Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai
kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk
mendapatkan keberkahan. Keberkahan dalam umur, keberkahan dalam keluarga,
keberkahan dalam usaha, keberkahan dalam harta benda, dll. Akan tetapi,
pernahkah kita bertanya, "Apakah sebenarnya keberkahan itu? Dan bagaimana
keberkahan dapat diperoleh?"
Mungkinkah berkah itu hanya terwujud dalam “berkat” yang berhasil kita bawa
pulang setiap kali kita menghadiri suatu pesta atau undangan?
Mungkinkah keberkahan itu hanya milik para kiyai, atau tukang ramal,
juru-juru kuncen kuburan, sehingga bila salah seorang dari kita memiliki suatu
hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-cita kita
tercapai? ([1])
“Berkah” atau “Al Barokah” bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik
melalui ilmu bahasa arab atau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As
Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan bahwa “al Barokah” memiliki kandungan dan
pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, “Al Barokah”
berartikan: “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan. ([2])
Imam An Nawawi berkata: “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak
dan abadi.” ([3])
Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka
“Al Barokah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna
“Al Barokah” dalam ilmu bahasa.
Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam Al Qur’an,
dan As Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan
beberapa dalil berikut:
Dalil Pertama:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ
الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ
وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ -
"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa
kemanfaatan) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji
tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingo-tinggi yang memiliki mayang
yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami
hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya
kebangkitan." (Qs. Qaaf: 9-11)
Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang,
kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah,
buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negri yang dikaruniai
Allah dengan hujan yang berkah menjadi negri gemah ripah loh jinawi (kata orang
jawa) atau,
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ .
"(Negrimu adalah) negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun." (Qs. Saba': 15)
Demikianlah Allah Ta'ala menyimpulkan kisah bangsa Saba',
suatu negri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal sholeh, penuh dengan
keberkahan. Sampai-sampai ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita
kaum Saba' tidak perlu untuk memanen
buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa
keranjang di atas kepalanya, lalu melintas di kebunnya, maka buah-buahan yang
telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus
bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian ulama' lain juga menyebutkan bahwa dahulu di negri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga
lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih,
dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka.([4])
Dalil Kedua:
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai
kejadian yang mendahului kebangkitan hari qiyamat, beliau bersabda:
يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون
بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة
من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم
“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah
buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok
orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan
mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai
sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu
seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor
domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (Riwayat Imam Muslim)
Demikianlah ketika rizqi diberkahi Allah, sehingga rizqi yang sedikit
jumlahnya, akan tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah
delima dapat mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi
dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.
Ibnul Qayyim berkata: “Tidaklah kelapangan rizqi dan amalan diukur dengan
jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya
yang berjumlah banyak. Akan tetapi kelapangan rizqi dan umur diukur dengan
keberkahannya.” ([5])
Bila ada yang berkata: Itukan kelak tatkala kiyamat telah dekat, sehingga
tidak mengherankan, kerana saat itu, banyak terjadi kejadian yang luar biasa,
sehingga apa yang disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari hal-hal
tersebut.
Ucapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa –walau tidak
sebesar yang disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum zaman
kita, yaitu pada masa-masa keemasan umat Islam.
Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata: ”Sungguh dahulu
biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang,
sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih
banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah
ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang
biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini
adalah gandum hasil panenan masa keadilan ditegakkan.” ([6])
Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas,
kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita
dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa
orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima
hanya mencukupi satu orang,.
Dalil Ketiga:
“Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy
radhiallahu 'anhu,
bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang
satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah
dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga
satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan
seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam
perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan
keuntungan padanya.” (Riwayat Al Bukhory)
Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha,
penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam Al Qur’an dan Al
Hadits.
Sebenarnya, masih banyak lagi gambaran tentang peranan keberkahan yang disebutkan
dalam Al Qur’an atau hadits, hanya karena tidak ingin terlalu bertele-tele,
saya cukupkan dengan tiga dalil di atas sebagai contoh, sedangkan sebagian
lainnya akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.
Bila demikian adanya, tentu setiap orang dari kita mendambakan untuk
mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta kita. Setiap kita
pasti bertanya-tanya: bagaimanakah caranya agar usaha, penghasilan dan harta
saya diberkahi Allah?
Sebagaimana peranan keberkahan dalam hidup secara umum, dan dalam usaha
serta penghasilan, telah banyak diulas dalam Al Qur’an dan Hadits, demikian
juga persyaratan dan metode mendapatkannya. Berikut saya akan sebutkan beberapa
persyaratan dan metode tersebut:
1. Iman kepada Allah.
Inilah syarat pertama dan terbesar agar rizqi kita diberkahi Allah, yaitu
dengan merealisasikan keimanan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ
مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
"Andaikata penduduk negri-negri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya." (Qs. Al A'raf: 96)
Demikianlah imbalan Allah kepada orang-orang yang beriman dari
hamba-hamba-Nya. Dan sebaliknya, orang yang kufur dengan Allah Ta'ala, niscaya
ia tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Diantara perwujudan iman kepada Allah Ta'ala yang berkaitan dengan
penghasilan ialah dengan senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizqi apapun yang
kita peroleh ialah atas karunia dan kemurahan Allah semata, bukan atas jerih
payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu karena Allah Ta'ala telah
menentukan jatah rizqi setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan
ibunya. ([7])
Bila kita pikirkan diri dan negri kita, niscaya kita dapatkan buktinya,
setiap kali kita mendapatkan suatu keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan
merasa itu adalah hasil dari kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi
kegagalan atau bencana kita menuduh alam sebagai dalangnya, dan kita melupakan
Allah Ta’ala.
Ketika Aceh ditimpa musibah Sunami, kita menuduh alam sebagai penyebabnya,
yaitu dengan mengatakan itu karena akibat dari pergerakan atau benturan antara
lempengan bumi ini dengan lempengan bumi itu, dst. Ketika musibah lumpur di
porong menimpa kita, kita rame-rame menuduh alam dengan mengatakan itu dampak
dari gempa yang menimpa wilayah Jogjakarta dan sekitar. Ketika banjir melanda
Jakarta, kita rame-rame menuduh alam, dengan berkata: siklus alam, atau yang
serupa.
Jarang diantara kita yang mengembalikan semua itu kepada Allah Ta’ala,
sebagai teguran atau cobaan atau mungkin juga sebagai azab. Bahkan orang yang
berfikir demikian akan dituduh kolot, kampungan tidak ilmiyah, atau malah
dianggap sebagai teroris dst.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم
بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah)." (Qs.
Ar Rum: 41)
"Dari sahabat Zaid bin Khalid Al Juhani
radhiallahu 'anhu ia
menuturkan: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kita
shalat subuh di Hudaibiyyah dalam keadaan masih basah akibat hujan tadi malam.
Seusai beliau shalat, beliau menghadap kepada para sahabatnya, lalu berkata:
"Tahukah
kalian apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian?" Mereka menjawab:
"Allah
dan rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda:
"Allah
berfirman: Ada sebagian dari hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan kafir. Adapun
orang yang berkata: Kita telah dihujani atas karunia dan rahmat Allah, maka
itulah orang yang beriman kepada-Ku dan kufur dengan bintang. Dan orang yang
berkata: kita dihujani atas pengaruh bintang ini dan itu, maka itulah orang
yang kufur dengan-Ku dan beriman dengan bintang." (Muttafaqun 'alaih)
Bila demikian adanya, maka mana mungkin Allah akan memberkahi kehidupan
kita?! Bukankah pola pikir semacam ini adalah pola pikir yang menyebabkan Qarun
diazab dengan ditelan bumi?!
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ
قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ
جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu
yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih
banyak harta kumpulannya. (Qs. Al Qashash: 78)
Di antara perwujudan nyata iman kepada Allah dalam hal rizqi, ialah
senantiasa menyebut nama Allah Ta'ala ketika hendak menggunakan salah satu
kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan:
Dari sahabat 'Aisyah
radhiallahu 'anha: bahwasanya Nabi
shallallahu
‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang
sahabatnya, tiba-tiba datang seorang arab baduwi, lalu ia menyantap makanan
beliau dalam dua kali suapan. Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
"Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca
Basmallah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian." (Riwayat
Ahmad, An Nasai dan Ibnu Hibban)
Pada hadits lain Nabi bersabda:
أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا
الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ
الشَّيْطَانُ
Ketahuilah bahwa salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya
ia berkata: "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari
syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang Engkau karuniakan kepada
kami", kemudia mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan
tersebut-pen) niscaya anak itu tidak akan diganggu syetan. (Riwayat
Bukhory)
Demikianlah peranan iman kepada Allah, yang terwujud pada menyebut nama-Nya
ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan dalam mendatangkan keberkahan pada
harta dan anak keturunan.
2. Amal Sholeh.
Yang dimaksud dengan amal sholeh ialah menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya sesuai dengan syari'at yang diajarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketaqwaan yang menjadi persyaratan datangnya
keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas. Dan juga ditegaskan pada
janji Allah berikut:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم
فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ
هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara
kamu dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan
barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik." (Qs. An Nur: 55)
Tatkala Allah Ta'ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُواْ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيهِم
مِّن رَّبِّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم
"Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al
Qur'an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan
dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (Qs. Al Maidah: 66)
Ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "mendapatkan
makanan dari atas dan dari bawah kaki" ialah Allah akan melimpahkan kepada
mereka rizqi yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan
mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih lesu dan
tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidupnya.
([8])
Dan bila kita telah mendapatkan kemudahan hidup dari atas dan bawah kita,
niscaya kehidupan kita akan penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, ketentraman
dan keberhasilan.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang beramal sholeh, baik lelaki maupun perempuan
sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An Nahl:
97)
Ibnu Katsir
rahimahullah ketika menyebutkan hadits di atas tentang
dikembalikannya keberkahan bumi, beliau menyatakan: "Tidaklah hal itu
terjadi melainkan atas keberkahan penerapan syari'at Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam. Setiap kali keadilan ditegakkan, niscaya keberkahan dan
kebaikan menjadi melimpah ruah."
Diantara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal sholeh ialah kisah
Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut Khidir
menegakkan tembok pagar yang hendak roboh; guna menjaga agar harta warisan yang
di miliki oleh dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut,
sehingga tidak nampak dan diambil oleh orang lain. Allah Ta'ala berfirman:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ
تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا
أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ
"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota
itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya
adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-mu menghendaki agar mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari
Tuhan-mu." (Qs. Al Kahfi: 82)
Ulama' tafsir menyebutkan bahwa ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai
ayah yang sholeh bukanlah ayah langsung kedua anak tersebut, akan tetapi
kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata: "Pada kisah ini terdapat
dalil bahwa anak keturunan orang sholeh akan dijaga, dan keberkahan amal
sholehnya akan meliputi mereka di dunia, dan di akhirat. Ia akan memberi
syafa'at kepada mereka dan derajatnya akan ditinggikan ke tingkatan tertinggi,
agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an
dan As Sunnah." ([9])
Akan tetapi sebaliknya, bila kita enggan untuk beramal sholeh, atau bahkan
mengamalkan kemaksiatan, maka yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang
telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Dan barang siapa berpaling dari beribadah kepada-Ku/peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaaha: 124)
Ulama' ahli tafsir menyebutkan bahwa orang-orang yang berpaling dari
mengingat Allah dengan beribadah kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa
dirundung kesedihan dan duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa
oleh ambisi menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan
rasa takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya ([10])
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ. رواه أحمد وابن ماجة
والحاكم وغيرهم
“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizqinya akibat dari
dosa yang ia kerjakan.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).
Pada suatu hari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dilintasi
oleh rombongan pengusung janazah, spontan berliau bersabda:
“Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?"
Para sahabat bertanya:
"Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang
yang beristirahat atau diistirahati darinya?" Beliau menjawab:
"Seorang
hamba yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia
dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia, negri,
pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya." (Muttafaqun
‘alaih)
مستريح ومستراح منه؟ قالوا: يا رسول الله، ما المستريح والمستراح منه؟ قال : (العبد
المؤمن يستريح من نصب الدنيا وأذاها إلى رحمة الله، والعبد الفاجر يستريح منه العباد
والبلاد والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه
Ulama’ pensyarah hadits ini menyatakan: “Teristirahatakannya negri dan
pepohonan dari orang keji ialah teristirahatkannya itu semua dari dampak
kemaksiatan yang ia lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya
kekeringan, sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa.”
Ibnul Qayyim berkata: “Dan diantara hukuman perbuatan maksiat ialah:
kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rizqi, ilmu, amalan, amal
ketaatan. Dan secara global kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap
urusan agama dan dunia. Karenanya tidaklah akan engkau dapatkan orang yang
umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang
bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari
bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.” ([11]
Diantara contoh nyata akibat buruk yang harus diderita oleh manusia dari
dicabutnya keberkahan dari kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya
makanan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa
itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau
shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
لولا بنو إسرائيل لم يخبث الطعام ولم يخنز اللحم. متفق عليه
“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan tidak
akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” (Muttafaqun
‘alaih)
Para ulama’ menjelaskan bahwa tatkala Bani Isra’il diberi rizqi oleh Allah
Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat
mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan
daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk
mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka
melanggar perintah ini, dam mengambil daging dalam jumlah yang melebihi
kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat
perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang
mereka simpan tersebut menjadi busuk. ([12])
Al Munawi berkata: “Hadits ini adalah suatu isyarat yang menunjukkan bahwa
membusuknya daging merupakan hukuman atas bani Israil, akibat mereka kufur
terhadap kenikmatan Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh,
sehingga menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu, dan
sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk.”([13])
Berikut beberapa amal sholeh yang nyata-nyata mendatangkan
keberkahan pada harta:
A. Mensyukuri Segala Nikmat.
Tiada kenikmatan -apapun wujudnya- yang dirasakan oleh manusia di dunia ini,
melainkan datangnya dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu Allah Ta’ala mewajibkan
atas mereka untuk senantiasa bersyukur kepadanya, yaitu dengan senantiasa
mengingat bahwa kenikmatan tersebut datangnya dari Allah, kemudian ia
mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya ia menafkahkannya di jalan-jalan yang di
ridhoi Allah. Orang yang telah mendapatkan karunia untuk dapat bersyukur demikian
ini, akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa
melipat gandakan untuknya kenikmatan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan: "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni'mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Qs.
Ibrahim: 7)
Dan pada ayat lain Allah Ta'ala berfirman:
وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
"Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur
demi (kebaikan) dirinya sendiri." (Qs. An Naml: 40)
Imam Al Qurthuby berkata: "Tidaklah manfaat syukur akan didapat selain
oleh pelakunya sendiri, dimana dengannya ia berhak mendapatkan kesempurnaan
dari ni'mat yang ia dapat, dan nikmat tersebut akan kekal dan ditambah.
Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat
serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai." ([14])
Sebagai contoh nyata:
]لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ
كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
{15} فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُم بِجَنَّتَيْهِمْ
جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَى أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ [ سبأ
15-16
"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugrahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negrimu) adalah negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir
yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi
(pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara."
(Qs. Saba': 15-16).
Tatkala kaum Saba' masih dalam keadaan makmur dan tentram, Allah Ta'ala
hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan bahwa dengan
syukur, mereka dapat menjaga kenikmatan mereka dari bencana, dan mendatangkan
kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.
B. Menunaikan Zakat (Shodaqoh)
Zakat, baik zakat wajib atau sunnah (shodaqoh) adalah salah satu amalan yang
menjadi penyebab turunnya keberkahan. Allah Ta'ala berfirman:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Qs. Al
Baqarah: 276)
Pada ayat lain, Allah berfirman:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ
لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tidap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah
melipat gandakan bagi orang yang Ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha
Mengetahui." (Qs. Al Baqarah: 261)
Pada ayat lain Allah berfirman:
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَتَثْبِيتًا
مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا
ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena
mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka
hujan gerimispun (memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat."
(Qs. Al Baqarah: 265)
Pada ayat lain, Allah berfirman:
وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ
اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْمُضْعِفُون
"Dan sesuatu riba yang engkau berikan agar bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah . Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai Wajah Allah
(keridhoan-Nya), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan." (Qs. Ar Rum: 39)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ
أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ
أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
"Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian
salah satunya berucap (berdoa): Ya Allah, berilah orang yang berinfaq
pengganti, sedangkan yang lain berdoa : Ya Allah timpakanlah kepada orang yang
kikir (tidak berinfaq) kehancuran." (Muttafaqun 'alaih)
Pada hadits lain beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ
عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم
"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah
menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan, dan
tidaklah seseorang bertawadhu'/merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah
akan meninggikannya." (Muslim)
Para ulama' menjelaskan maksud hadits ini dengan menyebutkan dua penafsiran:
1. Maksudnya Allah akan memberkahi hartanya, dan menjaganya dari kerusakan,
sehingga kekurangan yang terjadi dapat tertutupi dengan turunnya keberkahan.
Hal ini dapat dirasakan langsung dan juga dapat dilihat contohnya di
masyarakat.
2. Walaupun secara hitungan harta berkurang, akan tetapi pahala yang
berlipat ganda dapat menutupi kekurangan tersebut, bahkan melebihinya. ([15])
Makna kedua ini selaras dengan hadits berikut:
“Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata: 'Hartaku, hartaku!' Apakah
engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan
sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang
engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)”
(Muslim)
يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما
أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ رواه
مسلم.
Walau demikian, kedua penafsiran di atas sama-sama benar adanya, dan tidak
saling bertentengan.
C. Bekerja mencari rizqi dengan hati yang qona’ah tidak dipenuhi
oleh ambisi dan keserakahan.
Sifat qonaah dan lapang dada dengan pembagian Allah Ta’ala adalah kekayaan
yang tidak ada bandingnya. Dahulu orang berkata:
“Bila engkau memiliki hati yang qona’ah, maka engkau dan pemilik dunia (kaya
raya) adalah sama”.
إذا كنت ذا قلب قنوع، فأنت وصاحب الدنيا سواء.
“Qona’ah adalah harta karun yang tidak akan pernah sirna.”
القناعة كنز لا يفنى
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan keadaan
orang yang dikaruniai sifat qonaah dengan sabdanya:
من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه ؛ فكأنما حيزت له الدنيا
بحذافيرها.رواه الترمذي وابن ماجة والطبراني وابن حبان والبيهقي.
“Barang siapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat badannya,
dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan
untuknya dunia beserta isinya.” (Riwayat At-Tirmizy, Ibnu Majah, At
Thobrany, Ibnu Hibban dan Al Baihaqy)
Al Munawi
rahimahullah berkata: “Maksud hadits ini, barang siapa
yang terkumpul padanya: kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia
pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan selamat,
maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis kenikmatan, yang
siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan mendapatkan kecuali hal
tersebut.” ([16])
Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhoan dengan segala rizqi
yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan dianugrahkan kepadanya:
إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رضي بِمَا
قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ
له ولم يزده على ما كتب له. رواه أحمد والبيهقي وصححه الألباني
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan
menguji setiap hamba-Nya dengan rizqi yang telah Ia berikan kepadanya. Barang
siapa yang ridho dengan pembagian Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan
memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barang siapa yang tidak
ridho (tidak puas), niscaya rizqinya tidak akan diberkahi.” (Riwayat Imam
Ahmad dan dishohihkan oleh Al Albany)
Al Munawi dalam kitab
Faidhul Qadir menyebutkan: “Bahwa penyakit
ini, (yaitu: tidak puas dengan apa yang telah Allah karuniakan kepadanya-pen)
telah banyak didapatkan pada pemuja dunia, sehingga engkau dapatkan salah
seorang dari mereka meremehkan rizqi yang telah dikaruniakan untuknya, merasa
hartanya itu sedikit, buruk, serta mengagumi rizqi orang lain dan menggapnya
lebih bagus dan banyak. Oleh karenanya ia akan senantiasa banting tulang untuk
menambah hartanya, hingga akhirnya habislah umurnya, sirnalah kekuatannya, dan
iapun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tergapai dan rasa
letih. Dengan itu ia telah menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran amalannya
dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal
ia tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah Allah tentukan untuknya. Pada
akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam keadaan pailit, ia tidak mensyukuri apa
yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia
inginkan.” ([17])
Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga
kehormatan agama dan dirinya dalam setiap usaha yang ia tempuh guna mencari
rizqi. Sehingga seorang muslim tidak akan menempuh melainkan jalan-jalan yang
dihalalkan dan dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.
Dari sahabat Hakim bin Hizam
radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan:
Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta
kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta
kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda:
"Wahai
Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa
yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan
pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang
mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak
akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa
kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di
bawah." Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: Kemudian aku
berkata:
"Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan
membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga
aku meninggal dunia." (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini menunjukkan bahwa sifat qona’ah, peras keringat sendiri untuk
memenuhi kebutuhan, serta menempuh jalan yang baik ketika mencari rizqi akan
senantiasa diiringi dengan keberkahan. Dan bahwa orang yang mencari harta
kekayaan dengan ambisi dan keserakahan, sehingga ia tidak mengumpulkan dengan
cara-cara yang dibenarkan, niscaya harta kekayaannya tidak akan pernah
diberkahi, bahkan akan dihukumi dengan dihalangi dirinya dari kemanfaatan harta
yang telah ia kumpulkan ([18])
Pada hadits lain, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
contoh nyata bagi pekerjaan yang terhormat dan tidak merendahkan martabat diri:
“Sungguh demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya salah
seorang dari kamu membawa talinya, kemudian ia mencari kayu bakar dan
memanggulnya di atas punggunya, lebih baik baginya daripada ia mendatangi orang
lain, kemudian meminta-minta kepadanya, baik ia diberi atau tidak.”
(Riwayat Bukhory)
وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَأَنْ يَأْخُذَ أحدكم حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ على ظَهْرِهِ
خَيْرٌ له من أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أو مَنَعَهُ.
Pada hadits lain, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
wujud lain dari penjagaan terhadap kehormatan diri dan agama seseorang ketika
bekerja, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من طلب حقا فليطلبه في عفاف واف أو غير واف.رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والحاكم
“Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengan cara
yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.” (Riwayat At
Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim)
Diantara metode yang diajarkan oleh Islam kepada umatnya agar usahanya
diberkahi Allah Ta’ala dan mendatangkan keberhasilan ialah dengan menggunakan
modal yang diperoleh dari jalan yang baik, serta diperoleh tanpa ambisi dan
keserakahan:
Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam pada suatu hari hendak memberi umar bin Khatthab
radhiallahu
'anhu suatu pemberian, kemudaian Umar berkata kepada beliau:
"Ya
Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada
aku." Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya:
“Ambillah, lalu gunakanlah sebagai modal, atau sedekahkanlah,
dan harta yang datang kepadamu sedangkan engkau tidak berambisi mendapatkannya
tidak juga memintanya, maka ambillah, dan harta yang tidak datang kepadamu,
maka janganlah engkau berambisi untuk memperolehnya.” Oleh karena itu
dahulu Abdullah bin Umar tidak pernah meminta kepada seseorang dan tidak pernah
menolak sesuatu yang diberikan kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
D. Istighfar/Bertaubat dari segala dosa.
Sebagaimana halnya perbuatan dosa adalah salah satu penyebab terhalangnya
rizqi dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar adalah salah satu
penyebab rizqi datang dan diberkahi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh nabi
Nuh
‘alaihissalam kepada umatnya:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا {10} يُرْسِلِ السَّمَاء
عَلَيْكُم مِّدْرَارًا {11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ
جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka: "Beristighfarlah kamu kepada Tuhanmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirmkan hujan
kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai." (Qs. An Nuh: 10-12)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا
حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
"Dan hendaklah kamu beristighfar kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepadanya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Dia akan memberi
kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan dan Dia akan memberi kepada tia-tiap orang yangmempunyai keutamaan
(balasan) keutamaannya." (Qs. Huud: 3)
Berdasarkan ayat ini dan juga lainnya ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa
diantara manfaat istighfar dan taubat adalah mendatangkan kelapangan rizki,
kebahagian hidup, terhindar dari berbagai bentuk petaka dan azab ([19]).
Pada ayat lain dalam surat yang sama, Allah menceritakan tentang Nabi Hud
‘alaihissalam
bersama kaumnya:
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء
عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ
مُجْرِمِينَ
Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, beristighfarlah kepada Tuhanmu lalu
bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras,
dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu
berpaling dengan berbuat dosa." (Qs. Hud: 52)
Ulama' ahli tafsir menyebutkan, bahwa akibat kekufuran dan perbuatan dosa
kaum 'Aad, mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang
wanitapun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa
tahun lamanya. Oleh karena itu nabi Huud
'alaihissalam memerintahkan
mereka untuk bertaubat dan beristighfar, karena dengan keduanya Allah akan
menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan ([20]).
E. Menyambung Tali Silaturrahmi.
Diantara amal sholeh yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita
ialah menyambung tali silaturrahim, yaitu menjalin hubungan baik dengan setiap
orang yang terjalin antara kita dan mereka hubungan nasab.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. متفق عليه
“Barang siapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya,
atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim.”
(Muttafaqun ‘alaih).
Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq
untuk beramal sholeh, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi
kehidupannya di akhirat, dan terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal
yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang.
Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Ta’ala. ([21])
Sebagian dari kita -bila mendapatkan keberhasilan dalam usaha, sehingga
memiliki rizqi yang berlebih dari kebutuhan- bukannya menyambung tali
silaturrahim, akan tetapi malah memutusnya. Banyak dari kita yang siap untuk
menjalin hubungan dengan siapapun, terkecuali dengan kerabat sendiri.
La
haula walaa quwwata illa billah.
F. Mencari Rizqi dari Jalan yang Halal.
Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita ialah harta
tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena
sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya
rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik
dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang
haram.” (Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim)
لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب:
أخذ الحلال، وترك الحرام.
Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk praktek
riba:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Qs. Al
Baqarah 276)
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan
bahwa Ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara
keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan
hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan
harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam
kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta
tersebut." ([22])
Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:
إن الربا وإن كثر، عاقبته تصير إلى قل. رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ
ابن حجر والألباني
“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya
akan menjadi sedikit.” (Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan
dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany)
Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek-praktek
riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di
atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung
jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan,
ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Diantara profesi atau pekerjaan yang diharamkan dan menghapuskan keberkahan
dari penghasilan kita ialah sumpah palsu ketika bertransaksi, Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ .متفق عليه
“Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris dan
menghapuskan keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Diantara metode mencari rizqi yang diharamkan dan tidak diberkahi ialah
metode minta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut:
Dari sahabat Hakim bin Hizam
radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan:
Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta
kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta
kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda:
"Wahai
Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis, dan barang siapa
yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan
pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang
mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak
akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah
merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang
berada di bawah." Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: Kemudian
aku berkata:
"Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan
membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga
aku meninggal dunia." (Muttafaqun ‘alaih)
Pada hadits lain, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan sebagian dari dampak hilangnya keberkahan dari orang yang
meminta-minta dengan bersabda:
ما يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ ليس في وَجْهِهِ
مُزْعَةُ لَحْمٍ. متفق عليه
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta kepada orang lain, hingga
kelak akan datang pada hari kiamat, dalam keadaan tidak sekerat dagingpun
melekat di wajahnya.” (Muttafaqun ‘alaih) ([23])
G. Bekerja di waktu pagi.
Diantara metode agar keberkahan dari Allah dapat kita peroleh ialah dengan
memupuk subur semangat untuk hidup sehat dan produktif serta menyingkirkan
sejauh-jauhnya sifat malas. Yang demikian itu dengan cara memanfaatkan setiap
waktu yang Allah karuniakan kepada kita pada hal-hal yang berguna dan
mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita. Dan diantara waktu yang paling bagus
untuk bekerja dan mencari rizqi ialah waktu pagi, oleh karenanya Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
اللهم بارك لأمتي في بكورها. رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجة وصححه الألباني
“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.” (Riwayat
Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasai, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)
Para pensyarah hadits ini menyatakan bahwa hikmah dikhususkannya waktu pagi
dengan doa keberkahan, adalah karena waktu pagi adalah waktu dimulainya berbagai
aktifitas manusia, dan padanya seseorang merasakan semangat dan selesai dari
beristirahat, oleh karenanya beliau mendoakan keberkahan pada waktu ini agar
seluruh umatnya mendapatkan bagian dari doanya.
Sebagai penerapan langsung dari doanya ini, dahulu Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bila mengutus pasukan perang, beliau mengutusnya pada
pagi hari, sehingga pasukan & dan peperangan tersebut menjadi pasukan dan
peperangan yang diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh nyata kedua dari keberkahan waktu pagi ialah apa yang dilakukan oleh
sahabat Shokher Al Ghomidy, beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits ini
dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah seorang
pedagang, setelah ia mendengarkan hadits ini dari Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam iapun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang
dagangannya melainkan pada pagi hari, dan benar, keberkahan Allah dapat beliau
peroleh, sehingga dinyatakan pada riwayat di atas, bahwa perniagaannyapun
berhasil, hartanya melimpah ruah.
Berdasarkan hadits inipula sebagian ulama’ menyatakan bahwa tidur pada pagi
hari adalah makruh hukumnya.
Hadits di atas juga merupakan bukti nyata bahwa agam Islam tidak mengajarkan
kepada umatnya untuk hidup bermalas-malasan, lemah semangat, dan rendah
cita-cita. Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk hidup produktif,
bermanfat, baik untuk diri sendiri atau orang lain, dan berjiwa besar dengan
mewujudkan cita-citanya walau setinggi langit.
(على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟ قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق.
قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يعين ذا الحاجة الملهوف. قال: قيل له: أرأيت إن
لم يستطع؟ قال: يأمر بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم يفعل؟ قال: يمسك عن الشر،
فإنها صدقة). رواه مسلم
“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah." Dikatakan kepada
beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia
bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk
dirinya sendiri dan juga bersedekah." Dikatakan lagi kepadanya:
"Bagaiman apabila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia membantu
orang yang benar-benar dalam kesusahan." Dikatakan lagi kepada beliau:
"Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia
memerintahkan dengan yang ma’ruf atau kebaikan." Penanya kembali berkata:
"Bagaimana bila ia tidak (mampu) melakukannya?" Beliau menjawab:
"Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah
sedekah." (Riwayat Muslim)
Dan pada hadits lain, beliau bersabda:
المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير. احرص على ما ينفعك
واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا، لكان كذا وكذا،
ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان. رواه مسلم
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding
seorang mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Senantiasa
berusahalah untuk melakukan segala yang berguna bagimu, dan mohonlah
pertolongan kepada Allah, dan janganlah engkau menjadi lemah. Dan bila engkau
ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat
demikian, demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian, akan tetapi
katakanlah: Allah telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia
lakukan, karena ucapan 'seandainya' akan membukakan (pintu) godaan syetan.”
(Muslim)
Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam
kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai
contoh. Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya
kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya
pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pada
pemaparan saya di atas ada kesalahan, maka itu adalah dari saya dan syetan,
sehingga saya beristighfar kepada Allah, dan bila ada kebenaran, maka itu semua
atas taufiq dan ‘inayah-Nya. Wallahu a’alam bis showaab.
-------------------------
Footnote:
[1] ) Ngalap berkah semacam ini adalah
perbuatan yang diharamkan dalam Islam, karena keberkahan itu hanyalah milik
Allah Ta’ala. Keberkahan yang terdapat pada selain para Nabi ‘alaihimussalaam
adalah keberkahan yang diperoleh karena iman dan amalannya. Dengan demikian
setiap orang yang beriman dan beramal sholeh, memiliki keberkahan sebesar iman
dan amal sholehnya. Diantara dalil yang menunjukkan akan hal ini, ialah sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Sesungguhnya diantara pepohonan ada pohon
yang keberkahannya serupa dengan keberkahan seorang muslim.” (Riwayat Bukhory).
Para ulama’ menjelaskan bahwa keberkahan/kemanfaatan
pohon kurma, serupa dengan keberkahan/ kemanfaatan seorang muslim, yaitu
bersifat umum, sehingga dapat dirasakan dalam segala situasi dan kondisi dan
dimanapun. (Lihat Fathul Bari 1/145-146)
Oleh karena itu metode untuk mendapatkan
keberkahan seorang muslim ialah dengan meneladani iman dan amal sholehnya,
bukan dengan mencium tangan, atau meminum bekas air minumnya, atau lainnya.
Untuk lebih mengetahui tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permaslahan
tabarruk, silahkan baca kitab: Taisir Al Aziz Al Hamid, oleh Syeikh Sulaiman
bin Abdillah hal 174-186.
[2] ) Al Misbah Al Munir oleh Al
Faiyyumy 1/45, Al Qomus Al Muhith oleh Al Fairuz Abadi 2/1236, & Lisanul
Arab oleh Ibnu Manzhur 10/395.
[3] ) Syarah Shohih Muslim oleh An
Nawawi 1/225.
[4] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/531.
[5] ) Al Jawabul Kafi karya Ibnu
Qayyim 56.
[6] ) Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim
4/363 & Musnad Imam Ahmad bin Hambal 2/296.
[7] ) Disebutkan dalam suatu hadits:
“Sesungguhnya salah seorang dari kamu
disatukan penciptaannya di dalam kandungan ibunya selama empat puluh hari
berupa nuthfah, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama itu juga,
kemudian berubah menjadi segumpal daging selama itu juga, kemudian Allah akan
mengutus seorang malaikat, lalu malaikat itu diperintahkan dengan empat
kalimat, dan dikatakan kepadanya: “Tulislah amalannya, rizqinya, ajalnya dan
apakah ia sengsara atau bahagia, kemudian ia diperintahkan untuk meniupkan ruh
padanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
[8] ) Baca Tafsir Ibnu Katsir 2/76.
[9] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/99.
[10] ) Baca Adhwa’ul Bayan oleh
Syeikh Muhammad Al Amin As Syinqithy 4/197.
[11] ) Al Jawabul Kafi 56.
[12] ) Ma’alim At Tanzil, oleh Al
Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh Imam An Nawawi 10/59, & Fathul
Bari oleh Ibnu Hajar 6/411.
[13] ) Faidhul Qadir 5/437.
[14] ) Tafsir Al Qurthuby 13/206.
[15] ) Lihat Syarah Muslim oleh An
Nawawi 8/399, dan Faidhul Qadir 5/642.
[16] ) Faidhul Qadir oleh Al Munawi
9/387.
[17] ) Idem 2/236.
[18] ) Syarah Shohih Bukhori oleh Ibn
Batthol 3/48.
[19] ) Baca Tafsir Al Qurthuby 9/4,
& Adhwaaul Bayan 2/267.
[20] ) Baca Tafsir At Thobary 15/359,
dan Tafsir Al Qurthuby 9/51.
[21] ) Syarah Muslim oleh Imam An
Nawawi 8/350 & ‘Aunul Ma’bud 4/102.
[23] ) Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan
yang lebih luas tentang hukum meminta-minta, silahkan baca buku: “Haramnya
meminta-minta” karya Syeikh Muqbil bin hadi Al Wadi’i rahimahullah.
إنَّ من الشجر لما بركته كبركة المسلم. رواه البخاري
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نطفة ثُمَّ
يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَبْعَثُ الله
مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ له: اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ
وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أو سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فيه الرُّوحُ متفق عليه
[22] ) Tafsir Ibnu Katsir 1/328.
Sumber:
alisamanhasan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar