Asy-Syaikh Al Muhaddits Al Mujahid Rabi’ bin Hadi Umair al-Madkhaly hafizhahullahu ta’ala
Pertanyaan:
“Hafizhakumullah (semoga Allah menjaga Anda). Bagaimanakah kita beribadah kepada Allah Azza Wa Jalla dengan ilmu al-Jarh wat Ta’dil yang merupakan salah satu ilmu yang paling mulia?
Jawab:
“Apabila engkau telah mencapai tingkatan ini—dalam hal keilmuan,
wara’, zuhud, ikhlas demi Wajah Allah—, engkau akan mengetahui bagaimana
cara mendekatkan diri kepada Allah dengan ilmu tersebut. Engkau akan
tahu pula bahwa dirimu menjaga agama dengannya.
Ilmu al-Jarh wat Ta’dil adalah ilmu yang agung. Tidak ada yang
bersedia (memberikan perhatian) terhadap ilmu ini selain beberapa orang
tertentu. Bahkan, sebagian besar tokoh/pemuka huffazhul hadits tidaklah terhitung sebagai ulama al-Jarh wat Ta’dil.Mana
Saya tegaskan kepada kalian semua, saya bukanlah seorang ulama al-Jarh wat Ta’dil. Saya menasihati segenap ikhwan untuk meninggalkan sikap ghuluw (ekstrem). Barakallahu fiikum (Semoga Allah memberikan barakah kepada kalian). Saya hanyalah seorang naqid (kritikus). Naqid, saya mengkritisi sejumlah orang tertentu terkait dengan kesalahan mereka, kemudian manusia menyebarkannya. Barakallahu fiikum (Semoga Allah memberikan barakah kepada kalian). Saya berlepas diri di hadapan Allah dari sikap ekstrem.
Jangan sekali-kali kalian mengatakan, “Asy-Syaikh Rabi’ adalah imam al-Jarh wat Ta’dil.” Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku membenci kalimat ini. Tinggalkan sikap berlebih-lebihan ini, wahai saudara sekalian.
Demi Allah, sejak zaman dahulu diriku secara fitrahnya membenci
gelar-gelar ini. Saya membaca sebuah kalimat tentang Ibnu Khuzaimah yang
menyebutkan bahwa beliau adalah imamnya para imam. Benar bahwa beliau
adalah seorang imam yang besar, demi Allah. Akan tetapi, gelar “imamnya
para imam” ini aku pandang sangatlah berat, demi Allah.
Kemudian gelar-gelar bermunculan di tengah-tengah muslimin. Lihatlah
pembicaraan para sahabat. (Mereka mengatakan,) Umar berkata, Utsman
berkata, Ali berkata, beliau berkata demikian (tanpa menyebut gelar, -ed). Siapakah yang lebih tinggi kedudukannya? Barakallahu fiikum. Jadi, tinggalkanlah sebutan-sebutan ini.
Siapa saja yang memiliki ilmu dan mengenal manhaj salaf, hendaknya dia mengkritisi. Ulama al-Jarh wat Ta’dil
telah menjelaskan kepada kita semua keadaan para pendusta, orang-orang
yang ditinggalkan haditsnya, jelek hafalannya, lemah, dan seterusnya.
Mereka juga telah menjelaskan orang-orang yang tsiqah, ‘adil, hafizh, dan seterusnya.
Adapun saya adalah seorang pengkritik yang lemah. Saya mengkritisi
kesalahan-kesalahan yang orang lain diam terhadapnya atau lalai darinya.
Tinggalkan gelar-gelar ini, barakallahu fiikum.
Jadi, barang siapa memiliki ilmu dan mengenal manhaj Salaf, kemudian
melihat ada bid’ah yang jelas di hadapannya, hendaklah ia
menjelaskannya, ikhlas karena mengharap Wajah Allah semata, sebagai
bentuk nasihat karena Wajah Allah Tabaraka Wa Ta’ala, dan penjagaan terhadap agama ini.
Seorang mubtadi’ datang hendak mengaburkan agama ini melalui
bid’ahnya. Dia berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Dia menyebarkan
kesesatan-kesesatannya atas nama agama. Entah itu kesalahannya dalam
aqidah, ibadah, manhaj, politik, ekonomi, atau dalam hal lainnya.
Sekarang ini, sikap ekstrem telah mewabah di tengah (pengikut dakwah)
salafiyah. Sikap berlebih-lebihan telah menyebar. Bahkan, sebagiannya
mencapai sebagaimana yang terjadi pada Rafidhah, Sufi, dan penganut
Hululiyah. Kita berlepas diri dari sikap ekstrem ini.
Tempuhlah manhaj salaf dengan bersikap pertengahan, seimbang,
menempatkan posisi seseorang pada kedudukannya, tanpa menyertakan sikap
ekstrem (ghuluw) sedikitpun. Barakallahu fiikum.
Sekarang ini, kita berada di tengah-tengah para penuntut ilmu.
Sebagian penuntut ilmu telah mengkritisi kita karena beberapa kesalahan
yang kita telah ketahui.
Maka dari itu, saya wasiatkan kepada kalian semua, wahai ikhwan,
untuk meniti jejak salafus shalih dalam hal menuntut ilmu, akhlak,
dakwah, janganlah mutasyaddid, janganlah bersikap ekstrem. Dakwah yang
dibarengi dengan kebijaksanaan, kasih sayang, dan akhlak yang terpuji.
Demi Allah, dakwah salafiyah akan tersebar.
Dakwah salafiyah kini telah termakan, dicaplok oleh orang-orang yang
baru bergabung. Saya tidak menyebut mereka sebagai salafiyin. (Saya
sebut sebagai) orang-orang yang baru menggabungkan diri secara zalim
kepada dakwah salafiyah. Mereka rakus terhadap manusia, merusak dakwah
salafiyah dengan metode seperti ini.
Maka dari itu, saya menasihati orang yang seperti ini untuk bertakwa
kepada Allah, menuntut ilmu yang bermanfaat, beramal saleh, dan menyeru
manusia dengan ilmu dan hikmah.
Wahai saudara sekalian, bermacam situs internet telah bermunculan.
Setiap orang mengejek kelompok yang mereka sebut sebagai salafiyin.
Mereka mengolok-olok dan bertepuk tangan dengan gembira (karena
perbuatan sebagian orang baru yang menggabungkan diri dengan dakwah
salafiyah, -ed). Barakallahu fiikum.
Barang siapa di antara kalian yang belajar dan memahami ilmu tafsir,
hendaknya menunjukkan kepada manusia beragam pembahasan dalam tafsir;
(bahaslah) ayat yang terkait dengan hukum-hukum syariat, ayat yang
terkait dengan akhlak, dan ayat yang terkait dengan akidah, kemudian
sebarkan kepada segenap manusia. Inilah dakwah.
Barang siapa yang mumpuni dalam ilmu hadits—barakallahu fiikum—hendaknya
menyebarkan pembahasan terkait dengan makna-makna hadits, kandungannya:
hukum syar’i, halal haramnya, akhlak, dan sebagainya.
Penuhilah dunia ini dengan ilmu. Manusia membutuhkan beragam ilmu ini.
Kekacauan yang terjadi telah merusak manhaj salaf dan membuat orang
lari darinya. Tinggalkan segala bentuk kekacauan, baik di internet,
berbagai media, maupun di sebuah negeri. Sajikanlah ilmu yang bermanfaat
kepada manusia.
Adapun perdebatan, janganlah kalian masuk ke dalamnya bersama
kebanyakan manusia atau sesama kalian. Sungguh, kalian telah membaca di
dalam kitab ini bahwa salaf dahulu menjauh dari perdebatan. Janganlah
kalian berdebat kecuali dalam keadaan darurat. Janganlah berdebat selain
seorang alim yang mampu membungkam ahlul bid’ah.
Janganlah sebagian kalian mendebat sebagian yang lain. Apabila
terjadi sebuah kesalahan, kembalikanlah kepada ahlul ilmi. Jangan kalian
menjatuhkan diri dalam kebusukan dan kedustaan. Sebab, semua ini akan
merugikan dakwah salafiyah dan membahayakannya dengan bermacam madarat
fatal yang belum pernah engkau dapati dalam sejarah.
Hal ini semakin diperparah oleh berbagai sarana perusak di internet yang bersifat syaithani.
Kerusakan ini masih ditambah lagi oleh setiap orang yang terlintas
sesuatu di kepalanya lantas menuangkan keburukannya itu di internet.
Tinggalkanlah semua ini. Berbicaralah kalian dengan ilmu, maka itu
akan menjadikan kalian dan dakwah mulia. Barang siapa tidak memiliki
ilmu, janganlah menulis sesuatu untuk manusia. Janganlah ia menulis di
internet ataupun sarana lainnya. Barakallahu fiikum.
Buanglah sifat dengki dan dendam. Jika tidak, sungguh—demi
Allah—kalian akan mematikan dakwah ini. Saya berharap tidak ada seorang
pun di antara kalian yang ikut andil dalam kejelekan ini.
Aku memohon kepada Allah untuk mengokohkan kami dan kalian semua di atas as-Sunnah.
Dengarkanlah, wahai saudara sekalian, barang siapa di antara kalian
yang memiliki ilmu dan hikmah, hendaknya dia menulis hal-hal yang
bermanfaat bagi manusia di internet, dalam bidang tafsir—dan ini
penting—tercakup di dalamnya akidah, akhlak, ahkam dan… dan.. dan
seterusnya. Barakallahu fiikum. Ilmu tafsir adalah samudra yang luas. Samudra, demi Allah, kalian tahu apa itu samudra luas.
Setiap hadits yang ada pada kalian, jelaskanlah. Ambillah kemudahan
bantuan dari penjelasan para ulama yang memiliki penjelasan yang kuat,
dan sampaikanlah kepada manusia, baik dalam hal akidah, ibadah, maupun
akhlak, dengan metode yang hikmah, luhur, dan bermanfaat bagi manusia.
Demi Allah, kalian akan melihat bagaimana dakwah akan membuat perubahan,
manusia akan menyambutnya, dan dakwah akan menerangi dunia.
Adapun saat ini, dakwah salafiyah menjadi gelap karena metode-metode rusak seperti ini. Barakallahu fiikum.
Saya menasihati kalian semua untuk meninggalkan bermacam bentuk
perdebatan dan pertengkaran, di dunia internet maupun media lainnya.
Saya nasihatkan perkara ini, barakallahu fiikum.
Barang siapa memiliki ilmu, hendaknya dia berkata dengan ilmu, menulis dengan ilmu, berdakwah dengan ilmu, berdakwah dengan hujjah dan burhan (argumentasi yang haq).
Jauhilah semua perselisihan dan sebab-sebab perpecahan. Jangan sampai
hal itu mempengaruhi kalian. Apabila terjadi sebuah kesalahan pada diri
seseorang, hendaknya diajukan kepada ulama. Hendaknya mereka mengambil
solusi dari ulama dan mengikuti bimbingannya.
Semoga Allah memberikan barakah kepada kalian, meluruskan langkah kalian, dan menyatukan hati-hati kalian. Barakallahu fiikum.
Diterjemahkan oleh Ustadz Hamzah Rifai La Firlaz Hafizhahulloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar