak antara matahari dan kepala para makhluk sangat dekat sekali dan
bersamaan dengan ini, para makhluk tidak terbakar karena panasnya Maka
bentuk bagusnya akhlaq dengan hadits ini adalah dengan menerimanya tanpa
rasa ragu serta membenarkannya tanpa rasa bingung bersamaan mengakui
apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah benar. Karena apa yang disampaikan beliau adalah wahyu semata sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya :
“dan
tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” (QS. An Najm : 3-4)
Tidak
mungkin kita mengkiaskan keadaan akhirat dengan keadaan dunia
dikarenakan adanya perbedaan yang besar. Kita mengetahui bahwasanya
manusia berdiri pada hari kiamat selama 50 ribu tahun (menanti untuk
diadili). Maka kalau dikiaskan di dunia, maka mustahil untuk ukuran
seorang manusia bisa berdiri selama itu. Jadi sudah sepantasnyalah bagi
kita sebagai mukmin untuk melapangkan dada dalam menerima kabar tersebut
dan meluaskan pemahaman kita untuk keadaan tersebut
Kedua, Akhlaq dalam menghadapi hukum-hukum Allah Subhanahu wata’ala dengan menerima dan mempraktekkannya.
Maka sesungguhnya tidak boleh bagi kita sebagai makhluk yang diciptakan Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak sedikitpun dari hukum atau ketentuan Allah Subhanahu wata’ala
Jika muncul sikap penolakan terhadap hukum Allah Subhanahu wata’ala tersebut maka hal ini adalah bentuk dari buruknya akhlaq kita kepada Allah Subhanahu wata’ala
. Sikap penolakan ini sama saja dengan apakah kita menolaknya karena
mengingkari hukum itu atau dikarenakan rasa sombong dan meremehkan untuk
mengamalkan hukum tersebut, maka sikap seperti ini adalah sikap yang
menghilangkan bagusnya akhlaq kita pada Allah Subhanahu wata’ala
Kami
bawakan suatu contoh bentuk sikap penolakan tersebut : Saat ini kita
berada dalam suasana bulan Ramadhan, maka tanpa ragu kita ketahui bahwa
berpuasa adalah amalan yang sulit dilaksanakan dikarenakan manusia
wajib meninggalkan semua perkara yang membatalkan seperti makan, minum
dan berhubungan suami isteri di siang hari sehingga manusia akan merasa
sulit untuk melaksanakannya.
Akan tetapi Seorang Mukmin yang bagus akhlaqnya pada Allah Subhanahu wata’ala
akan menerima beban ini dan dia akan menganggapnya sebagai kenikmatan
dan kemuliaan, dia juga akan menerima hukum/ketentuan ini dengan lapang
dada.
Disini
bisa disaksikan bahwa kita akan dapati orang yang bersikap seperti ini
akan tetap melaksanakan hukum atau ketentuan Allah Subhanahu wata’ala
tersebut yakni amalan puasa walaupun saat itu di dapati hari yang panas
terik dan panjangnya waktu berpuasa
Berbeda dengan orang yang tidak mau menerima hukum atau ketentuan dari Allah Subhanahu wata’ala, dia akan merasa beban ini berat sehingga menolak dan tidak mengamalkannya.
Ketiga, Akhlaq dalam Menghadapi taqdir Allah Subhanahu wata’ala dengan hati yanng ridho dan sabar.
Bersamaan dengan ini kita juga harus menyadari bahwasanya Allah Subhanahu wata’ala
tidaklah menetapkan taqdir kecuali dengan hikmah dan puncak keadilan,
maka pantaslah bagi kita untuk memberikan pujian dan rasa syukur kepada
Allah Subhanahu wata’ala.
Allah Subhanahu wata’ala juga memuji bagi orang-orang yang selalu bersabar , dalam menerima hukum atau ketentuan dari Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya :
"Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi
rooji'uun" ( Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali) .” (QS. Al Baqoroh 155-156)
Oleh karena itulah maka sudah sangat wajarlah bagi kita sebagai makhluk yang diciptakan Allah Subhanahu wata’ala memiliki adab yang agung, akhlaq yang tinggi untuk diberikan kepada Allah Subhanahu wata’ala, Allahu ’ala a’lam bishowab
oleh : Al Ustadz Abbul Abbas
Maraji'/Referensi: Makarimul Ahlaq, Syaikh Muhammad bin Utsaimin
Sumber : daarulhaditssumbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar