Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Jumat, 01 November 2013

Tafsir Surat Al-Ikhlas

Pujian yang tak terhingga rasa Syukur yang tak terbatas hanya ditunjukan untuk Allah yang Maha Kuasa Dikarenakan  Allah telah menyempurnakan agama bagi kita, Allah telah  menjelaskan didalam Al-Qur’an segala sesuatu yang kita butuhkan. Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin, yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan secara keseluruhan pada Lailatul Qadr lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dijaga oleh Allah dan tidak ada satupun bisa mengubahnya. Al-Qur’an tidak akan ketinggalan zaman dan sepantasnya kita menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
    
 Para pembaca yang semoga Allah berkahi, kita sudah ketahui surat Al Ikhlas dan sudah menghafalnya. Surat Al Ikhlas itulah surat yang mungkin tidak asing bagi kita. Pada Buletin edisi kali ini kami mengajak para pembaca untuk membahas kandungan surat Al Ikhlas.
 
SEBAB DITURUNKAN DAN PENAMAAN SURAT AL IKHLAS
    
Sebab diturunkannya surat Al Ikhlas dikarenakan kaum musyrikin menanyakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  tentang Nasab Allah,Maka turunlah surat ini  
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا مُحَمَّدُ [ص:144] ، انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {قُلْ هُوَ اللَّهُأَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ} [الإخلاص: 2] لَمْ يَلِدْ، وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ "  
“Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab berkata bahwasanya orang-orang musyrikin berkata kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Muhammad sebutkan kepada kami tentang nasab Robbmu.” Maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan surat ini yang artinya : “Katakanlah (wahai Muhammad) Dia lah Allah Yang Maha Esa, Allah tempat meminta segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara denganNya.” (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, ini lafadz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Pada lafadz Imam Tirmidzi yang serupa dengan lafadz diatas dihasankan oleh Syaikh Albani di dalam shohih wa dhoif Sunan Tirmidzi).
 
Para pembaca yang semoga Allah berkahi, dinamakan surat Al Ikhlas dikarenakan pada surat ini terdapat penjelasan tentang pensucian yang sempurna untuk Allah ( tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin Hal.351 Maktabah Syamilah)
 
KANDUNGAN SURAT AL IKHLAS
AYAT PERTAMA  (  قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ  )
Berkata I'krimah, ketika yahudi berkata : “Kami beribadah kepada Uzair anak Allah” Nasharo berkata “kami beribadah kepada Al masih (Isa bin Maryam)”, berkata majusi (penyembah api) kami “beribadah kepada matahari dan bulan”. Dan orang-orang musyrikin berkata “kami beribadah kepada berhala.”  Maka Allah turunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam   :   قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
    
Maknanya Dialah Allah yang satu yang tidak ada sebanding denganNya, tidak ada pembantu bagi Allah, tidak ada yang setara dengan Allah, tidak ada yang serupa dan tidak ada yang sama dengan Allah.  Pada lafadz diatas tidak ditetapkan pada selain Allah. Namun ditetapkan hanya pada Allah saja. Dikarenakan Allah sempurna pada seluruh sifat dan perbuatannya. (lihat tafsir Ibnu Katsir jilid 8 hal.414)
    
Para pembaca yang semoga Allah Subhanahu wata’ala berkahi, setelah kita memahami kandungan ayat pertama, maka mari kita beramal dengan yakin bahwa sepantasnya Allah yang berhak diberikan ibadah kepadaNya secara keseluruhan, kita tidak menjadikan tandingan bagi Allah pada  ibadah kita. 
Dan seharusnya kita murnikan ibadah dengan mengikuti cara ibadah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam . Itulah ibadah yang paling benar, paling mudah dan paling menenangkan, sehingga degan demikian telah terwujudlah syahadat kita yakni artinya: tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.
AYAT KEDUA   (   اللَّهُ الصَّمَدُ )
Maknanya adalah Allah Subhanahu wata’ala memiliki kesempurnaan sifat yang mulia yang seluruh makhluk meminta seluruh kebutuhan dan keinginan pada Allah. Allah adalah pemimpin. Dan Allah tidak makan dan tidak minum, dan Allah maha kekal. (diringkas dari beberapa kitab : tafsir Thobari, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Sa’adi, tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin, dan tafsir Muyassar).
 
Pada ayat kedua ini penulis mengajak para pembaca agar menujukan permintaan hanya kepada Allah saja. Ketika kita berdo’a agar ditambahkan rezki atau kita berdo’a yang lainnya, maka hendaknya hanya meminta kepada Allah saja, tidak meminta kepada orang yang sudah mati atau dukun. 
Karena do’a adalah ibadah yang harus diberikan hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dan apabila berdo’a kepada Allah lalu menjauhi perkara-perkara yang haram maka do’a akan dikabulkan.Sebagaimana Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepadaKu agar mereka memperoleh kebenaran.” (Al- Baqaroh: 186).
 
AYAT KETIGA  ( لَمْ يَلِدْ، وَلَمْ يُولَدْ ) 
Maknanya adalah Allah tidak butuh anak, tidak butuh orang tua atau istri. Disebabkan sempurnanya kekayaan Allah Subhanahu wata’ala . Dan dikarenakan tidaklah sesuatu yang dilahirkan melainkan akan mati dan dan tidaklah sesuatu yang mati melainkan diwarisi (orang lain). Sebagaimana hadits dari Abu A’liyah secara mursal:
“Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan dikarenakan tidaklah sesuatu yang mati melainkan akan diwarisi (orang lain), dan Robb kita tidak mati dan tidak akan mewariskan, tidak ada yang setara, sama dan sebanding bagi Allah. (Hadits riwayat Tirmidzi). Dan hadits ini ada pendukungnya dari hadits Jabir.
 
Dan sesungguhnya pujian Allah tidak akan musnah dan tidak akan diwarisi (kami kumpulkan dari beberapa kitab : tafsir Thobari, tafsir Ibnu katsir, tafsir Karimmurrohman karya Syaikh Assa’dy, tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin dan Fathul Baari syarh Shohih Bukhori ).
AYAT KEEMPAT  (  وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ )
Maknanya adalah tidak ada yang serupa dan setara  dengan Allah, tidak ada sesuatu apapun yang sama dengan Allah, tidak sama pada nama-nama Allah, tidak pula pada sifat-sifatNya, dan tidak pula sama dengan perbuatan-perbuatan Allah. Dan Maha suci Allah sehingga pantaslah Allah tiadakan / menolak adanya bapak atau anak atau yang semisal dengan Allah.
 
KEUTAMAAN SURAT AL IKHLAS
1.  SURAT AL IKHLAS SEBANDING DENGAN SEPERTIGA AL QUR’AN. Dalam hadits dari Abu Darda’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : 
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِي لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟» قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: «قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ»
“Apakah salah seorang dari kalian mampu membaca sepertiga Al Qur’an dalam satu malam? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda : Sebanding dengan sepertiga Al Qur’an” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dan ini lafadz Muslim).
 
Maksud dari surat Al Ikhlas adalah sepertiga Al Qur’an bukanlah kita mencukupkan baca surat Al Ikhlas tiga kali kemudian tidak membaca surat-surat yang lain yang ada dalam Al Qur’an. Namun maksud sebanding sepertiga Al Qur’an adalah didalam Al Qur’an disebutkan tiga hal tiga hal : 
PERTAMA: Kisah-kisah  KEDUA: Hukum-hukum  KETIGA:  Sifat-sifat Allah
Pada surat Al Ikhlas ini hanya disebutkan sifat-sifat Allah saja sehingga sebanding dengan sepertiga Al  Qur’an. Dan juga dikatakan maknanya pahala yang membacanya dilipat gandakan sekedar atau sebesar pahala orang yang membaca sepertiga Al Qur’an.
2. SIAPA YANG MEMBACANYA MAKA BAGINYA SURGA. Di dalam hadits dari Abu Hurairah berkata aku bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bertemu seseorang yang sedang membaca Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:
 
“Telah ditetapkan bagimu, maka laki-laki itu bertanya, apa yang telah ditetapkan bagiku wahai Rasulullah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda Jannah (surga)”.  (Hadits riwayat Tirmidzi,  An nasa’i, di shohihkan Syaikh Albani dalam shohih wa dhoif sunan An nasa’i ).
 
3. SIAPA YANG BERDO’A DIDAHULUI DENGAN PENYEBUTAN SIFAT ALLAH YANG ADA DALAM SURAT INI MAKA ALLAH KABULKAN DO’ANYA. Di dalam hadits diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah al Aslami dari bapaknya:
عن عبد الله بن بريدة الأسلمي عن أبيه قال سمع النبي صلى الله عليه وسلم رجلا يدعو وهو يقول اللهم إني أسألك بأني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد قال فقال والذي نفسي بيده لقد سأل الله باسمه الأعظم الذي إذا دعي به أجاب وإذا سئل به أعطى                                                                                                             
 
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  mendengar seseorang berdo’a yang dia ucapkan adalah Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan aku bersaksi bahwasanya Kau adalah Allah tidak ada Ilah yang berhak di ibadahi dengan benar melainkan Kau zat yang satu, zat yang semua makhluk meminta kepadaMu, zat yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada yang setara dengannya. Maka nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :  “Demi zat yang  jiwaku berada ditanganNya. Sungguh laki-laki ini telah  meminta kepada Allah dengan namaNya yang Agung yang apabila seseorang berdo’a dengan sifat-sifat ini maka Allah kabulkan dan apabila meminta dengan menyebutkan sifat-sifat-Nya maka Allah berikan (Hadits riwayat Ibnu Majah, Tirmidzi Dishohihkan Syaikh Albani).
 
Surat Al Ikhlas ini dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dishalat sunah sebelum subuh dirakaat kedua, pada shalat sunah sebelum magrib dirakaat kedua, shalat setelah thowaf dirakaat kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  juga membacanya ketika witir. 
Demikianlah kandungan surat Al Ikhlas beserta keutamaannya. Semoga penjelasan diatas bisa dipahami dan diamalkan, amin. Wallahu a’lam. (ditulis oleh: Ustadzah Ummu Rufaidah)
 
MARAJI’ / REFERENSI :
1.    Tafsir Al Qur’anul ‘adzim (tafsir Ibnu Katsir)
2.    Tafsir Karimurrahman (tafsir assa’di)
3.    Tafsir Muyassar
4.    Al  Minhaj Sharh shohih Muslim
5.    Fathul Baari Sharh shohih Bukhori
6.    Tafsir Thobari (Maktabah Syamilah)
7.    Tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin (Maktabah Syamilah)
8.    Shohih wa dhoif Sunan Tirmidzi (Maktabah Syamilah)
9.    Shohih wa dhoif  Sunan An Nasa’i (Maktabah Syamilah)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar