عَنْ
عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ بْنِ عَاصِمٍ
الْمَازِنِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ «شُكِيَ إلَى النَّبِيِّ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - الرَّجُلُ يُخَيَّلُ إلَيْهِ: أَنَّهُ
يَجِدُ الشَّيْءَ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ: لَا يَنْصَرِفُ حَتَّى
يَسْمَعَ صَوْتًا، أَوْ يَجِدَ رِيحًا».
"Dari
'Abbad bin Tamim dari Abdullah bin Zaid bin 'Ashim Al
Maziny_radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Seorang lelaki diadukan kepada
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. bahwa dia seolah-olah mendapati
sesuatu (kentut) ketika shalat. Beliau bersabda, "Dia tidak perlu
membatalkan shalatnya hingga dia mendengar suara atau mencium bau." [HR. Al Bukhari - Muslim]
Dalam
hadits ini terkandung didalamnya qaidah yang agung, sebagaimana yang
dikatakan Al Imam An Nawawy_rahimahullah: "Hadits ini merupakan prinsip
dasar Islam dan kaidah yang agung dari kaidah-kaedah ilmu fiqih, yaitu
segala sesuatu dihukumi dengan hukum asalnya hingga datang (hukum) yang
menetapkan kebalikannya, tidaklah bisa dirusak (hukum asal) disebabkan
karena sekedar keraguan yang muncul." [Syarah Shahih Muslim: 4/49]
Kaidah ini dinamakan oleh Ahli ilmu ushul "Sesuatu yang yakin tidaklah dapat dihilangkan dengan suatu keraguan".
Berkata
Al Imam An Nawawy_rahimahullah: "Diantara contoh masalah dari kaidah
ini adalah barangsiapa ragu dalam mencerai istrinya, membebaskan
budaknya, air itu najis ataukah suci, pakaian, makanan tersebut najis
ataukah tidak, apakah telah sholat tiga rakaat atau empat, sudah ruku'
dan sujud apa belum, telah niat berpuasa, shalat, berwudhu, i'tikaf
ataukah belum, dalam keadaan dia ditengah-tengah ibadahnya dan yang
semisalnya, maka semua bentuk keraguan tersebut tidaklah mempengaruhi
ibadahnya. Hukum asal semua ini tidak terjadi." [Syarah Shahih Muslim: 4/50]
Semua
itu tidak dianggap karena semuanya hanya didasari oleh keraguan.
Sesuatu yang yakin tidaklah dapat dihilangkan dengan suatu keraguan.
CATATAN:
a.
Seseorang yakin bahwa dirinya telah berwudhu, kemudian dia ragu bahwa
dirinya berhadats ataukah tidak?! maka pendapat yang kuat dan terpilih
adalah dia tetap dengan keyakinan semula bahwa dia masih dalam keadaan
suci. Ini adalah pendapat Jumhur ulama. Dalil mereka hadits diatas –
hadits Abdullah bin Zaid.
Berkata Ibnu Daqiqil 'Ied_rahimahullah: "Hadits ini nampak jelas untuk berprinsip dalam keadaan suci dan membuang keraguan." [Ihkamul Ahkam: 1/118]
b. Seseorang yakin bahwa dia telah berhadats, kemudian dia ragu bahwa dia sudah berwudhu lagi ataukah belum?!
Berkata
Al Imam An Nawawy_rahimahullah: Apabila dia yakin dirinya berhadats,
dan ragu apakah sudah berwudhu (lagi)?! Maka wajib bagi dia berwudhu
dengan Ijma'nya kaum muslimin [Syarah Shahih Muslim: 4/50].
c.
Seseorang yakin bahwa dia telah berwudhu dan juga telah berhadats,
hanya saja dia ragu mana yang lebih dahulu?! maka dia berprinsip dengan
dugaan yang mendominasi. Jika dugaan yang mendominan bahwa hadats lebih
dulu, maka berarti dia telah berwudhu. Dan begitu pula sebaliknya. Ini
adalah pendapat yang dipilih Asy Syaukani dan juga Syaikhuna Abdurrahman
Al 'Adeny.
Namun
jika tidak ada dugaan yang mendominan maka wajib bagi dia berwudhu. Ini
pendapat yang dipilih oleh An Nawawy, Asy Syaukany dan juga Syaikhuna
Abdurrahman Al 'Adeny.
Pembahasan lebih luas tentang qaidah ini dibahas dalam kitab kaidah-kaedah fiqhiyah.
Sekedar keraguan bahwa dia berhadats ataukah tidak, maka hal ini tidak membatalkan wudhunya maupun shalatnya.
Diharamkan seseorang keluar dari shalat tanpa adanya udzur yang jelas. Allah Ta'ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." [QS. Muhammad: 33]
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
"Dan sempurnakanlah
ibadah haji dan 'umrah karena Allah." [QS. Al Baqarah: 196]
-
Tidak boleh seseorang apabila dia melakukan suatu ibadah, kemudian dia
keluar atau tinggalkan ibadah tersebut semaunya sendiri, kecuali apabila
ada sebabnya.
Berkata
Ibnul Mundzir_rahimahullah: "Para ulama sepakat bahwa keluarnya angin
dari dubur membatalkan wudhu. Ijma' ini dinukil pula oleh Ibnu
Qudamah_rahimahullah dalam kitab Al Mughni [1/230].
Yang
diinginkan dari mendengar suara (kentut) dan baunya dalam hadits adalah
agar melahirkan keyakinan. Kalau seandainya tidak terdengar dan juga
tidak pula tercium baunya, namun dia tahu dan yakin bahwa telah kentut
dari dari jalan yang lain, maka dihukumi telah batal wudhunya. Karena
tidak dipersyaratkan batalnya wudhu dengan sebab kentut jika dia
mendengar suaranya atau mencium baunya.
Berkata
An Nawawy_rahimahullah: Makna (hadits): dia mengetahui wujud salah
satunya, bukan dipersyaratkan harus mendengar suara kentutnya dan
mencium (baunya), hal ini disepakati oleh seluruh kaum muslimin [Syarah
Shahih Muslim: 4/49].
Wallahul muwaffiq ilash shawab
[✏
ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_27 Rabi'ul Awal
1435/28 Januari 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah ]
Sumber : forum KIS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar