Tampak pada sebagian pemuda
Salafiyin di Indonesia memiliki semangat dan keberanian dalam memvonis
saudaranya sesama Salafy dengan gelaran khawarij. Mereka dengan serta merta
memberikan penilaian tanpa mempertimbangkan sisi keadilan dan ilmiah dalam
menyoroti suatu masalah. Yang ada semata-mata hanya karena mengikuti fatwa
Ustadz-nya layaknya kerbau yang dicocok hidungnya. Bahkan tidak jarang dari
mereka mengekspresikan diri dengan kemarahan yang berapi-api sampai keluar
asapnya, semoga Allah melindungi kita dari hal yang demikian.
Perlu pembaca mengerti,
bahwa tindakan yang lepas dari rasa tanggung jawab seperti ini muncul karena
dipicu oleh beberapa sebab. Diantara sebab yang paling signifikan ialah karena
betapa lemahnya pengetahuan mereka tentang manhaj khawarij, sehingga tudingan
yang kerap diarahkan kepada berbagai pihak tidak tepat mengenai sasaran dan
seringnya salah alamat. Maka dalam uraian kali ini, kami perlu memberikan
pembekalan secara ilmiah (tarbiyah) kepada khalayak berkenaan dengan pola dan
sistem pemahaman khawarij, serta pemurnian (tashfiyah) dari segala kerancuan
berpikir yang tertambat pada sebagian pemahaman kaum muslimin. Semoga dengan
upaya ini kiranya dapat menghantarkan kaum muslimin untuk mengenal spesifikasi
manhaj khawarij secara argumentatif, dan diharapkan dapat menghindarkan kita
dari sikap dzalim atau menutup sebelah mata dalam menjatuhkan vonis terhadap
saudaranya dengan tudingan khawarij.
Pola dan
Sistem Pemahaman Khawarij
Khawarij adalah suatu
aliran sesat yang mempunyai corak pemahaman ekstrim yang beragam. Diantara
corak yang paling mencolok adalah pemahaman takfir yakni semangat memvonis
kafir kaum muslimin yang tidak mau mengakui pemahaman mereka. Dimana dalam
pemahaman mereka menyatakan bahwa setiap orang yang berbuat dosa besar adalah
kafir, sehingga darahnya boleh ditumpahkan, kehormatannya boleh dijatuhkan dan
hartanya boleh dirampas. Atau dengan kata lain yang lebih populer dikalangan
mereka ialah bahwa setiap orang yang melampaui batas Allah dan Rasul-Nya adalah
thaghut, apakah itu dalam bentuk pihak yang di ibadahi, tokoh yang di ikuti
atau pimpinan yang ditaati.
Semangat menentang
kesalahan atau kemungkaran pemerintah dalam rangka ambisi mereka merebut
kekuasaan dan atau dalam rangka pemberontakan kaum Muslimin terhadap
pemerintahnya adalah juga sebagai bentuk lain dari corak pemahaman Khawarij.
Perlu para pembaca ingat, bahwa mereka memperjuangkan hal tersebut tidaklah
dalam rangka ketulusan hati dalam menjalankan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar atau kecemburuan mereka
terhadap segala perkara yang mengancam pemahaman yang benar Ummat Islam
terhadap agamanya, akan tetapi karena ambisi mereka untuk memegang tampuk
kekuasaan.
Disisi lain mereka juga
melakukan penentangan kepada penguasa dengan menghasut kaum Muslimin untuk
memberontak kepada penguasanya dengan cara apapun untuk menjatuhkan atau
menyingkirkannya karena ambisi kekuasaan yang ada pada mereka. Dan lisan mereka
pun tidak kering dari laknat serta kutukan terhadap penguasanya.
Adapun manhaj Salaf dalam
menentang kesalahan atau kemungkaran dan kedzaliman pemerintah Muslimin
tidaklah dengan menghasut kaum Muslimin untuk memberontak kepada penguasanya.
Bahkan selalu menasehati kaum Muslimin untuk tetap bersabar mentaati
penguasanya dalam kebaikan dan berlepas diri dari kemungkaran yang dilakukan
oleh penguasanya, serta menganjurkan untuk tetap mendoakan kebaikan atas para
penguasa tersebut walaupun mereka dalam keadaan dzalim. Karena jika penguasanya
baik maka akan memberikan kebaikan bagi rakyatnya; demikian juga sebaliknya
jika penguasanya jahat.
Berikut kami sadur
penuturan Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah dalam kitab beliau
yang berjudul “Lamhah ‘Anil Firaqidh
Dhallah” berkenaan dengan sifat dan karakter khawarij.
“Mereka
adalah orang-orang yang memberontak kepada pemerintah tepatnya diakhir masa
pemerintahan ‘Utsman Bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu. Dan sebagai hasil dari
pemberontakan mereka ialah terbunuhnya ‘Utsman Bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian dimasa
kekhilafahan ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu sungguh menjadi bertambah parah kerusakan
mereka. Yakni mereka melakukan pemberontakan atas pemerintahan ‘Ali serta
mengkafirkannya, bahkan mengkafirkan para Shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum
dengan alasan tidak mencocoki madzhab atau selera pergerakan mereka.
Kaum khawarij menghukumi
kafirnya orang-orang yang menyelisihi madzhab mereka. Maka mereka mengkafirkan
sebaik-baik manusia yakni para Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
aalihi wasallam wa Radhiyallahu ‘anhum, kenapa? karena para Shahabat Nabi tidak
mau mencocoki kesesatan mereka, dan pemahaman kufur mereka.
Madzhab yang mereka anut
tidak merujuk kepada As-Sunnah Wal-Jama’ah, dan mereka tidak taat kepada
pemerintahnya dalam perkara yang baik, mereka berpandangan bahwasanya
memberontak kepada pemerintah itu merupakan bagian dari agama.
Hal ini berbanding terbalik
dengan apa yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi
wasallam yakni keharusan taat (dalam perkara yang baik, red), dan juga
berbanding terbalik dengan apa yang Allah Subhanahu wa ta’ala perintahkan:
“Taatilah
oleh kalian Allah, dan taatilah oleh kalian Rasul dan Ulil Amri (penguasa)
diantara kalian”. (An-Nisa: 59)
Allah Jalla Wa ‘Ala
menjadikan ketaatan kepada penguasa (dalam perkara yang baik, red) merupakan
bagian dari agama. Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi
wasallam menjadikan ketaatan kepada penguasa bagian dari agama, sebagaimana
sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam:
“Aku
wasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan mendengar
serta taat kepada penguasa kalian, walaupun yang memerintahkan kalian adalah
seorang hamba sahaya. Maka barangsiapa yang masih hidup sepeninggal aku, maka
dia akan melihat perselisihan yang banyak…..”
Maka ketaatan (dalam
perkara yang baik, red) kepada penguasa muslim merupakan bagian dari agama.
Adapun khawarij, mereka mengatakan : “Tidak…! kami bebas! (dari ketaatan kepada
pemerintah)”. Inilah jalan pemberontakan yang mereka tempuh sampai hari ini.
Kaum khawarij menginginkan perpecahan diantara kaum muslimin, mengobarkan
semangat pemberontakan serta bermaksiat kepada Allah dan Rasul Nya dalam
perkara ini.
Mereka juga berpandangan
bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah kafir, semisal orang yang berzina,
pencuri atau orang yang meminum khamr; mereka semua dihukumi kafir. Adapun
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menyatakan lain yakni bahwa orang yang berbuat dosa
besar tersebut ialah seorang muslim yang imannya berkurang, atau disebut fasiq.
Maka dia seorang mu’min dengan kadar keimanannya akan tetapi fasiq dengan kadar
dosa besar yang diperbuatnya. Dan tidak dikatakan keluar dari Islam kecuali
telah berbuat syirik atau melakukan amalan-amalan yang termasuk daripada
penggugur-penggugur keislaman seseorang yang sudah dikenal. Dan
perbuatan-perbuatan maksiat selain perbuatan syirik kepada Allah tidaklah dapat
dengan serta merta mengeluarkan seseorang dari keimanannya walaupun dia
melakukan dosa-dosa besar. Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa berbuat syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (An-Nisa: 48, 116)
Khawarij menyatakan bahwa
orang yang berbuat dosa besar adalah kafir, serta tidak diampuni dosanya dan kekal
di neraka. Pemahaman ini menyelisihi apa yang terdapat dalam kitabullah
Subhanahu wa ta’ala. Motif yang melatari pemahaman kaum khawarij ini adalah
karena mereka tidak memiliki sistem pemahaman yang benar.
Khawarij juga dikenal
sebagai kelompok yang sangat kuat dalam beribadah, seperti shalat, puasa,
membaca Al-Qur’an dan memiliki semangat keagamaan yang luar biasa, namun mereka
tidak memiliki sistem pemahaman yang benar dalam mengamalkan amalan-amalan
ibadah tersebut, dan ini kenyataan yang sangat memprihatinkan. Maka kesungguhan
dalam sikap wara’ (kehati-hatian) dan semangat beribadah haruslah dilandasi
dengan sistem pemahaman yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah.
Oleh karena sebab inilah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam pernah menyatakan kepada para
Shahabatnya Radhiyallahu ‘anhum, “Shalat kalian (yakni para Shahabat) tidak ada
apa-apanya dibanding dengan shalat mereka (khawarij), dan ibadah kalian tidak
ada apa-apanya dibanding dengan ibadah mereka (yakni dari sisi kuantitas, red)”
kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam melanjutkan dengan
sabdanya:
“(Akan
tetapi) Mereka ini mudah terlepas dari agama, sebagaimana anak panah yang
terlepas dari tubuh binatang yang terkena anak panah itu”. (Lafadz ini sebagian dari hadits yang panjang - HR. Ahmad 3/73,
Al-Bukhari 7432, Muslim 1064, An-Nasa’i 2577, 4112, Abu Dawud 7464,
Ath-Thayalisi 2234 dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri & Ali Bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘anhuma)
Disamping itu mereka sangat
kuat dalam menjalankan amalan-amalan ibadah; “keshalihan” mereka, tahajjud
mereka, qiyamul lail mereka, akan tetapi kesungguhan mereka dalam beribadah
tersebut tidaklah dilandasi dengan prinsip yang shahih dan ilmu yang shahih
sehingga dengan sebab itu mereka menjadi sesat, membawa petaka dan kerusakan
atas diri mereka sendiri dan umat ini.
Tidaklah diketahui dari
mereka kaum khawarij dari hari ke hari pernah berjuang memerangi orang-orang
kafir. Yang ada justru sebaliknya mereka memerangi kaum muslimin sebagaimana
yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam:
“Mereka
(kaum khawarij) membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala
(musyrikin)”. (Lafadz ini sebagian dari
hadits yang panjang - HR. Ahmad 3/73, 3/68, 3/72, Al- Bukhari 7432, 4667,
Muslim 1064, An-Nasa’I 2577, 4112, Abu Dawud 7464, Ath-Thayalisi 2234)
Dalam sejarah khawarij
tidaklah kita mengetahui bahwa mereka berjuang memerangi orang-orang kafir dan
kaum musyrikin, namun yang tampak pada mereka adalah terus-menerus memerangi
kaum muslimin. Mereka membunuh ‘Utsman Bin ‘Affan , ‘Ali Bin Abi Thalib,
Az-Zubair Ibnul ‘Awwam, mereka membunuh sebaik-baik Shahabat Nabi, dan
kenyataan yang ada ialah mereka terus-menerus membantai kaum muslimin.
Hal ini terjadi disebabkan
karena kejahilan mereka mengenai agama Allah ‘Azza Wa Jalla. Disamping itu
mereka menampilkan sikap wara’, semangat beribadah, dan kesungguhan mereka yang
pada dasarnya tidak dilandasi ilmu yang benar, sehingga hanya menjadi sebab
keburukan atas diri-diri mereka sendiri. Berkata Al-‘Allamah Ibnul Qayyim dalam
mensifati kaum khawarij:
“Mereka
mempunyai nash-nash akan tetapi mereka dangkal dalam memahaminya, pada
gilirannya dangkal pula pengetahuan agama mereka”. (Nuniyah Ibnul Qayyim, Al-Kafiyatusy Syafiyah Fil Intishari Lil
Firqatin Najiyah Hal. 97)
Kaum khawarij berdalil
dengan nash-nash namun mereka tidak memahaminya. Mereka berdalil dengan
nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam memberikan ancaman terhadap pelaku
maksiat, akan tetapi mereka tidak memahami maknanya dan tidak berupaya
mengkomparasikan dengan nash-nash lain yang padanya terdapat janji Allah dengan
ampunan bagi siapapun yang bermaksiat kepada-Nya selama tidak melakukan
perbuatan syirik. Alhasil mereka mengambil satu sisi dari nash dan meninggalkan
sisi lain, inilah kejahilan mereka.
Kecemburuan dan semangat
yang menggelora dalam beragama tidaklah cukup, akan tetapi haruslah dilandasi
sikap ilmiah dan sistem pemahaman yang benar dalam memahami agama Allah ‘Azza
Wa Jalla. Yang demikian itu bersumber dari ilmu dan meletakkan masalah pada
tempatnya.
Kecemburuan dalam beragama
adalah hal yang baik, semangat yang menggelora juga baik, akan tetapi perlu
kita ingat bahwa kedua hal tersebut haruslah berjalan diatas bimbingan
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Tidak ada yang lebih besar
kecemburuannya, dan tidak ada yang lebih murni ketulusannya daripada para
Shahabat Radhiyallahu ‘anhum, bersamaan dengan itu mereka juga memerangi
khawarij karena bahaya dan kejahatan yang ada pada mereka.
‘Ali Bin
Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu memerangi mereka, membunuh mereka karena
kejahatan yang mereka lakukan sampai pada tingkat membunuh kaum muslimin,
sebagaimana yang pernah terjadi di Nahrawan. Dan dalam hal ini Nabi Shallallahu
‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam telah memastikan dengan kabar gembira berupa
kebaikan dan surga bagi siapa yang berhasil membunuh kaum khawarij. ‘Ali Bin
Abi Thalib telah berhasil membunuh mereka, maka dia pantas menerima kabar
gembira dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam tersebut (HR. Bukhari 6930, Muslim 1066, Ahmad 1/113, Ibnu Abi ‘Ashim dalam
As-Sunnah 914, Abdullah Bin Al-Imam Ahmad dalam As-Sunnah 1487).
Alasan membunuh kaum
khawarij adalah karena demi menolak kejahatan mereka terhadap kaum muslimin.
Maka wajib atas kaum muslimin kapanpun dan dimanapun jika mengetahui secara
pasti tentang madzhab yang jelek ini (khawarij) hendaknya berupaya untuk
mengobatinya dengan da’wah ilalllah sebagai upaya awal, dan membuka pikiran
mereka dengan cara tersebut. Namun jika mereka tidak mau mengikuti kebenaran,
maka mereka diperangi demi menolak kejahatan yang ada pada mereka.
Ali Bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘anhu mengutus putra pamannya yakni Abdullah Bin Abbas, panutan
umat dan penafsir Al-Qur’an; menuju ke perkampungan Khawarij. Maka pada saat
itu beliau mendebat mereka dan sebanyak 6000 orang ruju’ yakni kembali kepada
kebenaran dan tidak sedikit juga dari mereka yang tetap bersikukuh dalam
kesesatannya. Dan ketika itu ‘Ali Bin Abi Thalib bersama para Shahabat Nabi
yang lainnya memerangi mereka, demi menolak kejahatan dan gangguan yang kerap
mereka lakukan terhadap kaum muslimin.
Penutup
Demikian kami nukil
keterangan Ulama tentang sifat dan karakter khawarij. Mereka akan terus muncul
ditengah kaum muslimin dengan berbagai macam penampilan. Terkadang dengan isu
penegakkan sare’at Islam di
Indonesia secara konstitusional, atau isu jihad melawan Amerika tapi yang
dijadikan korban melulu kaum muslimin. Terkadang mereka tampil dengan sikap
reaksioner terhadap pemerintahnya dengan menghasut kaum muslimin untuk turun ke
jalan secara kolosal (demonstrasi) kemudian mencaci-maki dan melaknat
pemerintahnya karena merasa tidak puas dengan kebijakan politiknya. Terkadang
juga tampil dengan atribut-atribut sunnah seperti celana diatas mata kaki,
berjanggut, badannya wangi misk, mengenakan sorban, jubah, dan istrinya
bercadar namun hobinya memvonis kafir kaum muslimin yang tidak mau mengakui
pemahaman mereka dan selain komunitas mereka dianggap sebagai musuh agama.
Bahkan yang tidak kalah parahnya mereka tampil dengan cerita-cerita khurafat
(bualan) tentang syahidnya kematian seseorang; “buktinya ada burung hitam yang
terbang mengitari kuburannya, atau jutaan semut mendatangi kuburannya dan
membentuk tulisan laa ilaaha illallah”, imbuh mereka. Walhasil kita harus tetap
waspada dari bahaya pemahaman khawarij ini, serta terus berupaya memperingatkan
kaum muslimin dari bahaya kesesatan mereka. Semoga pembahasan diatas dapat
membantu kita untuk mengenal lebih dalam manhaj khawarij secara argumentatif
dan sekaligus sebagai pembekalan bagi kita sehingga tidak keliru dalam
menjatuhkan vonis terhadap saudaranya dengan tudingan khawarij. Kita mengenal
kejelekan tidaklah dalam rangka untuk mengikuti kejelekan, akan tetapi supaya
terhindar dari kejelekan. Dan barangsiapa yang tidak mengenal kejelekan,
sungguh dia akan terjatuh dan larut dalam kubang kejelekan. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah atas Nabi Muhammad, keluarganya serta para shahabatnya.
Oleh: Fikri
Abul Hassan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar