Para sahabat Nabi ` memiliki kebaikan hati, kedalaman ilmu, kelurusan
perilaku,keindahan perangai, dan jauh dari sikap pembebanan diri. Karenanya,
Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan sekaligus menegakkan
agama-Nya. Menjadikan para sahabat sebagai suri teladan adalah pokok mendasar
bagi kaum muslimin. Demikian ini dititahkan
dalam Islam sebagai ajaran mulia.
Selayaknya kita bersemangat mengenal pribadi mereka. Satu di antaranya adalah
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
Mengenal Sa’ad bin Abi Waqqash
radhiyallahu ‘anhu
Tubuh pendek, gemuk, rambut
keriting, hidung pesek, kulit sawo matang, jemari tebal dan kasar, serta
badannya dipenuhi bulu; itulah sosok Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu, seorang sahabat Nabi n nan mulia. Beliau bernama Sa’ad bin Abi
Waqqash Malik bin Uhaib bin ‘Abdi Manaf al-Qurasyi az-Zuhri al-Makki. Kunyah
beliau adalah Abu Ishaq. Nasab beliau radhiyallahu ‘anhu bertemu
dengan nasab Rasulullah n pada ‘Abdu Manaf bin Zuhrah. Beliau radhiyallahu
‘anhu lahir di Makkah dan berasal dari suku Quraisy. Memiliki keturunan
sebanyak 35 anak, di antaranya Ibrahim, ‘Amir, ‘Umar, Muhammad, Mush’ab, dan
‘Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk dalam as-Sabiqunal
Awwalun (para sahabat Nabi yang pertama kali masuk Islam). Beliau pula termasuk
salah satu dari Ahlusy Syura (enam sahabat Nabi yang dipilih ‘Umar bin
al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu untuk menentukan pengganti ‘Umar
sebagai khalifah). Bahkan Sa’ad radhiyallahu ‘anhu tergolong dalam
al-’Asyarah al-Mubasysyarun bil Jannah (sepuluh sahabat Nabi yang mendapat
kabar gembira dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penghuni
surga).
Kisah Keislaman
Beliau radhiyallahu ‘anhu
Beliau memeluk Islam melalui
ajakan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Saat itu usianya masih
17 tahun. Sebelum masuk Islam, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu pernah
bermimpi. Beliau berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat sesuatu apapun.
Tiba-tiba bulan menyinarinya. Beliaupun mengikuti sinar bulan tersebut. Tampak
olehnya beberapa orang yang telah mendahuluinya berjalan ke arah bulan.
Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berupaya melihat sekumpulan orang itu.
Ternyata mereka adalah Zaid bin Haritsah, ‘Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar
as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhum. Memang benar, mereka lebih dahulu masuk
Islam.
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu adalah anak yang sangat berbakti pada ibunya, Hamnah bintu Sufyan.
Ketika masuk Islam, sang ibu marah dan mengancam, “Wahai Sa’ad, agama apa yang
engkau ikuti ini? Sungguh, engkau harus meninggalkan agamamu ini, atau aku akan
mogok makan dan minum sampai aku mati, sehingga engkau akan dicela karenanya.”
“Wahai ibu, janganlah engkau lakukan itu. Sesungguhnya aku tidak akan
meninggalkan agamaku,” pinta Sa’ad.
Benarlah, ibunya tidak makan
dan minum seharian hingga kepayahan. Melihat hal itu, Sa’ad mengatakan, “Demi
Allah, sekiranya engkau memiliki seribu nyawa, lalu nyawa itu keluar satu
persatu, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini.” Mengetahui tekad
putranya, ibu Sa’ad mengurungkan niatnya lalu mau kembali makan dan minum. Dari
peristiwa inilah Allah menurunkan ayat-Nya,
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ
“Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik.” (Luqman: 15)
Kedekatannya dengan Nabi
Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu berasal dari kabilah Bani Zuhrah. Demikian pula ibu Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa Sallam berasal dari kabilah tersebut. Sehingga Sa’ad radhiyallahu
‘anhu dikategorikan sebagai Khalun Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
(paman Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dari jalur ibu). Suatu hari di
Makkah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menjenguk Sa’ad radhiyallahu
‘anhu yang sedang sakit. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
mengusap wajah, dada, dan perut Sa’ad radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau radhiyallahu
‘anhu mendoakannya, “Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad.” Kebaikan Nabi begitu
membekas pada diri Sa’ad. Dinginnya telapak tangan Nabi senantiasa dirasakan
oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ketika perang Uhud meletus, Sa’ad radhiyallahu
‘anhu bersama beberapa sahabat tetap bertahan menjaga Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam. Sa’ad radhiyallahu ‘anhu sendiri adalah seorang
prajurit yang mahir dalam memanah. Tak seorang pun yang maju hendak
membahayakan diri Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, kecuali terkena
sasaran anak panahnya. Sambil menyiapkan anak panah dan mengamati hasil bidikan
Sa’ad, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai Sa’ad,
panahlah. Ayah dan ibuku sebagai tebusannya.”Demikian pula Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa Sallam mendoakan Sa’ad radhiyallahu ‘anhu pada peristiwa
itu, “Ya Allah, kabulkanlah permohonan Sa’ad apabila berdoa kepada-Mu.”
Sehingga Sa’ad radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai orang yang dikabulkan
(mustajab) doanya.
Pada suatu malam, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sulit untuk
tidur. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya ada
orang saleh dari sahabatku yang sudi menjagaku malam ini.” Tiba-tiba terdengar
suara dentingan senjata. “Siapa ini?,” tanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
Lelaki itu menjawab, “Sa’ad bin Abi Waqqash. Saya wahai Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam. Saya datang kemari guna menjagamu.” Nabi Shalallahu
‘alaihi wa Sallampun mendoakan kebaikan untuknya, kemudian beliau tidur
dengan lelap hingga terdengar suara dengkurannya.
Perjuangannya
di Jalan Allah
Sa’ad bin
Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang begitu lihai dalam
memacu kuda. Karenanya, beliau dijuluki sebagai Farisul Islam (prajurit Islam
yang ahli berkuda). Di awal-awal Islam, para sahabat beribadah di lereng-lereng
bukit karena khawatir terhadap gangguan kaum musyrikin. Suatu hari, sekelompok
kaum musyrikin mengetahui keberadaan mereka di salah satu bukit di Makkah. Kaum
musyrikin terus mengejek dan mencela agama Islam hingga mengganggu para
sahabat. Sa’ad radhiyallahu ‘anhu marah dan memukul salah seorang
dari mereka dengan kulit unta yang sudah kering. Orang tersebut terluka dan
berdarah. Dengan peristiwa ini, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu menjadi
sahabat Nabi yang pertama kali menumpahkan darah di jalan Allah.
Ketika perang Badr meletus, beliau radhiyallahu ‘anhu bersama para
sahabat lainnya berusaha sekuat tenaga membela Nabi Muhammad n. Sa’ad bin Abi
Waqqash radhiyallahu ‘anhu menjadi sahabat Nabi yang pertama kali
melepaskan anak panah di jalan Allah. Bahkan beliau radhiyallahu ‘anhu
mendapat dua tawanan pada peristiwa itu.
Demikian pula pada masa pemerintahan Khulafa’ur Rasyidin, beliau turut andil
dalam memperjuangkan agama Islam. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu adalah orang yang membangun kota Kufah, Irak.
Demikian pula ketika menjadi panglima perang, beliau berhasil menaklukkan
sejumlah wilayah penting kerajaan Persia di Irak, seperti kota Qadisiyyah,
Madain, dan Jalula’.
Nasihat Sa’ad bin Abi Waqqash
radhiyallahu ‘anhu
Suatu hari, ‘Abdullah bin
Fairuz ad-Dailami berjumpa dengan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
Maka ‘Abdullah bin Fairuz bertanya, “Sesungguhnya aku memiliki keraguan pada
sebagian permasalahan takdir. Maka jelaskanlah hal itu kepadaku, mudah-mudahan
Allah menjadikan penjelasanmu bisa melapangkan diriku.” Sa’ad radhiyallahu
‘anhu dengan tenang memberikan pengarahan, “Wahai anak saudaraku (sesama
muslim), sesungguhnya kalau sekiranya Allah mengadzab semua penghuni langit dan
bumi, niscaya Dia mengadzab mereka tanpa kedzaliman. Dan kalau sekiranya Dia
merahmati mereka, niscaya rahmat Allah lebih baik bagi diri mereka daripada
amalan-amalan mereka.” Lalu beliau radhiyallahu ‘anhu melanjutkan,
“Dan sesungguhnya kalau seandainya seseorang berinfak emas sebesar gunung Uhud
di jalan Allah, namun tidak beriman terhadap takdir yang baik atau yang buruk,
niscaya infaknya tidak akan diterima oleh Allah.” Kemudian Sa’ad radhiyallahu
‘anhu menyarankannya untuk menemui sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu. Ternyata penjelasan Ibnu Mas’ud semakna dengan ucapan Sa’ad. Lalu
Ibnu Mas’ud menyarankan ‘Abdullah bin Fairuz ad-Dailami untuk menemui sahabat
Ibnu Abi Ka’b radhiyallahu ‘anhu. Ternyata penjelasan Ibnu Abi Ka’b juga
senada dengan ucapan dua sahabat sebelumnya. Kemudian ‘Abdullah bin Fairuz
disarankan untuk menemui sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu.
Ternyata pemaparan Zaid bin Tsabit mirip dengan ucapan ketiga sahabat tadi.
Karena semua yang terjadi di dunia ini telah ditentukan oleh Allah.
Akhir Kehidupannya di Dunia
Di saat kegelapan fitnah
melanda kaum muslimin, beliau berusaha menyelamatkan diri dari fitnah tersebut.
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu tinggal di bentengnya di
daerah al-’Aqiq, sekitar tujuh mil dari Madinah. Beliau radhiyallahu
‘anhu tetap berada di sana hingga akhir hayatnya. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu dikenal sebagai orang yang paling mulia kedudukannya, memiliki akhlak
yang mulia, kokoh dalam menjalankan tuntunan Nabi, dan sangat menyayangi rakyatnya.
Menjelang ajalnya, beliau radhiyallahu ‘anhu meminta untuk diambilkan
sebuah pakaian yang terbuat dari kain wol. Lalu beliau radhiyallahu ‘anhu berpesan,
“Kafanilah aku dengan pakaian wolku ini. Sesungguhnya dahulu aku berperang
melawan kaum musyrikin pada perang Badr, dengan mengenakan pakaian tersebut.
Pakaian itu senantiasa ada pada diriku. Dan selama ini aku menyimpannya untuk
hal ini.” Tepat pada tahun 55 H, beliau radhiyallahu ‘anhu pun meninggal
dunia pada usia 82 tahun. Dengan kejadian itu, maka beliau radhiyallahu
‘anhu menjadi sahabat yang terakhir meninggal dari kalangan kaum Muhajirin.
Lalu jenazah beliau di bawa ke Madinah. Sesampainya di Madinah, kaum muslimin
menshalati jenazahnya di Masjid Nabawi. Demikian pula para istri Nabi turut menshalatinya.
Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu dimakamkan di pekuburan Baqi’. Umat
Islam sangat bersedih dengan kepergiannya. Semoga Allah meridhainya.
Faidah Ilmu Hadits
Al-Imam al-Bukhari dalam
kitab Shahih-nya menyebutkan riwayat melalui Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu sebanyak lima hadits. Al-Imam Muslim menyebutkan 18 hadits dalam
kitab Shahih-nya. Adapun al-Imam Baqi bin Makhlad radhiyallahu ‘anhu
dalam kitab Musnad-nya menyebutkan 270 hadits. Bahan Renungan Para pembaca yang
mulia, kisah bukanlah perkara yang tiada memiliki ibrah (pelajaran). Pemaparan
kisah akan mudah meresap ke dalam hati orang yang membacanya, menanamkan kesan
yang demikian mendalam.
Memang, keadaan kita sangatlah
berbeda dengan mereka. Namun, selayaknya kita mendamba seperti mereka. Sehingga
jiwa ini segera tersadar dari kelengahan yang teramat lama. Lantas, mau
bergegas menuju ampunan Allah dan surga-Nya yang luasnya seluas langit dan
bumi.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penyusun: Ustadz Muhammad Hadi
Sumber : buletin-alilmu.net
Pada suatu malam, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sulit untuk tidur. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya ada orang saleh dari sahabatku yang sudi menjagaku malam ini.” Tiba-tiba terdengar suara dentingan senjata. “Siapa ini?,” tanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Lelaki itu menjawab, “Sa’ad bin Abi Waqqash. Saya wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Saya datang kemari guna menjagamu.” Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallampun mendoakan kebaikan untuknya, kemudian beliau tidur dengan lelap hingga terdengar suara dengkurannya.
Ketika perang Badr meletus, beliau radhiyallahu ‘anhu bersama para sahabat lainnya berusaha sekuat tenaga membela Nabi Muhammad n. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu menjadi sahabat Nabi yang pertama kali melepaskan anak panah di jalan Allah. Bahkan beliau radhiyallahu ‘anhu mendapat dua tawanan pada peristiwa itu.
Demikian pula pada masa pemerintahan Khulafa’ur Rasyidin, beliau turut andil dalam memperjuangkan agama Islam. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang membangun kota Kufah, Irak.
Demikian pula ketika menjadi panglima perang, beliau berhasil menaklukkan sejumlah wilayah penting kerajaan Persia di Irak, seperti kota Qadisiyyah, Madain, dan Jalula’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar