Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Senin, 26 Desember 2011

Bahasa Arab Bahasa Islam


Kemuliaan Bahasa Arab
Tahukah engkau saudariku, keutamaan bahasa arab sangatlah banyak. Sebagaimana perkataan Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2, yang artinya,
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkan.”
Ia berkata, “Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab) karena bahasa arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu, kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an)
diturunkan kepada Rasul yang paling mulia (yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia di atas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat Yusuf)
Bahasa Penduduk Surga
Suatu saat terjadi percakapan di antara seorang ustadz dan seorang pria.
A: Ustadz, katanya bahasa surga itu bahasa arab ya?
B: Katanya begitu pak… tapi haditsnya dho’if.
Tahukah engkau saudariku, memang banyak kita dengar perkataan bahwa bahasa arab adalah bahasa yang digunakan di surga. Namun ternyata tidak ada hadits shahih dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang masalah ini sebagaimana dinyatakan Abu Shuhaib al-Karami yang mentahkiq kitab Mukhtashar Hadi al-Arwah karya Ibnu Qayyim Al-Jaujiyyah. Namun banyak atsar salaf yang menguatkan hal ini (bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab). Wallahu a’lam bi shawab.
‘Afwan Jiddan (??)
Kalimat yang satu ini, rasanya sudah menjadi sebuah perkataan umum yang merebak dimana-mana. Secara kata perkata, memang terlihat benar, karena ‘afwan berarti maafkan aku, sedangkan jiddan artinya sungguh-sungguh/benar-benar.
Tahukah engkau saudariku, ternyata kalimat ‘afwan jiddan tidak dikenal dalam bahasa arab yang benar. Ini sama seperti seseorang yang belajar bahasa Inggris kemudian mengatakan, “My watch is dead”. Secara kata perkata memang benar, namun secara penggunaan bahasa asalnya, kalimat tersebut bukanlah kalimat yang benar.
Kata ‘afwan itu sendiri sebenarnya sudah merupakan sebuah permintaan maaf yang sangat. Jika dirinci, kata ‘afwan mempunyai kalimat lengkap ‘A’fuwuka ‘afwan yang artinya aku benar-benar minta maaf kepadamu. Nah, berarti maksud orang yang mengatakan ‘afwan jiddan bahwa ia minta maaf dengan sungguh-sungguh sebenarnya sudah diwakilkan dengan kata ‘afwan itu sendiri. Adapun kata dalam bahasa arab lainnya yang berarti maaf adalah aasif. Dan untuk kata ini (aasif) tidak terkandung makna permintaan maaf dengan sungguh-sungguh.
4 Nama Nabi
Tahukah engkau saudariku? Ternyata hanya ada 4 Nabi kita (yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an dan Sunnah) yang memiliki nama dari bangsa Arab murni, yaitu nabi kita Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, Shalih, Syu’aib dan Hud. Adapun nama-nama nabi lainnya merupakan nama ‘ajam (asing). Dan secara kaidah bahasa arab, antara nama asli Arab dan nama asing memberikan konsekuensi yang berbeda, yaitu untuk nama asing dalam penggunaannya tidak boleh diberi tanda tanwin. Masih penasaran? Ayo belajar bahasa arab…
Musyawarah Akbar (??)
Kadang aneh terlihat, ketika suatu spanduk dari organisasi Islam kemudian bertuliskan musyawarah akbar. Tahukah engkau saudariku, terdapat kesalahan penerapan kaedah bahasa arab dalam susunan tersebut.
Kata musyawarah (yang berasal dari bahasa arab) merupakan isim muannats (jenis kata feminin). Sedangkan kata akbar merupakan isim mudzakar (jenis kata maskulin). Dalam kaedah bahasa arab, tidak tepat jika memadankan dua kata (yang dinamakan na’at man’ut) dengan kata yang berlainan jenis. Maka yang benar adalah musyawarah kubro. Karena kata kubro merupakan isim muannats. Bingung? Ayo belajar bahasa arab…
Abu dan Ummu
Tahukah engkau saudariku, penggunaan Abu dan Ummu juga dipelajari dalam bahasa arab pada bab ‘Alam (nama). ‘Alam itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Salah satunya adalah kun-yah. Kun-yah adalah nama yang diawali dengan lafazh Abu dan Ummu, seperti Abu Bakr, Ummu Kultsum dan sebagainya. Biasanya, kata yang digunakan setelah kata Ummu atau Abu adalah nama anak pertama dari sang pemilik nama. Namun, tidak berarti bahwa orang yang belum menikah bahkan anak-anak sekalipun tidak dapat menggunakan nama kun-yah. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah memanggil seorang anak kecil dengan nama kun-yah, dalam hadits yang diceritakan oleh Anas radhiallahu ‘anhu,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan aku memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Umair. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam datang, lalu memanggil: ‘Wahai Abu ‘Umair, apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair kecil.’ Sementara anak itu sedang bermain dengannya.” (HR. Bukhari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib. Tidaklah seseorang bisa memahami keduanya kecuali dengan bahasa arab. Dan tidaklah kewajiban itu sempurna kecuali dengannya (mempalajari bahasa arab), maka ia (mempelajari bahasa arab) menjadi wajib. Mempelajari bahasa arab, diantaranya ada yang fardhu ‘ain, dan adakalanya fardhu kifayah.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah 1/527 dikutip dari majalah Al-Furqon)
Tahukah engkau saudariku, dorongan untuk belajar bahasa arab bukan hanya khusus bagi orang-orang di luar negara Arab. Bahkan para salafush sholeh sangat mendorong manusia (bahkan untuk orang Arab itu sendiri) untuk mempelajari bahasa arab.
Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata, “Pelajarilah bahasa arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian.” (Iqitdha)
‘Umar radhiallahu ‘anhu juga mengingatkan para sahabatnya yang bergaul bersama orang asing untuk tidak melalaikan bahasa arab. Ia menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari, “Adapun setelah itu, pelajarilah Sunnah dan pelajarilah bahasa arab, i’rablah al-Qur’an karena dia (al-Qur’an) dari Arab.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dari Hasan Al-Bashari, beliau pernah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang suatu kaum yang belajar bahasa arab?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang baik, karena mereka mempelajari agama nabi mereka.” (Mafatihul Arrobiyah, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dari as-Sya’bi, “Ilmu nahwu adalah bagaikan garam pada makanan, yang mana makanan pasti membutuhknanya.” (Hilyah Tholibul ‘Ilmi, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Tertarik belajar arab lebih jauh? Alhamdulillah silakan ikuti terus pelajaran bahasa arab yang ada di situs ini.
Maraji’:
  1. Pentingnya Bahasa Arab. Makalah YPIA oleh Divisi Bahasa Arab YPIA
  2. Majalah Al-Furqon edisi 1 tahun VII 1428/2008
  3. Mukhtashar Hadi al-Arwah ila Bilad al-Afrah (terj) dengan tahkik Abu Shuhaib al-Karami, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Pustaka Arafah, cetakan 1, Oktober 2005
  4. Mutammiah Ajurumiyyah (edisi terjemah). Syaikh Syamsudin Muhammad Araa’ini. Sinar Baru Algensindo cetakan 5
  5. Mulakhos Qowa’idul Lughotil ‘Arobiyyah. Fu’ad Ni’mah. Dar Ats-Tsaqoofah Al-Islamiyyah. Beirut.
  6. Iqthido Ash-Shirotil Mustaqim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Tahqiq dan Ta’liq oleh Dr. Nashir Abdul Karim Al-’Aql. Wizarot Asy Syu-un Al Islamiyah wal Awqof

Tidak ada komentar:

Posting Komentar