Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Sabtu, 28 September 2013

Akhlaq Kepada Allah

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada padanya dan apa yang ada diantaranya. Maka atas keagungan dan kekuasaaan yang Allah miliki hendaknya kita memiliki adab yang agung, dikarenakan  adab  bukan hanya ditujukan untuk para makhluk tetapi sangat pantas diberikan terlebih-lebih kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Akhlaq yang sebagaimana  dikatakan oleh Ulama adalah bentuk atau gambaran manusi secara batin yang terdiri dari akhlaq  yang jelek dan akhlaq  yang baik.
Kebanyakan manusia berfikir bahwa akhlaq  yang bagus itu hanya khusus dalam bermua’amamalah bersama makhluk dan tidak kepada sang Khaliq, ini adalah pemahaman yang keliru karna bagusnya adab yang diberikan kepada makhluk tentu lebih utama lagi  kalau adab tersebut diberikan kepada sang Khaliq.
Akhlaq kepada Allah Subhanahu wata’ala mencakupi tiga perkara:
Pertama, Akhlaq  dalam menghadapi kabar-kabar yang didatangkan Allah Subhanahu wata’ala  dengan membenarkan kabar-kabar tersebut
Akhlaq  dalam menghadapi kabar-kabar yang didatangkan Allah Subhanahu wata’ala  yaitu tidak adanya pada manusia keraguan dan kebimbangan dalam membenarkan kabar yang Allah Subhanahu wata’ala datangkan dikarenakan kabar yang datang dari Allah Subhanahu wata’ala adalah berasal dari ‘ilmu dan ‘ilmu Allah Subhanahu wata’ala melingkupi “apa yang  telah terjadi”, “apa yang sedang terjadi”, “apa yang akan terjadi” dan “apa yang tidak akan terjadi” dan “bagaimana kalau terjadi”. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya :
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?,bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj 70)
dan Allah Subhanahu wata’ala adalah zat yang Maha benar ucapannya, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya:
“ …… Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?.”  (QS. An Nisaa’ 87)
Maka oleh karena inilah  kita sebagai hamba Allah Subhanahu wata’ala yang beriman  kepada-Nya harus membenarkan apapun yang datang dari Allah Subhanahu wata’ala baik itu dari kitab-Nya maupun dari lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanpa rasa ragu  padanya dan berusaha menolak segala sesuatu yang mendatangkan keraguan padanya.
Kami bawakan contoh untuk perkara ini, misalnya tentang kabar keadaan yang terjadi di hari kiamat, sebagaimana di katakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwiyatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya yaitu pada pembahasan Sorga dan kenikmatan-kenikmatannya :
“Bahwasanya matahari didekatkan dari makhluk-makluknya pada hari kiamat sejarak satu mil (Berkata Ulama bahwa satu mil sepanjang tongkat celak mata).” (HR. Mulim No. 62 dalam Shohihnya)
Maka jarak antara matahari dan kepala para makhluk sangat dekat sekali dan bersamaan dengan ini, para makhluk tidak terbakar karena panasnya Maka bentuk bagusnya akhlaq dengan hadits ini adalah dengan menerimanya tanpa rasa ragu serta membenarkannya tanpa rasa bingung bersamaan  mengakui apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah benar. Karena apa yang disampaikan beliau adalah wahyu semata sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya :
“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm : 3-4)
Tidak mungkin kita mengkiaskan keadaan akhirat dengan keadaan dunia dikarenakan adanya perbedaan yang besar. Kita mengetahui bahwasanya manusia berdiri pada hari kiamat selama 50 ribu tahun (menanti untuk diadili). Maka kalau dikiaskan di dunia, maka mustahil untuk ukuran seorang manusia bisa berdiri selama itu. Jadi sudah sepantasnyalah bagi kita sebagai mukmin untuk melapangkan dada dalam menerima kabar tersebut dan meluaskan pemahaman kita untuk keadaan tersebut
Kedua, Akhlaq  dalam menghadapi hukum-hukum Allah Subhanahu wata’ala dengan menerima dan mempraktekkannya.
Maka sesungguhnya tidak boleh bagi kita sebagai makhluk yang diciptakan Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak sedikitpun  dari hukum atau ketentuan Allah Subhanahu wata’ala
Jika muncul sikap penolakan terhadap hukum Allah Subhanahu wata’ala tersebut maka hal ini adalah bentuk dari buruknya akhlaq kita kepada Allah Subhanahu wata’ala . Sikap penolakan ini sama saja dengan apakah kita menolaknya karena mengingkari hukum itu atau dikarenakan rasa sombong dan meremehkan untuk mengamalkan hukum tersebut, maka sikap seperti ini adalah sikap yang menghilangkan bagusnya akhlaq kita pada Allah Subhanahu wata’ala
Kami bawakan suatu contoh bentuk sikap penolakan tersebut : Saat ini kita berada dalam suasana bulan Ramadhan, maka tanpa ragu  kita ketahui bahwa berpuasa adalah amalan yang sulit dilaksanakan dikarenakan manusia wajib meninggalkan semua perkara yang membatalkan seperti makan, minum dan berhubungan suami isteri di siang hari sehingga manusia akan merasa sulit untuk melaksanakannya.
Akan tetapi  Seorang Mukmin yang bagus akhlaqnya pada Allah Subhanahu wata’ala akan menerima beban ini dan dia akan menganggapnya sebagai kenikmatan dan kemuliaan, dia juga akan menerima hukum/ketentuan ini dengan lapang dada.
Disini bisa disaksikan bahwa kita akan dapati orang yang bersikap seperti ini akan tetap melaksanakan hukum atau ketentuan Allah Subhanahu wata’ala tersebut yakni amalan puasa walaupun saat itu  di dapati hari yang panas terik dan panjangnya waktu berpuasa
Berbeda dengan orang yang tidak mau menerima hukum atau ketentuan dari Allah Subhanahu wata’ala, dia akan merasa beban ini berat sehingga menolak dan tidak mengamalkannya.
Ketiga, Akhlaq  dalam Menghadapi taqdir Allah Subhanahu wata’ala dengan hati  yanng ridho dan sabar.
Bersamaan dengan ini kita juga harus menyadari bahwasanya Allah Subhanahu wata’ala  tidaklah menetapkan taqdir kecuali  dengan hikmah dan puncak keadilan, maka pantaslah bagi kita untuk memberikan pujian dan rasa syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Allah Subhanahu wata’ala juga memuji bagi orang-orang yang selalu bersabar , dalam menerima hukum atau ketentuan dari Allah Subhanahu wata’ala  sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya :  
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun" ( Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)  .” (QS. Al Baqoroh 155-156)
Oleh karena itulah maka sudah sangat wajarlah bagi kita sebagai makhluk yang diciptakan  Allah Subhanahu wata’ala memiliki adab yang agung, akhlaq yang tinggi untuk diberikan kepada Allah Subhanahu wata’ala, Allahu ’ala a’lam bishowab
 
 oleh : Al Ustadz Abbul Abbas
Maraji'/Referensi:  Makarimul Ahlaq, Syaikh Muhammad bin Utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar