Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Senin, 05 Desember 2011

Khawarij Dalam Sorotan


Tampak pada sebagian pemuda Salafiyin di Indonesia memiliki semangat dan keberanian dalam memvonis saudaranya sesama Salafy dengan gelaran khawarij. Mereka dengan serta merta memberikan penilaian tanpa mempertimbangkan sisi keadilan dan ilmiah dalam menyoroti suatu masalah. Yang ada semata-mata hanya karena mengikuti fatwa Ustadz-nya layaknya kerbau yang dicocok hidungnya. Bahkan tidak jarang dari mereka mengekspresikan diri dengan kemarahan yang berapi-api sampai keluar asapnya, semoga Allah melindungi kita dari hal yang demikian.
Perlu pembaca mengerti,
bahwa tindakan yang lepas dari rasa tanggung jawab seperti ini muncul karena dipicu oleh beberapa sebab. Diantara sebab yang paling signifikan ialah karena betapa lemahnya pengetahuan mereka tentang manhaj khawarij, sehingga tudingan yang kerap diarahkan kepada berbagai pihak tidak tepat mengenai sasaran dan seringnya salah alamat. Maka dalam uraian kali ini, kami perlu memberikan pembekalan secara ilmiah (tarbiyah) kepada khalayak berkenaan dengan pola dan sistem pemahaman khawarij, serta pemurnian (tashfiyah) dari segala kerancuan berpikir yang tertambat pada sebagian pemahaman kaum muslimin. Semoga dengan upaya ini kiranya dapat menghantarkan kaum muslimin untuk mengenal spesifikasi manhaj khawarij secara argumentatif, dan diharapkan dapat menghindarkan kita dari sikap dzalim atau menutup sebelah mata dalam menjatuhkan vonis terhadap saudaranya dengan tudingan khawarij.
Pola dan Sistem Pemahaman Khawarij
Khawarij adalah suatu aliran sesat yang mempunyai corak pemahaman ekstrim yang beragam. Diantara corak yang paling mencolok adalah pemahaman takfir yakni semangat memvonis kafir kaum muslimin yang tidak mau mengakui pemahaman mereka. Dimana dalam pemahaman mereka menyatakan bahwa setiap orang yang berbuat dosa besar adalah kafir, sehingga darahnya boleh ditumpahkan, kehormatannya boleh dijatuhkan dan hartanya boleh dirampas. Atau dengan kata lain yang lebih populer dikalangan mereka ialah bahwa setiap orang yang melampaui batas Allah dan Rasul-Nya adalah thaghut, apakah itu dalam bentuk pihak yang di ibadahi, tokoh yang di ikuti atau pimpinan yang ditaati.
Semangat menentang kesalahan atau kemungkaran pemerintah dalam rangka ambisi mereka merebut kekuasaan dan atau dalam rangka pemberontakan kaum Muslimin terhadap pemerintahnya adalah juga sebagai bentuk lain dari corak pemahaman Khawarij. Perlu para pembaca ingat, bahwa mereka memperjuangkan hal tersebut tidaklah dalam rangka ketulusan hati dalam menjalankan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar atau kecemburuan mereka terhadap segala perkara yang mengancam pemahaman yang benar Ummat Islam terhadap agamanya, akan tetapi karena ambisi mereka untuk memegang tampuk kekuasaan.
Disisi lain mereka juga melakukan penentangan kepada penguasa dengan menghasut kaum Muslimin untuk memberontak kepada penguasanya dengan cara apapun untuk menjatuhkan atau menyingkirkannya karena ambisi kekuasaan yang ada pada mereka. Dan lisan mereka pun tidak kering dari laknat serta kutukan terhadap penguasanya.
Adapun manhaj Salaf dalam menentang kesalahan atau kemungkaran dan kedzaliman pemerintah Muslimin tidaklah dengan menghasut kaum Muslimin untuk memberontak kepada penguasanya. Bahkan selalu menasehati kaum Muslimin untuk tetap bersabar mentaati penguasanya dalam kebaikan dan berlepas diri dari kemungkaran yang dilakukan oleh penguasanya, serta menganjurkan untuk tetap mendoakan kebaikan atas para penguasa tersebut walaupun mereka dalam keadaan dzalim. Karena jika penguasanya baik maka akan memberikan kebaikan bagi rakyatnya; demikian juga sebaliknya jika penguasanya jahat.
Berikut kami sadur penuturan Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah dalam kitab beliau yang berjudul “Lamhah ‘Anil Firaqidh Dhallah” berkenaan dengan sifat dan karakter khawarij.
“Mereka adalah orang-orang yang memberontak kepada pemerintah tepatnya diakhir masa pemerintahan ‘Utsman Bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu. Dan sebagai hasil dari pemberontakan mereka ialah terbunuhnya ‘Utsman Bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian dimasa kekhilafahan ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu sungguh menjadi bertambah parah kerusakan mereka. Yakni mereka melakukan pemberontakan atas pemerintahan ‘Ali serta mengkafirkannya, bahkan mengkafirkan para Shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum dengan alasan tidak mencocoki madzhab atau selera pergerakan mereka.
Kaum khawarij menghukumi kafirnya orang-orang yang menyelisihi madzhab mereka. Maka mereka mengkafirkan sebaik-baik manusia yakni para Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam wa Radhiyallahu ‘anhum, kenapa? karena para Shahabat Nabi tidak mau mencocoki kesesatan mereka, dan pemahaman kufur mereka.
Madzhab yang mereka anut tidak merujuk kepada As-Sunnah Wal-Jama’ah, dan mereka tidak taat kepada pemerintahnya dalam perkara yang baik, mereka berpandangan bahwasanya memberontak kepada pemerintah itu merupakan bagian dari agama.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam yakni keharusan taat (dalam perkara yang baik, red), dan juga berbanding terbalik dengan apa yang Allah Subhanahu wa ta’ala perintahkan:
“Taatilah oleh kalian Allah, dan taatilah oleh kalian Rasul dan Ulil Amri (penguasa) diantara kalian”. (An-Nisa: 59)
Allah Jalla Wa ‘Ala menjadikan ketaatan kepada penguasa (dalam perkara yang baik, red) merupakan bagian dari agama. Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam menjadikan ketaatan kepada penguasa bagian dari agama, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam:
“Aku wasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan mendengar serta taat kepada penguasa kalian, walaupun yang memerintahkan kalian adalah seorang hamba sahaya. Maka barangsiapa yang masih hidup sepeninggal aku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak…..”
Maka ketaatan (dalam perkara yang baik, red) kepada penguasa muslim merupakan bagian dari agama. Adapun khawarij, mereka mengatakan : “Tidak…! kami bebas! (dari ketaatan kepada pemerintah)”. Inilah jalan pemberontakan yang mereka tempuh sampai hari ini. Kaum khawarij menginginkan perpecahan diantara kaum muslimin, mengobarkan semangat pemberontakan serta bermaksiat kepada Allah dan Rasul Nya dalam perkara ini.
Mereka juga berpandangan bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah kafir, semisal orang yang berzina, pencuri atau orang yang meminum khamr; mereka semua dihukumi kafir. Adapun Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menyatakan lain yakni bahwa orang yang berbuat dosa besar tersebut ialah seorang muslim yang imannya berkurang, atau disebut fasiq. Maka dia seorang mu’min dengan kadar keimanannya akan tetapi fasiq dengan kadar dosa besar yang diperbuatnya. Dan tidak dikatakan keluar dari Islam kecuali telah berbuat syirik atau melakukan amalan-amalan yang termasuk daripada penggugur-penggugur keislaman seseorang yang sudah dikenal. Dan perbuatan-perbuatan maksiat selain perbuatan syirik kepada Allah tidaklah dapat dengan serta merta mengeluarkan seseorang dari keimanannya walaupun dia melakukan dosa-dosa besar. Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa berbuat syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (An-Nisa: 48, 116)
Khawarij menyatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah kafir, serta tidak diampuni dosanya dan kekal di neraka. Pemahaman ini menyelisihi apa yang terdapat dalam kitabullah Subhanahu wa ta’ala. Motif yang melatari pemahaman kaum khawarij ini adalah karena mereka tidak memiliki sistem pemahaman yang benar.
Khawarij juga dikenal sebagai kelompok yang sangat kuat dalam beribadah, seperti shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan memiliki semangat keagamaan yang luar biasa, namun mereka tidak memiliki sistem pemahaman yang benar dalam mengamalkan amalan-amalan ibadah tersebut, dan ini kenyataan yang sangat memprihatinkan. Maka kesungguhan dalam sikap wara’ (kehati-hatian) dan semangat beribadah haruslah dilandasi dengan sistem pemahaman yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Oleh karena sebab inilah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam pernah menyatakan kepada para Shahabatnya Radhiyallahu ‘anhum, “Shalat kalian (yakni para Shahabat) tidak ada apa-apanya dibanding dengan shalat mereka (khawarij), dan ibadah kalian tidak ada apa-apanya dibanding dengan ibadah mereka (yakni dari sisi kuantitas, red)” kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam melanjutkan dengan sabdanya:
“(Akan tetapi) Mereka ini mudah terlepas dari agama, sebagaimana anak panah yang terlepas dari tubuh binatang yang terkena anak panah itu”. (Lafadz ini sebagian dari hadits yang panjang - HR. Ahmad 3/73, Al-Bukhari 7432, Muslim 1064, An-Nasa’i 2577, 4112, Abu Dawud 7464, Ath-Thayalisi 2234 dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri & Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhuma)
Disamping itu mereka sangat kuat dalam menjalankan amalan-amalan ibadah; “keshalihan” mereka, tahajjud mereka, qiyamul lail mereka, akan tetapi kesungguhan mereka dalam beribadah tersebut tidaklah dilandasi dengan prinsip yang shahih dan ilmu yang shahih sehingga dengan sebab itu mereka menjadi sesat, membawa petaka dan kerusakan atas diri mereka sendiri dan umat ini.
Tidaklah diketahui dari mereka kaum khawarij dari hari ke hari pernah berjuang memerangi orang-orang kafir. Yang ada justru sebaliknya mereka memerangi kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam:
“Mereka (kaum khawarij) membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala (musyrikin)”. (Lafadz ini sebagian dari hadits yang panjang - HR. Ahmad 3/73, 3/68, 3/72, Al- Bukhari 7432, 4667, Muslim 1064, An-Nasa’I 2577, 4112, Abu Dawud 7464, Ath-Thayalisi 2234)
Dalam sejarah khawarij tidaklah kita mengetahui bahwa mereka berjuang memerangi orang-orang kafir dan kaum musyrikin, namun yang tampak pada mereka adalah terus-menerus memerangi kaum muslimin. Mereka membunuh ‘Utsman Bin ‘Affan , ‘Ali Bin Abi Thalib, Az-Zubair Ibnul ‘Awwam, mereka membunuh sebaik-baik Shahabat Nabi, dan kenyataan yang ada ialah mereka terus-menerus membantai kaum muslimin.
Hal ini terjadi disebabkan karena kejahilan mereka mengenai agama Allah ‘Azza Wa Jalla. Disamping itu mereka menampilkan sikap wara’, semangat beribadah, dan kesungguhan mereka yang pada dasarnya tidak dilandasi ilmu yang benar, sehingga hanya menjadi sebab keburukan atas diri-diri mereka sendiri. Berkata Al-‘Allamah Ibnul Qayyim dalam mensifati kaum khawarij:
“Mereka mempunyai nash-nash akan tetapi mereka dangkal dalam memahaminya, pada gilirannya dangkal pula pengetahuan agama mereka”. (Nuniyah Ibnul Qayyim, Al-Kafiyatusy Syafiyah Fil Intishari Lil Firqatin Najiyah Hal. 97)
Kaum khawarij berdalil dengan nash-nash namun mereka tidak memahaminya. Mereka berdalil dengan nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam memberikan ancaman terhadap pelaku maksiat, akan tetapi mereka tidak memahami maknanya dan tidak berupaya mengkomparasikan dengan nash-nash lain yang padanya terdapat janji Allah dengan ampunan bagi siapapun yang bermaksiat kepada-Nya selama tidak melakukan perbuatan syirik. Alhasil mereka mengambil satu sisi dari nash dan meninggalkan sisi lain, inilah kejahilan mereka.
Kecemburuan dan semangat yang menggelora dalam beragama tidaklah cukup, akan tetapi haruslah dilandasi sikap ilmiah dan sistem pemahaman yang benar dalam memahami agama Allah ‘Azza Wa Jalla. Yang demikian itu bersumber dari ilmu dan meletakkan masalah pada tempatnya.
Kecemburuan dalam beragama adalah hal yang baik, semangat yang menggelora juga baik, akan tetapi perlu kita ingat bahwa kedua hal tersebut haruslah berjalan diatas bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Tidak ada yang lebih besar kecemburuannya, dan tidak ada yang lebih murni ketulusannya daripada para Shahabat Radhiyallahu ‘anhum, bersamaan dengan itu mereka juga memerangi khawarij karena bahaya dan kejahatan yang ada pada mereka.
‘Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu memerangi mereka, membunuh mereka karena kejahatan yang mereka lakukan sampai pada tingkat membunuh kaum muslimin, sebagaimana yang pernah terjadi di Nahrawan. Dan dalam hal ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam telah memastikan dengan kabar gembira berupa kebaikan dan surga bagi siapa yang berhasil membunuh kaum khawarij. ‘Ali Bin Abi Thalib telah berhasil membunuh mereka, maka dia pantas menerima kabar gembira dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam tersebut (HR. Bukhari 6930, Muslim 1066, Ahmad 1/113, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah 914, Abdullah Bin Al-Imam Ahmad dalam As-Sunnah 1487).
Alasan membunuh kaum khawarij adalah karena demi menolak kejahatan mereka terhadap kaum muslimin. Maka wajib atas kaum muslimin kapanpun dan dimanapun jika mengetahui secara pasti tentang madzhab yang jelek ini (khawarij) hendaknya berupaya untuk mengobatinya dengan da’wah ilalllah sebagai upaya awal, dan membuka pikiran mereka dengan cara tersebut. Namun jika mereka tidak mau mengikuti kebenaran, maka mereka diperangi demi menolak kejahatan yang ada pada mereka.
Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengutus putra pamannya yakni Abdullah Bin Abbas, panutan umat dan penafsir Al-Qur’an; menuju ke perkampungan Khawarij. Maka pada saat itu beliau mendebat mereka dan sebanyak 6000 orang ruju’ yakni kembali kepada kebenaran dan tidak sedikit juga dari mereka yang tetap bersikukuh dalam kesesatannya. Dan ketika itu ‘Ali Bin Abi Thalib bersama para Shahabat Nabi yang lainnya memerangi mereka, demi menolak kejahatan dan gangguan yang kerap mereka lakukan terhadap kaum muslimin.
Penutup
Demikian kami nukil keterangan Ulama tentang sifat dan karakter khawarij. Mereka akan terus muncul ditengah kaum muslimin dengan berbagai macam penampilan. Terkadang dengan isu penegakkan sare’at Islam di Indonesia secara konstitusional, atau isu jihad melawan Amerika tapi yang dijadikan korban melulu kaum muslimin. Terkadang mereka tampil dengan sikap reaksioner terhadap pemerintahnya dengan menghasut kaum muslimin untuk turun ke jalan secara kolosal (demonstrasi) kemudian mencaci-maki dan melaknat pemerintahnya karena merasa tidak puas dengan kebijakan politiknya. Terkadang juga tampil dengan atribut-atribut sunnah seperti celana diatas mata kaki, berjanggut, badannya wangi misk, mengenakan sorban, jubah, dan istrinya bercadar namun hobinya memvonis kafir kaum muslimin yang tidak mau mengakui pemahaman mereka dan selain komunitas mereka dianggap sebagai musuh agama. Bahkan yang tidak kalah parahnya mereka tampil dengan cerita-cerita khurafat (bualan) tentang syahidnya kematian seseorang; “buktinya ada burung hitam yang terbang mengitari kuburannya, atau jutaan semut mendatangi kuburannya dan membentuk tulisan laa ilaaha illallah”, imbuh mereka. Walhasil kita harus tetap waspada dari bahaya pemahaman khawarij ini, serta terus berupaya memperingatkan kaum muslimin dari bahaya kesesatan mereka. Semoga pembahasan diatas dapat membantu kita untuk mengenal lebih dalam manhaj khawarij secara argumentatif dan sekaligus sebagai pembekalan bagi kita sehingga tidak keliru dalam menjatuhkan vonis terhadap saudaranya dengan tudingan khawarij. Kita mengenal kejelekan tidaklah dalam rangka untuk mengikuti kejelekan, akan tetapi supaya terhindar dari kejelekan. Dan barangsiapa yang tidak mengenal kejelekan, sungguh dia akan terjatuh dan larut dalam kubang kejelekan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah atas Nabi Muhammad, keluarganya serta para shahabatnya.

Oleh: Fikri Abul Hassan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar