Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Kamis, 28 Juni 2012

Makna, Rukun, dan Konsekuensi Kalimat Laa Ilaaha Illallah


Sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk memahami apa makna (pengertian) kalimat Laa ilaaha illalloh yang benar itu, juga paham rukun-rukunnya dan konsekuensi (tanggung jawab moral) bagi orang yang mengucapkan atau mengikrarkan kalimat tersebut. Insya Allah, uraian ringkas ini memberikan jawaban atas tiga masalah tersebut di atas.

Saudaraku kaum muslimin, bila anda ditanya apa makna kalimat Laa ilaaha illallah itu, maka jawablah dengan tegas “Tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah” atau “ Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah “.
Jadi, segala sesuatu yang di jadikan sesembahan oleh manusia, baik itu berupa berhala-berhala atau patung-patung, pepohonan, batu-batuan atau kuburan-kuburan yang di keramatkan, jin-jin dan setan, atau orang-orang sholih yang telah mati baik berupa para Nabi atau para Wali, maka itu semua adalah sesembahan yang bhatil (salah).
Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan dalam firman Nya : “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah Dia-lah (sesembahan) yang Haq, dan sesungguhnya apa yang mereka sembah selain Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. “ (QS. Al-Hajj : 62 dan Luqman : 30).
Dan Allah Ta’ala juga berfirman : “Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah. “(QS. Muhammad : 19).
Syaikh Sholih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafidhahullah menjelaskan bahwa makna kalimat tersebut secara global adalah “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) selain Allah !” Hal ini karena khobar “Laa” dalam kalimat Laa ilaaha illalloh harus di takdirkan dengan “Bi haqqin” (Yang haq), tidak boleh hanya di takdirkan dengan “Maujuudun” (Ada). Karena kalau hanya ditafsirkan dengan “Tidak ada sesembahan lain selain Allah”, hal ini menyalahi kenyataan yang ada, karena kenyataannya justru tuhan-tuhan selain Allah yang di sembah oleh manusia itu banyak sekali. Hal itu juga akan mengandung arti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah beribadah juga untuk Allah, hal ini tentu merupakan kbathilan yang nyata !.
Kemudian, kalimat Laa ilaaha illalloh itu ternyata telah di tafsirkan dengan beberapa penafsiran yang bathil di antaranya :
Pertama : Laa ilaaha illalloh di artikan dengan “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Ini adalah penafsiran yang bathil, karena hal itu mengandung pengertian : Sesungguhnya setiap yang di sembah atau di ibadahi, baik yang haq atau yang bathil, hal itu adalah Allah. Tentu hal ini tidak bisa di terima !
Kedua : Laa ilaaha illalloh di artikan dengan “Tidak ada pencipta selain Allah”. Sesungguhnya ini adalah sebagian saja dari arti kalimat laa ilaaha illalloh tersebut. Akan tetapi bukan ini yang di maksud, karena arti ini hanya mengakui Tauhid Rububiyyah saja, dan hal ini belum cukup.
Ketiga : Laa ilaaha illalloh di artikan dengan “Tidak ada Hakim (Penentu Hukum) selain Allah”. Ini juga sebagian saja dari makna kalimat Laa ilaaha illalloh, tetapi bukan itu yang di maksud, karena makna tersebut belum cukup.
Jadi semua tafsiran tersebut diatas adalah bathil atau kurang sempurna. Sedang tafsir ( penjelasan makna ) yang benar menurut para ulama salaf dan para Muhaqqiq (Ulama peneliti) adalah “Laa Ma’budu bii haqqin illalloh” (Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah atau Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah) Wallahu a’lamu bish showwab.
Kemudian, jika ditanya juga tentang apa Rukun Laa ilaaha illalloh itu ? Maka jawablah dengan tegas : Laa ilaaha illalloh itu mempunyai dua rukun :
Pertama : An-Nafyu (peniadaan / meniadaan), yaitu meniadakan atau meninggalkan seluruh bentuk sesembahan yang di agungkan dan di puja oleh umat manusia selain Allah. Hal ini tercermin dalam lafadz “Laa ilaaha” (Tidak ada sesembahan yang benar),
Kedua : Al-Istbaat (Menetapkan), yaitu menetapkan dengan penuh keyakinan bahwa satu-satunya yang berhak di ibadahi atau di sembah hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hal ini tercermin dalam lafadz “illalloh” (kecuali Allah).
Dua rukun tersebut diatas, banyak di sebut-sebut dalam Al-Qur’an, misalnya firman Allah Ta’ala : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas mana jalan yang benar dan mana jalan yang sesat. Karena itu barang siapa ingkar kepada thoghut (yakni setan atau apa saja yang di sembah selain Allah, ed) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh) yang tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui. “(QS. Al-Baqoroh : 256).
Dalam ayat tersebut diatas, firman Allah yang berbunyi “Barang siapa ingkar kepada thoghut” ini adalah makna dari “Laa ilaaha”, sebagai rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah “Dan beriman kepada Allah”, ini adalah makna dari “illalloh”, sebagai rukun yang kedua.
Contoh lainnya adalah seperti dalam ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang diabadikan dalam firman Allah : “…….sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kalian sembah, tetapi (aku hanya menyembah) kepada Tuhan yang menjadikanku, karena sesungguhnya Dia yang memberi hidayah kepadaku.” (QS. Az-Zuhruf : 26-27).
Dalam ayat tersebut, firman Allah yang berbunyi “Sesungguhnya aku berlepas diri”, ini adalah makna An-Nafyu (peniadaan), sebagai rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah “Tetapi (aku hanyalah menyembah) Tuhan yang menjadikanku”, ini adalah makna Al-Istbaat (penetapan), sebagai rukun yang kedua ! Wallahu a’lam.
Kemudian, apa konsekuensi (tanggung jawab moral) bagi orang yang mengucapkan kalimat tersebut ? Jawabannya pasti, yaitu wajib baginya untuk meninggalkan semua bentuk peribadatan kepada selain Allah, dan hanya beribadah secara murni kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan : “Dengan demikian jelaslah, bahwa mengucapkan Laa ilaaha illalloh itu haruslah yakin dengan kewajiban ibadah yang hanya di tujukan kepada Allah Ta’ala saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengikrarkannya baik secara lisan maupun keyakinan. Disamping keharusan ibadah kepada Allah saja, tunduk dan taat kepada-Nya juga harus baro’ ( berlepas diri ) kepada selain-Nya dalam hal ibadah, ketaatan dan ketundukan…..”
Walhasil, orang yang telah mengikrarkan kalimat Laa ilaaha illalloh, dia adalah orang yang mantap ibadanya kepada Allah, tidak punya keinginan sedikitpun untuk beribadah kepada selain-Nya. Dan orang seperti ini, akan di jamin masuk surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Barang siapa mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh, lalu mengingkari apa saja yang di sembah selain Allah, maka dia akan masuk surga. “(HR. Muslim, Ahmad dan Thabrani). Saudaraku muslimin, semoga kita semua di jadikan-Nya termasuk orang-orang yang di sabdakan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadist tersbut diatas. Wallahu waliyyut taufiq.
Maraji’ :
1. Makna Laa ilaaha illallah, karya syaikh Dr. Sholih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
2. At-tauhid, lish Shoffil Awwal Al-‘Aliyya, karya syaikh Dr. Sholih Fauzan
3. Al-Qoulus Sadid fii Adillatit Tauhid, karya syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
4. Al-Qaulul Mufid fii Adillatit Tauhid, karya Syaikh Muhammad bin Abdil Ali Al-Washobi.


Penulis: Abu Abdirrahman     —————————————–

Sumber :BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 10 / Dzulhijjah / 1424
Sumber: http://www.darussalaf.com/myprint.php?sid=300

Tidak ada komentar:

Posting Komentar