Mungkin masih terngiang-ngiang di telinga kita ucapan sebagian orang yang mengaku penuntut ilmu mengeluhkan, “Apa
ada contohnya dari ulama mengadakan dauroh bertemakan khusus tentang
fitnah sururiyah, turotsiyah, halabiyah dan hajuriyah? Bukankah
masyarakat kita masih awam, membaca Al Quran saja nggak bisa, shalat
masih banyak salahnya, Bukankah hal itu akan menyibukkan mereka saja!”
Rasanya memang kurang pantas penuntut ilmu melontarkan ucapan seperti itu, terlebih lagi ketika duduk di majelis ulama. Dimana ilmu yang mereka tuntut? Mana pengamalan ilmu mereka? Keberkahan ilmu hanyalah dari Allah.
Ya, itulah syubhat, penampakannya manis seolah-olah benar, tapi
hakikatnya pahit dan menggerogoti hati kita. Ketika badan sakit mungkin
kita akan bersegara berobat ke dokter, karena pertimbangan kepedihan dan
penyakit yang semakin menjalar. Bagaimana kalau hati kita yang
digerogoti dengan syubhat-syubhat semacam itu? Tentu lebih utama lagi
bagi kita untuk bersegera berobat ke dokter hati, ya, merekalah para
ulama.
Kita sepakat untuk selalu merujuk ke para ulama dalam semua
permasalahan terlebih lagi ketika fitnah mewabah. Para ulama dengan
keilmuannya yang tinggi dan pandangan tajamnya terhadap permasalahan
selalu membuahkan solusi terbaik bagi kaum muslimin. Terkait syubhat
ini, mari kita simak fatwa sebagian ulama berikut ini:
Ditanyakan ke Al Alamah Asy Syaikh Shalih Al Fauzan hafidzahullah pertanyaan berikut,
“Apakah wajib bagi para ulama untuk menjelaskan ke para pemuda dan
masyarakat awam bahaya persektean, perpecahan, dan kelompok-kelompok
sesat?”
Jawaban beliau,
“Ya, wajib menjelaskan bahaya persektean, bahaya perpecahan dan
perselisihan, agar para manusia di atas pengetahuan. Karena walaupun
orang awam akan tertipu juga. Betapa banyak dari kalangan awam yang
sudah tertipu dengan sebagian kelompok-kelompok sesat, menyangka bahwa
mereka di atas kebenaran. Maka wajib bagi kita untuk menjelaskan kepada
masyarakat baik yang terpelajar ataupun awam bahaya sekte-sekte dan
aliran-aliran.
Apabila mereka diam, masyarakat akan mengatakan, ‘Para ulama telah
mengetahui hal ini dan mereka diam saja!’ Maka masuklah kesesatan dari
pintu ini.
Maka wajib untuk memberikan penjelasan tatkala terjadi semisal
perkara-perkara ini. Bahayanya bagi kalangan awam lebih besar daripada
bahayanya bagi kalangan terpelajar. Hal itu dikarenakan orang awam
dengan diamnya para ulama akan menyangka bahwa perkara ini faktual dan
di atas kebenaran.” (Al Ajwibah Al Mufidah, hal. 131)
Ditanyakan ke Al Alamah Asy Syaikh Robi’ hafidzahullah dalam kaset “Muamalah Ahli Bidah” pertanyaan berikut,
“Apa pandangan Anda terhadap orang yang berzuhud dari mendengarkan
bantahan-bantahan, dan tatkala ditanya tentang sebab sikapnya dia
menjawab, ‘Sesungguhnya orang yang bertanya hal itu kepadaku masih awam
belum bagus untuk membaca Al Quran.’ Maka apa nasihat Anda?, semoga
Allah memberkahi Anda.”
Jawaban beliau,
“Apabila orang awam, diajarkan padanya akidah dan diperingatkan dari
ahli bidah. Kebanyakan orang awam sekarang telah menjadi bala tentaranya
ahli bidah, maka harus memperingatkan dari mereka.
Katakan kepadanya, ‘Si polan padanya ada bidah ini dan itu,
pendengaranmu kepadanya akan membahayakanmu, maka janganlah membaca
kepadanya, dan janganlah mendengarkan kaset-kasetnya.’ Dan diperingatkan
dari perkataan-perkataannya.
Orang awam ini sangat butuh orang yang memperingatkan mereka. Maka diingatkan dengan kaidah,
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Di masa sekarang ini orang awam menjadi targetnya ahli bidah. Dia akan
berkata padamu, ‘Jangan biarkan mereka membaca kitab-kitab bantahan!
Jangan, jangan, itu akan mengantarkan mereka ke perkara yang sia-sia
belaka!” (Fatawa Wa Majmu’ Asy Syaikh Robi’ 14/273)
Bukalah mata hati Anda, resapilah fatwa para ulama dan amalkanlah.
Tidak perlu meragukan kredibilitas mereka yang tentunya sudah maklum dan
masyhur di kalangan para ulama dan penuntut ilmu. Kalau Anda masih
ragu, perbanyaklah bertaubat dan beristighfar, terkadang banyaknya dosa
memang menutupi hati. Semoga Allah memberikan hidayah pada kita semua.
Allah yubarik fikum.
Fiyus, 10 Jumadits Tsani 1435
Abu Abdillah Zaki Ibnu Salman
WhatsApp Thulab Fiyus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar