Sebagaimana dialami Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dakwah yang mengajak kepada tauhid niscaya akan menghadapi musuh-musuh yang tiada henti-hentinya untuk memadamkan cahaya tauhid di muka bumi ini. Daulah Utsmani, yang merupakan representasi kelompok Sufi, yang juga diagungkan banyak kelompok pergerakan Islam, adalah salah satunya. Bagaimana kisah selengkapnya, simak kajian berikut!
Telah menjadi sunnatullah, Allah telah
menetapkan adanya musuh-musuh yang senantiasa menghalangi dakwah menuju
tauhid dan upaya-upaya untuk menegakkan syariat Islam. Mereka bisa
datang dari kaum kafir ataupun dari kalangan kaum munafiqin yang memakai
baju Islam yang merasa terusik kepentingannya dan khawatir terbongkar
kedok dan syubhat-syubhatnya. Hal ini sebagaimana Allah tegaskan di
dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ
نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ
إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan demikianlah, kami jadikan bagi
tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan
jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lainnya perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِيْنَ، وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيْرًا
“Dan demikianlah, kami jadikan bagi
tiap-tiap nabi itu musuh dari kalangan orang-orang yang berdosa. Dan
cukuplah Rabb mu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong.” (Al-Furqan: 31)
Begitu pula dakwah yang dilakukan para
ulama pewaris nabi, yang selalu berdakwah untuk memurnikan tauhid serta
menegakkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara
mereka adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu yang
telah berupaya memurnikan tauhid umat serta mengajak mereka untuk
menegakkan syariat Islam. Namun musuh-musuh dakwah beliau tidak rela
terhadap apa yang beliau lakukan.
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu menyimpulkan musuh yang menghalangi dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dalam tiga jenis:
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu menyimpulkan musuh yang menghalangi dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dalam tiga jenis:
1. Para ulama suu` yang memandang Al-Haq
sebagai suatu kebatilan dan memandang kebatilan sebagai Al-Haq, dan
berkeyakinan bahwa pembangunan (kubah-kubah) di atas kubur serta
mendirikan masjid di atas kubur-kubur tersebut, kemudian berdoa,
ber-istighatsah kepadanya serta amalan yang serupa dengan itu, adalah
bagian dari agama dan petunjuk (yang benar, pent). Dan mereka
berkeyakinan bahwa barangsiapa mengingkari hal itu berarti dia telah
membenci orang-orang shalih, serta membenci para wali.
Jenis yang pertama ini adalah musuh yang harus diperangi.
Jenis yang pertama ini adalah musuh yang harus diperangi.
2. Jenis yang kedua adalah orang-orang
yang dikenal sebagai ulama, namun mereka tidak mengerti tentang hakekat
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu yang sebenarnya.
Mereka tidak mengetahui pula tentang kebenaran dakwah beliau bahkan
cenderung bertaqlid kepada yang lain, serta membenarkan setiap isu
negatif yang dihembuskan ahli khurafat dan para penyesat.
Sehingga mereka menyangka berada di atas
kebenaran atas isu-isu negatif yang dituduhkan kepada Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu, bahwasanya beliau membenci para
wali dan para nabi, serta memusuhi mereka dan mengingkari
kekeramatannya. Sehingga mereka memusuhi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab dan mencela dakwahnya serta membuat orang antipati terhadap
beliau.
3. Orang-orang yang takut kehilangan
kedudukan dan jabatannya. Mereka memusuhi beliau agar kekuatan para
pengikut dakwah Islamiyyah tersebut tidak sampai menyentuh mereka, yang
akan menurunkan mereka dari posisinya serta menguasai negeri-negeri
mereka.-sekian dari Asy-Syaikh Ibnu Baz.1
Faktanya, musuh-musuh dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu banyak diperankan oleh:
1. Kaum kafir Eropa
Inggris, Prancis, dan lainnya, yang
tengah berkuasa dan menjajah negeri-negeri Islam pada waktu itu. Mereka
menganggap bahwa dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullahu yang bertujuan memurnikan tauhid dan menegakkan syariat,
merupakan suatu kekuatan besar yang dapat mengancam eksistensi mereka di
negeri-negeri jajahannya.
Karena dakwah beliau ini telah berhasil
menyatukan umat dalam naungan aqidah tauhid di sejumlah negeri. Selain
di daerah Najd, ternyata dakwah beliau telah berhasil menyentuh muslimin
di negeri lainnya seperti di Afrika Utara yang mayoritasnya adalah
negeri-negeri jajahan Inggris dan Prancis, India sebagai jajahan
Inggris, dan tak luput pula Indonesia sebagai jajahan Belanda.
Hal ini membuat para penjajah kafir itu
geram dan mengkhawatirkan bangkitnya muslimin di negeri jajahannya.
Sehingga mereka pun berupaya untuk menjauhkan kaum muslimin dan membuat
mereka antipati terhadap dakwah tauhid yang dilancarkan Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab2.
Hal ini mereka lakukan dengan cara:
a. Menebarkan isu-isu negatif dan dusta tentang dakwah tauhid
di tengah-tengah muslimin melalui para misionaris mereka, baik secara
lisan maupun tulisan.
b. Memprovokasi dan mempengaruhi pemerintahan Dinasti ‘Utsmani
untuk membenci dan memerangi dakwah tauhid, dan dikesankan kepada mereka
bahwa dakwah mulia tersebut sebagai ancaman besar bagi eksistensi
Daulah ‘Utsmaniyyah3.
c. Pemberian bantuan pasukan dari pemerintahan penjajah Inggris
maupun Prancis kepada Dinasti ‘Utsmani dalam upayanya menyerang dakwah
tauhid.4
Di antara bukti yang menunjukkan
provokasi mereka terhadap Dinasti ‘Utsmani untuk memusuhi dan menyerang
dakwah tauhid adalah adanya penyerangan tentara Dinasti ‘Utsmani
terhadap kota Ad-Dir’iyyah sebagai pusat dakwah tauhid di bawah pimpinan
Ibrahim Basya pada tahun 1816 M atas perintah ayahnya Muhammad Ali
Basya, Gubernur Mesir ketika itu, yang bersekongkol dengan penjajah
Prancis.
Karena keberhasilannya atas penyerangan
ke negeri Ad-Dir’iyyah itu, Pemerintah Inggris mengirimkan utusannya,
yaitu Kapten George Forster Sadleer, untuk menyampaikan ucapan selamat
secara khusus dari Pemerintahan Inggris atas keberhasilan Dinasti
‘Utsmani menghancurkan Ad-Dir’iyyah5.
2. Daulah ‘Utsmaniyyah
Yang tak kalah gencar pula adalah
permusuhan pemerintahan Dinasti ‘Utsmani yang telah terprovokasi kaum
kafir penjajah. Keadaan ini diperburuk oleh para mufti pemerintahan
Dinasti ‘Utsmani yang notabene beraqidah tashawwuf. Siang dan malam
mereka memprovokasi pemerintah untuk memerangi dakwah tauhid di Najd,
baik di masa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu masih
hidup, ataupun permusuhan mereka terhadap dakwah tauhid sepeninggal
beliau.
Tercatat dalam sejarah, beberapa kali
ada upaya penyerangan yang dilakukan Dinasti ‘Utsmani terhadap Negeri
Najd dan kota-kota yang ada di dalamnya yang terkenal sebagai pusat
dakwah tauhid.
Di antaranya apa yang terjadi di masa
Sultan Mahmud II, ketika memerintahkan Muhammad ‘Ali Basya untuk
menyerang kekuatan dakwah tauhid di Najd. Tentara Muhammad ‘Ali Basya
dipimpin oleh anaknya Ibrahim Basya dalam sebuah pasukan besar dengan
bantuan militer dari negara-negara kafir Eropa. Pada akhir tahun 1232 H,
mereka menyerang kota ‘Unaizah dan Al-Khubra` serta berhasil menguasai
Kota Buraidah. Sebelumnya, pada bulan Muharram 1232 H, tepatnya tanggal
23 Oktober 1818 M, mereka berhasil menduduki daerah Syaqra’ dalam sebuah
pertempuran sengit dengan strategi tempur penuh kelicikan yang diatur
oleh seorang ahli perang Prancis bernama Vaissiere.
Bahkan dalam pasukan Dinasti ‘Utsmani
yang menyerang Najd pada waktu itu didapati 4 orang dokter ahli
berkebangsaan Itali. Nama-nama mereka adalah Socio, Todeschini, Gentill,
Scots. Nama terakhir ini adalah dokter pribadi Ibrahim Basya. Demikian
juga didapati perwira-perwira tinggi Eropa yang bergabung dalam pasukan
Dinasti ‘Utsmani dalam penyerangan tersebut.6
Hal ini menunjukkan bahwa Dinasti
‘Utsmani telah bersekongkol dengan negara-negara kafir Eropa di dalam
memerangi dakwah tauhid, yang tentunya hal ini mengundang amarah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi sebab terbesar hancurnya Daulah
‘Utsmaniyyah.
Belum lagi kondisi tentara dan pasukan
tempur Dinasti ‘Utsmani yang benar-benar telah jauh dari bimbingan
Islam. Hal ini sebagaimana disebutkan sejarawan berkebangsaan Mesir yang
sangat terkenal, yaitu Abdurrahman Al-Jabrati. Ketika menyampaikan
kisah tentang kondisi pasukan Dinasti ‘Utsmani dan membandingkannya
dengan pasukan tauhid di Najd, yang beliau nukil dari penjelasan salah
seorang perwira tinggi militer Mesir yang menceritakan tentang kondisi
pertempuran yang terjadi pada tahun 1227 H yang dipimpin Ahmad Thusun,
putra Muhammad ‘Ali Basya, beliau menyatakan:
“…dan beberapa perwira tinggi mereka
(tentara Mesir, pent.) yang menyeru kepada kebaikan dan sikap wara’
telah menyampaikan kepadaku bahwa mana mungkin kita akan memperoleh
kemenangan, sementara mayoritas tentara kita tidak berpegang dengan
agama ini. Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak beragama
dengan agama apapun dan tidak bermadzhab dengan sebuah madzhab pun. Dan
berkrat-krat minuman keras telah menemani kita. Di tengah-tengah kita
tidak pernah terdengar suara adzan, tidak pula ditegakkan shalat wajib.
Bahkan syi’ar-syi’ar agama Islam tidak terbetik di benak mereka.
Sementara mereka (tentara Najd, pent),
jika telah masuk waktu shalat, para muadzin mengumandangkan adzan dan
pasukan pun segera menata barisan shaf di belakang imam yang satu dengan
penuh kekhusyu’an dan kerendahan diri. Jika telah masuk waktu shalat,
sementara peperangan sedang berkecamuk, para muadzin pun segera
mengumandangkan adzan. Lalu seluruh pasukan melakukan shalat khauf,
dengan cara sekelompok pasukan maju terus bertempur sementara sekelompok
yang lainnya bergerak mundur untuk melakukan shalat.
Sedangkan tentara kita terheran-heran
melihat pemandangan tersebut. Karena memang mereka sama sekali belum
pernah mendengar hal yang seperti itu, apalagi melihatnya.” –sekian
Kalau kisah tersebut disampaikan salah
seorang perwira tinggi militer Mesir, maka Abdurrahman Al-Jabrati
sendiri juga menceritakan tentang pertempuran yang terjadi pada tahun
1233 H yang dipimpin Ibrahim Basya dalam menghancurkan Ad-Dir’iyyah,
yang tidak jauh berbeda dari kisah yang disampaikan sang perwira tinggi
tersebut di atas. Lihat penjelasan tersebut dalam kitab Al-Jabrati,
IV/140.8
Dinasti ‘Utsmani melengkapi kekejaman
dan permusuhannya terhadap dakwah tauhid dengan menawan Al-Amir Abdullah
bin Su’ud, sebagai salah satu penerus dan pembela dakwah tauhid yang
telah menginfakkan jiwa dan hartanya dalam menegakkan kalimat tauhid
serta syariat Islam. Beliau dikirim ke Mesir dan selanjutnya dikirim ke
Istambul lalu dihukum pancung di sana setelah sebelumnya diarak di
jalan-jalan Istanbul, dijadikan sebagai lelucon dan olok-olok selama
tiga hari. Peristiwa ini terjadi pada 18 Shafar 1234 H/ 17 Desember 1818
M.9
3. Permusuhan kaum sufiyyah
Musuh berikutnya yang dengan gencar
memusuhi dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab adalah orang-orang dari aliran tashawwuf/Sufi yang merasa
kehilangan pamor di hadapan para pengikutnya. Dengan dakwah tauhid,
banyak syubhat dan kerancuan kaum Sufi yang terbongkar dan terbantah
dengan hujjah-hujjah yang terang dan jelas, yang disampaikan Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu, murid-murid, serta para
pendukungnya.
Berbagai macam bid’ah dan amalan-amalan
yang menyelisihi sunnah Rasul serta amalan-amalan yang tercampur dengan
berbagai praktek kesyirikan yang selama ini mereka tebarkan di daerah
Najd ataupun Hijaz (Makkah dan Madinah), mulai tersingkir dan dijauhi
umat. Demikian juga praktek amalan ibadah haji yang selama ini telah
mereka penuhi dengan bid’ah dan amalan yang menyelisihi Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berbagai upaya untuk
memakan harta umat dengan cara batil, juga terhalangi dengan adanya
dakwah tauhid tersebut.
Ini semua membuat mereka geram dan marah
terhadap dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dan
murid-muridnya. Itu semua mendorong mereka untuk berupaya menjauhkan
umat dari dakwah beliau. Mereka sebarkan berbagai macam kedustaan
tentang beliau dan dakwah tauhid yang disampaikannya.
Kaum Sufi bersama orang-orang kesultanan Turki dan Mesir serta kaum kafir Eropa menciptakan sebuah julukan terhadap dakwah beliau dengan Gerakan Dakwah Al-Wahhabiyyah serta melukiskannya sebagai madzhab baru di luar Islam. Nama Al-Wahhabiyyah adalah sebuah nama yang dinisbahkan kepada ayah Asy-Syaikh Muhammad yang bernama Abdul Wahhab.
Kaum Sufi bersama orang-orang kesultanan Turki dan Mesir serta kaum kafir Eropa menciptakan sebuah julukan terhadap dakwah beliau dengan Gerakan Dakwah Al-Wahhabiyyah serta melukiskannya sebagai madzhab baru di luar Islam. Nama Al-Wahhabiyyah adalah sebuah nama yang dinisbahkan kepada ayah Asy-Syaikh Muhammad yang bernama Abdul Wahhab.
Padahal jika mereka mau jujur,
semestinya mereka menjulukinya dengan Muhammadiyyun, yaitu nisbah kepada
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu secara langsung.
Namun hal itu sengaja mereka lakukan dalam rangka memberikan kesan lebih
negatif terhadap dakwah beliau. Karena jika memakai julukan
Muhammadiyyun akan terkesan di banyak kalangan bahwa ini adalah sebuah
madzhab yang baik.
Bahkan mereka tak segan-segan
mengucapkan kata-kata kotor untuk memuluskan tujuannya, yang sebenarnya
kita sendiri malu untuk mendengar dan menukilkan kalimat tersebut. Namun
dengan sangat terpaksa kami nukilkan salah satu contoh kata-kata kotor
dan menjijikkan yang diucapkan tokoh-tokoh Sufi.
Di antaranya adalah yang diucapkan salah
satu tokoh mereka yang dikenal dengan nama Muhammad bin Fairuz
Al-Hanbali (meninggal 1216 H) dalam rekomendasinya terhadap kitab
Ash-Shawa’iq war Ru’ud, sebuah kitab yang penuh dengan tuduhan dan
kedustaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu,
karya seorang tokoh Sufi yang bernama Abdullah bin Dawud Az-Zubairi
(meninggal 1225 H). Dalam rekomendasinya itu, Ibnu Fairuz berkata:
“…Bahkan mungkin saja Asy-Syaikh (yakni
ayah Asy-Syaikh Muhammad yang bernama Abdul Wahhab, pent.) pernah lalai
untuk menggauli ibunya (yakni ibu Muhammad bin Abdul Wahhab, pent.)
sehingga dia didahului oleh setan untuk menggauli isterinya. Jadi pada
hakekatnya setanlah ayah dari anak yang durhaka ini.”10
Sebuah ucapan kotor yang penuh kekejian dan kedustaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu bahkan terhadap ayah dan ibunya.
Sebuah ucapan kotor yang penuh kekejian dan kedustaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu bahkan terhadap ayah dan ibunya.
Mereka juga menuduh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dengan berbagai tuduhan dusta, di antaranya:
Tuduhan bahwasanya beliau mengklaim
An-Nubuwwah (yakni mengaku sebagai nabi), sebagaimana disebutkan dalam
kitab Mishbahul Anam karya Ahmad Abdullah Al-Haddad Ba’alawi (hal. 5-6).
Dan dinyatakan pula oleh Ahmad Zaini Dahlan (meninggal 1304 H) dalam
sebuah makalah kecilnya yang berjudul Ad-Durar As-Saniyyah fir Raddi
‘alal Wahhabiyyah (hal. 46): “…yang nampak dari kondisi Muhammad bin
Abdul Wahhab, bahwasanya dia adalah seorang yang mengklaim An-Nubuwwah.
Hanya saja dia tidak mampu untuk menampakkan klaimnya tersebut secara
terang-terangan.”
Pernyataan semacam ini dia tegaskan juga dalam kitabnya yang lain yang berjudul Khulashatul Kalam, hal. 228-261.
Buku-buku Ahmad Zaini Dahlan ini, adalah buku-buku yang sarat dengan kedustaan dan tuduhan-tuduhan batil terhadap dakwah dan pribadi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu. Buku-buku itu, dalam kurun 60 tahun terakhir ini, sering menjadi referensi kaum Sufi di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia, dalam menebarkan kedustaan terhadap dakwah tauhid yang mulia itu. Bahkan sebagian buku-buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Buku-buku Ahmad Zaini Dahlan ini, adalah buku-buku yang sarat dengan kedustaan dan tuduhan-tuduhan batil terhadap dakwah dan pribadi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu. Buku-buku itu, dalam kurun 60 tahun terakhir ini, sering menjadi referensi kaum Sufi di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia, dalam menebarkan kedustaan terhadap dakwah tauhid yang mulia itu. Bahkan sebagian buku-buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Lebih parah lagi, buku-buku karya kaum
Sufi ini dimanfaatkan kaum kafir dan para orientalis sebagai referensi
bagi mereka dalam menebarkan kedustaan terhadap dakwah mulia tersebut
dan menjauhkan umat Islam darinya. Di antara mereka adalah seorang
orientalis berkebangsaan Denmark bernama Caresten Nie Bury dalam bukunya
(Travel Through Arabia and Other Countries In The East) namun dia tidak
berhasil memasuki Najd. Sehingga ketika menulis tentang sejarah Najd,
dia banyak menukil dan menyandarkan karyanya pada berita-berita yang
beredar di Jazirah Arabia yang telah dipenuhi banyak kedustaan oleh para
tokoh Sufi di sana11.
Begitu juga salah seorang tokoh kafir yang lainnya menulis sebuah buku yang berjudul (Memorandum, by T.E. Ravenshaw)12. Buku ini pun dipenuhi berbagai macam kedustaan dan tuduhan-tuduhan batil terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu.
Begitu juga salah seorang tokoh kafir yang lainnya menulis sebuah buku yang berjudul (Memorandum, by T.E. Ravenshaw)12. Buku ini pun dipenuhi berbagai macam kedustaan dan tuduhan-tuduhan batil terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu.
Kemudian diikuti pula oleh seorang
orientalis lainnya yang bernama William W. Hunter dalam bukunya
Al-Muslimun fil Hind (The Indian Musalmans, dicetak pada tahun 1871 M,
kemudian dicetak kedua kalinya pada tahun 1945 M) yang telah banyak
menukil dari seniornya, yaitu T.E. Ravenshaw.13
Beliau juga dituduh sebagai penganut
inkarul hadits (aliran yang mengingkari hadits); sebagaimana dituduhkan
Ahmad Abdullah Al-Haddad Ba‘alawi di dalam kitabnya Mishbahul Anam.
Tentunya tuduhan tersebut sangatlah aneh. Karena Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullahu selalu berhujjah dengan hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam banyak karya
beliau, yang telah banyak diketahui oleh umat Islam. Namun begitulah
kaum Sufi, tidak malu dan segan untuk berdusta untuk menjauhkan umat
dari dakwah tauhid.
Tuduhan kepada Al-Amir Su’ud bin Abdul
‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud -salah satu pembela dan pembawa bendera
dakwah tauhid yang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan segala yang
dimilikinya dalam membela dakwah yang mulia tersebut – bahwasanya beliau
telah menghancurkan kubah yang dibangun di atas kuburan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal itu sama sekali tidak pernah
terjadi.
Memang benar beliau dan para
pendukungnya telah menghancurkan beberapa kubah yang berada di Najd dan
sekitarnya, namun sedikitpun mereka belum pernah menyentuh bangunan
kubah di atas kubur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Walaupun
mereka semua yakin bahwa bangunan kubah tersebut tidak diridhai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertentangan dengan syariat
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadits Jabir
bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ القَبْرُ وَأِنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dilaburnya sebuah makam, dan diduduki, serta dibangun di atasnya.” (HR. Muslim 970)
Hal ini dipertegas pula dalam hadits
‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ketika beliau mengutus Abul
Hayyaj, “Maukah engkau aku utus dengan sebuah misi yang dengan misi
tersebut pula aku diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Yaitu:
أَلاَّ تَدَعَ صُوْرَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا، وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Jangan kau biarkan satu gambarpun
kecuali kau musnahkan, dan jangan kau biarkan ada satu kuburan pun yang
menonjol kecuali kau ratakan.” (HR. Muslim no. 969)
Namun demikianlah musuh-musuh dakwah
tauhid memutarbalikkan fakta, sehingga beberapa sejarawan orientalis
senang dengan disebutkannya beberapa kisah dusta tersebut. Hal ini
sebagaimana didapati dalam beberapa buku sejarah karya mereka, di
antaranya tulisan yang berjudul Hadhir Al-‘Alam Al-Islami (The New World
of Islam) karya L. Stoddard (1/64), Dictionary of Islam “Wahhabiyah”
karya Thomas P. Hughes (hal. 660), Mustaqbal Al-Islam (Future of Islam)
karya Lady Anne Blunt (hal. 45). Dan masih banyak sejarawan orientalis
lainnya yang memanfaatkan kedustaan serta tuduhan batil kaum Sufi
terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk semakin mencemarkan
dakwah tauhid yang beliau dakwahkan.14
Dan masih banyak tuduhan-tuduhan dusta yang lainnya.
Namun kami simpulkan kedustaan-kedustaan
tersebut dengan menukilkan sebuah surat yang ditulis oleh putra beliau
yang bernama Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab, yang
ditujukan kepada penduduk Makkah pada tahun 1218 H / 1803 M. Beliau
berkata:
“…Adapun sekian perkara dusta atas nama
kami dalam rangka untuk menutupi al-haq, di antaranya tuduhan bahwa kami
menafsirkan Al-Qur`an dengan logika kami serta mengambil hadits-hadits
yang sesuai dengan pemahaman kami… Dan bahwasanya kami merendahkan
kedudukan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pernyataan kami
bahwasanya Nabi telah menjadi debu di kuburnya dan tongkat salah
seorang kami lebih bermanfaat dari beliau, dan bahwasanya beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki syafaat, serta berziarah
kepadanya tidak disunnahkan…, dan bahwasanya kami adalah beraliran
mujassimah15, serta mengkafirkan manusia secara mutlak (tanpa batas,
pent)… Maka ketahuilah bahwa seluruh kisah khurafat tersebut di atas dan
yang semisalnya… Jawaban kami terhadap setiap permasalahan tersebut di
atas adalah dengan ucapan:
سُبْحَانَكَ هَذا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ
“Maha Suci Engkau (Wahai Rabb kami) sesungguhnya ini adalah kedustaan yang sangat besar.” (An-Nur: 16)
—sekian dari kitab Al-Hadiyyatus Sunniyyah, hal. 46 16
—sekian dari kitab Al-Hadiyyatus Sunniyyah, hal. 46 16
4. Syi’ah Rafidhah
Tak kalah dahsyat dari permusuhan kaum
Sufi terhadap dakwah tauhid, adalah permusuhan kaum Syi’ah Rafidhah,
yang juga merasa terusik dengan adanya dakwah tauhid. Aqidah mereka yang
sesat dan penuh dengan kekufuran, yang mereka tebarkan di tengah-tengah
umat dengan penuh pembodohan dan penipuan, terbongkar dengan
tersebarnya dakwah tauhid tersebut. Umat menjadi mengerti bahwa aqidah
Syi’ah Rafidhah yang meyakini bahwa:
– ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah seorang imam yang ma’shum, dan seluruh shahabat yang menyelisihinya adalah kafir.
– Para imam Syi’ah Rafidhah yang 12 mengetahui perkara-perkara ghaib, bahkan punya andil di dalam mengatur alam semesta.
– Keyakinan mereka dengan aqidah Ar-Raj’ah, yaitu keyakinan bahwasanya ‘Ali bin Abi Thalib dan imam-imam mereka yang 12 akan kembali hidup di akhir zaman
– dan lain-lain, adalah aqidah sesat yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekufuran.
– ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah seorang imam yang ma’shum, dan seluruh shahabat yang menyelisihinya adalah kafir.
– Para imam Syi’ah Rafidhah yang 12 mengetahui perkara-perkara ghaib, bahkan punya andil di dalam mengatur alam semesta.
– Keyakinan mereka dengan aqidah Ar-Raj’ah, yaitu keyakinan bahwasanya ‘Ali bin Abi Thalib dan imam-imam mereka yang 12 akan kembali hidup di akhir zaman
– dan lain-lain, adalah aqidah sesat yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekufuran.
Ini semua membuat mereka marah dan
memusuhi dakwah tauhid hingga hari ini. Belum lagi kemarahan mereka
karena pasukan tauhid telah menghancurkan bangunan kubah di atas kuburan
Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib di Karbala. Itu semua mendorong mereka
untuk memusuhi dakwah tauhid tersebut dan menebarkan kedustaan-kedustaan
tentangnya.
Tak cukup sampai di situ. Mereka bahkan
melampiaskan kebencian dan permusuhannya itu dalam bentuk tindakan
fisik. Di antaranya adalah pembunuhan atas Al-Amir Abdul ‘Aziz bin
Muhammad bin Su’ud pada tanggal 18 Rajab 1218 H/4 November 1803 M, yang
dilakukan seorang Syi’ah Rafidhah berkebangsaan Iran. Beliau dibunuh
oleh penjahat ini ketika beliau sedang menunaikan shalat Ashar. Tepatnya
ketika beliau bersujud, tiba-tiba datanglah orang Syi’ah tersebut
dengan membawa sebilah belati kemudian menghunjamkannya ke tubuh Al-Amir
Abdul Aziz rahimahullahu.
Permusuhan ini terus berlanjut hingga
masa kini. Baik dalam bentuk permusuhan fikri ataupun fisik. Sebagai
contoh adalah sejumlah upaya penyerangan yang dilakukan kaum Syi’ah
Rafidhah pengikut Khumaini (Khomeini, red.) di Kota Makkah, pada musim
haji tepatnya pada hari Jum’at 6 Dzulhijjah 1407 H. Didahului penyebaran
selebaran-selebaran yang berisi kedustaan dan provokasi, sebuah
penyerangan sporadis dan penuh kezhaliman itu menelan 402 korban jiwa
dari jamaah haji dan pihak keamanan Negeri Tauhid.
Tak cukup sampai di sana, pada tahun
1409 H, kembali para pengikut Khumaini dari kalangan Syi’ah Rafidhah
yang kejam dan tidak berperikemanusiaan itu melakukan peledakan bom di
Masjidil Haram, yang juga menelan korban jiwa serta korban luka dari
para jamaah haji, tamu-tamu Allah.17
5. Hizbiyyun dan pergerakan-pergerakan Islam
Zaman berganti zaman, generasi pun telah
berganti. Namun permusuhan terhadap dakwah tauhid tak kunjung usai, dan
memang akan terus berlanjut. Dalam beberapa dekade terakhir ini, kaum
hizbiyyun menampilkan diri sebagai musuh dakwah tauhid dan sunnah yang
ditegakkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dan para
penerusnya. Di antara kaum hizbiyyun itu pada masa ini adalah:
- Al-Ikhwanul Muslimun (IM)
Gerakan yang didirikan di atas upaya
merangkul berbagai macam kelompok dan pemikiran bid’ah —sebagaimana
telah dijelaskan dalam majalah Asy Syari’ah edisi 20, Sejarah Hitam IM—
telah mempraktekkan berbagai macam bentuk permusuhan terhadap dakwah
tauhid dan sunnah serta negara tauhid Saudi Arabia. Baik melalui
statemen dan karya-karya tulis para tokohnya, maupun dalam bentuk
tindakan fisik nyata di lapangan.
Di antara penulis dan tokoh besar IM
adalah Muhammad Al-Ghazali, yang melarikan diri dari ancaman Anwar Sadat
– Presiden Mesir kala itu – dan tinggal di negeri Saudi Arabia.
Dengan segala fasilitas yang dia terima dari negeri tauhid ini, dia justru menikam dari belakang dan membalas kebaikan itu dengan caci maki terhadap para ulama tauhid dan sunnah, penerus dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal ini sebagaimana didapati dalam beberapa karyanya yang penuh dengan kesesatan. Di antaranya adalah apa yang dia tulis dalam kitabnya Kaifa Nata’amalu ma’al Qur`an dan kitab As-Sunnah baina Ahlil Fiqhi wa Ahlil Hadits.
Dengan segala fasilitas yang dia terima dari negeri tauhid ini, dia justru menikam dari belakang dan membalas kebaikan itu dengan caci maki terhadap para ulama tauhid dan sunnah, penerus dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal ini sebagaimana didapati dalam beberapa karyanya yang penuh dengan kesesatan. Di antaranya adalah apa yang dia tulis dalam kitabnya Kaifa Nata’amalu ma’al Qur`an dan kitab As-Sunnah baina Ahlil Fiqhi wa Ahlil Hadits.
Namun Alhamdulillah, para ulama tauhid
telah membantah dan menghancurkan syubhat-syubhatnya. Di antaranya
adalah bantahan yang ditulis Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan
Asy-Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhahumallah.
Kemudian permusuhan Muhammad Al-Ghazali
terhadap dakwah tauhid dan sunnah ini diikuti pula oleh tokoh dan
pemikir besar IM lainnya, yaitu Yusuf Al-Qaradhawi. Dia adalah murid
dari Muhammad Al-Ghazali sekaligus temannya. Namun cara Al-Qaradhawi di
dalam menunjukkan permusuhannya lebih halus dan terselubung dibandingkan
gurunya. Hal ini nampak sekali dalam karya-karyanya, seperti kitab
Kaifa Yata’amalu Ma’as Sunnah dan Awwaliyatul Harakatil Islamiyyah,
serta beberapa kitabnya yang lain.18
Kemudian pada generasi berikutnya IM
melahirkan tokoh-tokoh semacam Muhammad Surur bin Naif Zainal ‘Abidin,
yang nampak lebih arogan dalam memusuhi negeri tauhid dan dakwah tauhid
itu sendiri. Begitu besar kebencian dan permusuhannya, sehingga dia
merasa sesak nafasnya dan sempit dadanya untuk tinggal bersama kaum
muslimin di negeri tauhid. Dia justru memilih tinggal bersama kaum kafir
di Inggris dengan merendahkan dirinya di bawah perlindungan hukum-hukum
kufur di negeri kafir yang sangat memusuhi Islam itu. Sementara itu,
dia mengkafirkan pemerintah-pemerintah muslimin dengan alasan mereka
tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah.
Dengan penuh kebencian dan tanpa malu,
dia keluarkan sejumlah pernyataan pedas dan dusta tentang ulama-ulama
tauhid dan sunnah di negeri tauhid Saudi Arabia khususnya. Lihat
sebagian pernyataan-pernyataannya yang pernah dimuat dalam majalah Asy
Syari’ah Vol. I/No. 12/1425 H/2005. Lihat pula kitab Al-Ajwibah
Al-Mufidah karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hal. 51-57; Al-Irhab karya
Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, hal. 67-77.
Kelompok ini pun tak segan-segan
melakukan tindakan fisik untuk mewujudkan permusuhannya terhadap dakwah
Tauhid dan para da’inya, sebagaimana telah terjadi di beberapa tempat.
Di antaranya adalah yang terjadi di negeri Yaman berupa penembakan
brutal dan sporadis terhadap sejumlah Ahlus Sunnah di sebuah masjid,
yang menyebabkan sebagian mereka terbunuh.
Bahkan salah satu tokoh IM di negeri
Yaman mengancam Ahlus Sunnah dengan pernyataannya: “Jika seandainya kami
memiliki kekuatan, niscaya kami akan memerangi Wahhabiyyin sebelum kami
memerangi kaum komunis.” Hal ini sebagaimana dikisahkan Asy-Syaikh
Muqbil Al-Wadi’i rahimahullahu dalam beberapa kali ceramah beliau.
Lebih dari itu semua, apa yang telah terjadi di Afghanistan dengan terbunuhnya seorang mujahid Ahlus Sunnah, yaitu Asy-Syaikh Jamilurrahman rahimahullahu. Pembunuhnya adalah salah seorang dari kelompok IM yang dikenal dengan Abu ‘Abdillah Ar-Rumi. Dia datang ke Afghanistan membawa kebencian yang sangat besar terhadap Ahlus Sunnah dan menjulukinya dengan Wahhabiyyah. Pembunuhan sadis ini terjadi pada hari Jum’at 20 Shafar 1412 H/ 30 Agustus 1991 M sebelum Asy-Syaikh Jamilurrahman berangkat menuju shalat Jum’at. Pembunuh kejam itu mendatangi beliau sebagai tamu yang hendak memeluknya. Tanpa disangka ternyata orang ini melepaskan tembakan ke arah Asy-Syaikh dan tepat mengenai wajah dan kepala beliau!
Inilah sekelumit contoh permusuhan dan kebencian tokoh-tokoh besar IM terhadap para ulama tauhid dan sunnah serta negeri tauhid Saudi Arabia.
Lebih dari itu semua, apa yang telah terjadi di Afghanistan dengan terbunuhnya seorang mujahid Ahlus Sunnah, yaitu Asy-Syaikh Jamilurrahman rahimahullahu. Pembunuhnya adalah salah seorang dari kelompok IM yang dikenal dengan Abu ‘Abdillah Ar-Rumi. Dia datang ke Afghanistan membawa kebencian yang sangat besar terhadap Ahlus Sunnah dan menjulukinya dengan Wahhabiyyah. Pembunuhan sadis ini terjadi pada hari Jum’at 20 Shafar 1412 H/ 30 Agustus 1991 M sebelum Asy-Syaikh Jamilurrahman berangkat menuju shalat Jum’at. Pembunuh kejam itu mendatangi beliau sebagai tamu yang hendak memeluknya. Tanpa disangka ternyata orang ini melepaskan tembakan ke arah Asy-Syaikh dan tepat mengenai wajah dan kepala beliau!
Inilah sekelumit contoh permusuhan dan kebencian tokoh-tokoh besar IM terhadap para ulama tauhid dan sunnah serta negeri tauhid Saudi Arabia.
- Hizbut Tahrir
Kelompok Hizbut Tahrir (HT) adalah
sebuah kelompok sempalan yang didirikan Taqiyyuddin An-Nabhani di negeri
Yordania pada tahun 1372 H/1953 M. Selengkapnya bisa pembaca dapati
pada majalah Asy Syari’ah Vol. II/No. 16/1426 H/2005.
Namun yang hendak kita tampilkan di sini adalah bentuk kebencian dan permusuhan HT terhadap Daulah Tauhid dan para ulamanya.
Permusuhan itu diwujudkan dalam
statemen-statemen mereka dan karya-karya tulisnya. Di antaranya adalah
apa yang disebutkan dalam buku berbahasa Inggris How The Khilafah
Destroyed (Kaifa Hudimat Al-Khilafah) karya Abdul Qadim Zallum yang
diterbitkan Khilafah Publication London England. Buku ini adalah salah
satu buku refensi utama dalam perjalanan HT.
Dalam buku ini, penulisnya telah menuduh
Daulah Tauhid sebagai suatu bentuk konspirasi Barat dalam meruntuhkan
Khilafah ‘Utsmaniyyah, dengan mengkambinghitamkan Al-Amir Abdul ‘Aziz
bin Muhammad bin Su’ud rahimahullahu dan menyatakan beliau sebagai agen
Inggris. Padahal justru beliau adalah seorang yang telah menyerahkan
waktu, tenaga, pikiran, dan hidupnya untuk membela dan menegakkan tauhid
sebagaimana telah kami sebutkan di atas.
Tuduhan HT ini sama sekali tidak
disertai dengan bukti dan fakta ilmiah. Tapi yang ada hanya sebatas
analisa dan klaim semata. Sebaliknya telah kami paparkan di atas dengan
bukti-bukti ilmiah bahwa ternyata Dinasti ‘Utsmanilah yang sebenarnya
bersekongkol dan diperdaya oleh negara-negara kafir Eropa dalam
memerangi dakwah tauhid dan sunnah.
Kemudian mereka juga menuduh gerakan
Dakwah Tauhid sebagai gerakan pemberontakan terhadap Dinasti ‘Utsmani.
Tuduhan ini pun adalah tuduhan yang batil dan dusta, sebagaimana telah
kami bahas di atas.
Masih dalam buku tersebut di atas, penulis HT ini menuduh bahwa Al-Amir Su’ud bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud telah menghancurkan bangunan kubah di atas makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mempereteli batu perhiasan dan ornamen-ornamennya yang sangat berharga. Namun itu semua adalah dusta. Bahkan dengan itu, penulis HT ini telah mengikuti jejak para orientalis Eropa belaka, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Masih dalam buku tersebut di atas, penulis HT ini menuduh bahwa Al-Amir Su’ud bin Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud telah menghancurkan bangunan kubah di atas makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mempereteli batu perhiasan dan ornamen-ornamennya yang sangat berharga. Namun itu semua adalah dusta. Bahkan dengan itu, penulis HT ini telah mengikuti jejak para orientalis Eropa belaka, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Tak kalah serunya adalah salah satu
tokoh HT yang bernama Muhammad Al-Mis’ari ikut meramaikan permusuhan
kelompok ini terhadap dakwah dan negara tauhid dalam beberapa
statemennya.
Di antaranya adalah pernyataan dia yang
dimuat oleh surat kabar Asy-Syarqul Ausath edisi 6270, terbit pada hari
Jum’at 8 Ramadhan 1416 H:
“Sesungguhnya kondisi saat ini di negeri
Saudi Arabia yang tidak mengizinkan bagi kaum Masehi (Nashara, pent.)
dan Yahudi untuk mempraktekkan syi’ar-syi’ar ibadah secara
terang-terangan akan berubah dengan tampilnya Komisi ini19 di medan
hukum. Bahwasanya pemberian hak kepada kaum minoritas adalah wajib,
dalam bentuk hak untuk melaksanakan syi’ar-syi’ar agama mereka di
gereja-gereja mereka, serta hak untuk mendapatkan pengakuan resmi atas
pelaksanaan akad pernikahan sesuai dengan aturan agama mereka secara
khusus serta hak-hak lainnya, sebagai bentuk penyempurnaan terhadap
kebebasan kehidupan keagamaan dan kehidupan pribadi mereka secara
sempurna. Baik mereka itu dari kaum Yahudi, Masehi, ataupun kaum
Hindu!!”
Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya pembangunan gereja-gereja adalah perkara yang mubah dalam syariat Islam.”20
Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya pembangunan gereja-gereja adalah perkara yang mubah dalam syariat Islam.”20
Dia pun dengan lancang mencaci maki
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab —sang Mujaddid yang berdakwah
untuk memurnikan tauhid umat ini dan menjauhkan mereka dari kesyirikan
dan bid’ah— dengan statemennya yang dia ucapkan dalam sebuah selebaran
resmi yang dikeluarkan CDLR dari London pada hari Kamis 22 Syawwal 1415 H
/ 23 Maret 1995 M:
“Kedua: Saya tidak akan membahas tentang
aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu. Namun saya
hanyalah menyebutkan tentang sebuah realita, yaitu bahwasanya dia
(Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pent) adalah seorang yang
berpemikiran nyleneh dan bukanlah seorang yang alim. Dia adalah seorang
yang diliputi dengan berbagai masalah dan cara bersikap nyleneh yang
memang sesuai dengan ke-nyleneh-an kaum di Najd pada masa itu…”
Nampak sekali kebencian tokoh besar HT
yang satu ini terhadap dakwah tauhid sekaligus menunjukkan kebodohannya
tentang tauhid itu sendiri. Namun yang sangat aneh dari orang ini,
ketika dia mencaci maki Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pada saat
yang sama dia memuji tokoh besar Syi’ah Rafidhah, Al-Khumaini, dengan
pernyataannya:
“Sesungguhnya dia (Al-Khumaini, pent) adalah seorang pemimpin bersejarah yang agung dan jenius…”
Dalam selebaran yang sama pula, dengan penuh arogansi dia mencaci maki salah satu imam dakwah ini, yaitu Al-Imam Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu dengan pernyataannya:
Dalam selebaran yang sama pula, dengan penuh arogansi dia mencaci maki salah satu imam dakwah ini, yaitu Al-Imam Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu dengan pernyataannya:
“Pertama: Saya tidak menuduh Asy-Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Baz dengan kekufuran. Namun saya menyatakan dengan satu
kata bahwa mayoritas ulama dan masyayikh berpandangan bahwasanya dia
(Ibnu Baz) setelah (mengeluarkan) fatwanya tentang bolehnya upaya
perjanjian damai dengan Israil telah sampai ke sebuah tahapan yang
mendekati kepada kekufuran. Saya hanya menukilkan pendapat para ulama
dan masyayikh tersebut. Adapun pendapat saya pribadi adalah beliau
(Asy-Syaikh Ibnu Baz, pent) telah sampai pada derajat pikun, bodoh, dan
kelemahan yang sangat rendah.”21
Bantahan tuntas atas ucapan keji ini
para pembaca bisa mendapatinya dalam buku kami Mereka Adalah Teroris
(Bantahan Aku Melawan Teroris) hal. 325-326 footnote no. 215. Begitu
pula tentang jawaban hukum perdamaian dengan kaum kafir, lihat hal.
203-219 (cet. II/Edisi Revisi)
Subhanallah… Betapa kejinya ucapan
tersebut! Seseorang yang berdakwah untuk memurnikan tauhid umat serta
menjauhkan dari kesyirikan dibenci, dicaci maki, dan dituduh dengan
tuduhan-tuduhan dusta. Sementara seorang Syi’ah Rafidhah, semacam
Khumaini, yang menyeru kepada kesesatan dan kekufuran disanjung dan
dipuji. Inikah sebuah Hizb dan tokohnya yang konon menginginkan tegaknya
khilafah??!
Sayang sekali Al-Mis’ari yang telah
mengumumkan kebenciannya terhadap daulah tauhid serta ulamanya dan
merasa gerah hidup di tengah-tengah muslimin, justru rela dan merasa
tentram tinggal di negeri kufur dengan perlindungan hukum dari mereka.
-Al-Qa’idah (Al-Qaeda, red.)
Jaringan Al-Qa’idah, yang merupakan
jaringan khawarij terbesar masa kini, juga tak kalah besar kebencian dan
permusuhannya terhadap daulah tauhid dan sunnah serta para ulamanya.
Kebencian tersebut tidak hanya dituangkan dalam bentuk statemen-statemen
para tokohnya, bahkan juga dalam bentuk serangan fisik dan teror.
Usamah bin Laden mencaci maki salah seorang imam besar Ahlus Sunnah pada masa ini, yaitu Al-Imam Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu, di antaranya dalam suratnya yang ditujukan kepada Al-Imam Ibnu Baz tanggal 27/7/1415 H yang dikeluarkan Hai`ah An-Nashihah (Lembaga Nasehat) di negeri London, Usamah berkata:
“Dan kami mengingatkan engkau —wahai syaikh yang mulia— atas beberapa fatwa dan sikap-sikap yang mungkin Anda tidak mempedulikannya, padahal fatwa-fatwa tersebut telah menjerumuskan umat ini ke dalam jurang kesesatan (yang dalamnya) sejauh (perjalanan) 70 (tujuh puluh) tahun.”
Usamah bin Laden mencaci maki salah seorang imam besar Ahlus Sunnah pada masa ini, yaitu Al-Imam Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu, di antaranya dalam suratnya yang ditujukan kepada Al-Imam Ibnu Baz tanggal 27/7/1415 H yang dikeluarkan Hai`ah An-Nashihah (Lembaga Nasehat) di negeri London, Usamah berkata:
“Dan kami mengingatkan engkau —wahai syaikh yang mulia— atas beberapa fatwa dan sikap-sikap yang mungkin Anda tidak mempedulikannya, padahal fatwa-fatwa tersebut telah menjerumuskan umat ini ke dalam jurang kesesatan (yang dalamnya) sejauh (perjalanan) 70 (tujuh puluh) tahun.”
Dengan tegas dan lugas, Usamah bin Laden
menghukumi daulah tauhid Saudi Arabia sebagai negara kafir. Hal ini
sebagaimana dimuat dalam koran Ar-Ra`yul ‘Am Al-Kuwaity edisi 11-11-2001
M, dalam sebuah wawancara dengan Usamah bin Laden, ia menjawab:
“Hanya Afghanistan sajalah Daulah
Islamiyyah itu. Adapun Pakistan dia memakai undang-undang Inggris. Dan
saya tidak menganggap Saudi itu sebagai Negara Islam….”
Usamah juga memvonis kafir Putra Mahkota
Abdullah bin Abdul ‘Aziz –waktu itu dan kini sebagai Raja Negara Saudi
Arabia—, yaitu dalam ucapannya yang terakhir untuk rakyat Iraq pada
bulan Dzulhijjah 1423 H:
“…… Maka para penguasa tersebut telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan sekaligus MEREKA TELAH KELUAR DARI AGAMA (ISLAM) INI dan berarti mereka juga telah mengkhianati umat.”
Dengan bangga Usamah menyanjung para teroris yang melakukan aksi peledakan di negeri tauhid tersebut:
“Aku (Usamah) memandang dengan penuh pemuliaan dan penghormatan kepada para pemuda yang mulia, yang telah menghilangkan kehinaan dari umat ini, baik mereka yang telah meledakkan (bom) di kota Riyadh, atau peledakan di kota Khubar, ataupun peledakan-peledakan di Afrika Timur dan yang semisalnya.”
Dalam dua peledakan ini, terkhusus di Kota Khubar, memakan 18 korban jiwa yang mayoritasnya adalah muslimin, serta 350 lebih luka-luka dan sebagiannya lagi menderita cacat seumur hidup. Tidak cukup itu, bahkan Usamah “membumbui” kebenciannya terhadap daulah tauhid dengan kedustaan. Di antara kedustaannya adalah pernyataan dia bahwa kaum Salibis telah menduduki Masjidil Haram.
Wallahu a’lam.
“…… Maka para penguasa tersebut telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan sekaligus MEREKA TELAH KELUAR DARI AGAMA (ISLAM) INI dan berarti mereka juga telah mengkhianati umat.”
Dengan bangga Usamah menyanjung para teroris yang melakukan aksi peledakan di negeri tauhid tersebut:
“Aku (Usamah) memandang dengan penuh pemuliaan dan penghormatan kepada para pemuda yang mulia, yang telah menghilangkan kehinaan dari umat ini, baik mereka yang telah meledakkan (bom) di kota Riyadh, atau peledakan di kota Khubar, ataupun peledakan-peledakan di Afrika Timur dan yang semisalnya.”
Dalam dua peledakan ini, terkhusus di Kota Khubar, memakan 18 korban jiwa yang mayoritasnya adalah muslimin, serta 350 lebih luka-luka dan sebagiannya lagi menderita cacat seumur hidup. Tidak cukup itu, bahkan Usamah “membumbui” kebenciannya terhadap daulah tauhid dengan kedustaan. Di antara kedustaannya adalah pernyataan dia bahwa kaum Salibis telah menduduki Masjidil Haram.
Wallahu a’lam.
————-
1 Lihat kitab Al-Imam Muhammad bin
‘Abdil Wahhab wa Da’watuhu wa Siratuhu, karya Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Baz, hal. 23; lihat pula kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula
Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’d Asy-Syuwai’ir, cet. III hal.
91.
2 Lihat kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’d Asy-Syuwai’ir, hal. 63-67 (cet III/1419 H).
3 Ibid, hal. 77-78.
4 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139.
5 Lihat kitab Imam wa Amir wa Dakwah likulli Al-‘Ushur karya Ahmad bin Abdul ‘Aziz Al-Hushain, penerbit Daruth Tharafain cet. I th. 1993, hal. 191, dan penulis mengisyaratkan pada kitab Jaulah fi Biladil ‘Arab hal. 104-111
6 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139
7 Shalat Khauf yaitu shalat fardhu yang ditegakkan ketika sedang berkecamuk perang, dengan beberapa tata cara tertentu yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat berbeda dengan tata cara pelaksanaan shalat fardhu di luar waktu pertempuran.
8 Dinukil dari kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 152-153.
9 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 141.
10 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An Nadwi, hal. 199.
9 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 141.
10 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An Nadwi, hal. 199.
12 Ibid, hal. 236.
13 Ibid, hal. 237.
14 Ibid, hal. 214
15 Yaitu sebuah aliran yang menetapkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki jasmani seperti layaknya makhluk. Ini adalah aliran sesat yang keluar dari prinsip manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.
16 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 213
17 Revolusi Iran Khumaini telah banyak mempengaruhi pemikiran para aktivis dan pergerakan Islam di mancanegara untuk melakukan tindakan-tindakan teror dan pembunuhan-pembunuhan serta menebarkan pemikiran bernuansa terorisme pada kaum muda Islam. Bahkan secara terbuka kelompok Al-Ikhwanul Muslimun menyatakan dukungannya terhadap Revolusi Iran ini.
18 Lihat kitab Da’watul Ikhwanil Muslimin fi Mizanil Islam, hal. 175-203. Untuk mengetahui lebih banyak tentang kesesatan aqidah dan pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi, lihat buku Membongkar Kedok Yusuf Al-Qaradhawi cet. Pustaka Salafiyah, Depok
19 Komisi yang dimaksud adalah Lajnah Ad-Difa’ ‘anil Huquqisy Syar’iyyah (Komisi Pembelaan Hak-hak Syari’ah) [C.D.L.R] yang berpusat di London, di mana Muhammad Al-Mis’ari ini sebagai Juru Bicara Resminya. Komisi ini banyak mengeluarkan statemen dan tindakan-tindakan yang berisi provokasi untuk membenci dan melawan pemerintah Saudi Arabia. Selengkapnya tentang Komisi ini dan fatwa para ulama sunnah tentangnya bisa dibaca pada buku Mereka Adalah Teroris hal. 370-374 (edisi revisi).
20 Lihat kitab Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 38-39 (cet. II) Percetakan Darus Salaf.
21 Lihat kitab Al-Quthbiyyah hiyal fitnah Fa’rifuha Abu Ibrahim bin Sulthan, hal. 115.
2 Lihat kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’d Asy-Syuwai’ir, hal. 63-67 (cet III/1419 H).
3 Ibid, hal. 77-78.
4 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139.
5 Lihat kitab Imam wa Amir wa Dakwah likulli Al-‘Ushur karya Ahmad bin Abdul ‘Aziz Al-Hushain, penerbit Daruth Tharafain cet. I th. 1993, hal. 191, dan penulis mengisyaratkan pada kitab Jaulah fi Biladil ‘Arab hal. 104-111
6 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 139
7 Shalat Khauf yaitu shalat fardhu yang ditegakkan ketika sedang berkecamuk perang, dengan beberapa tata cara tertentu yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat berbeda dengan tata cara pelaksanaan shalat fardhu di luar waktu pertempuran.
8 Dinukil dari kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 152-153.
9 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 141.
10 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An Nadwi, hal. 199.
9 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 141.
10 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An Nadwi, hal. 199.
12 Ibid, hal. 236.
13 Ibid, hal. 237.
14 Ibid, hal. 214
15 Yaitu sebuah aliran yang menetapkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki jasmani seperti layaknya makhluk. Ini adalah aliran sesat yang keluar dari prinsip manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.
16 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, hal. 213
17 Revolusi Iran Khumaini telah banyak mempengaruhi pemikiran para aktivis dan pergerakan Islam di mancanegara untuk melakukan tindakan-tindakan teror dan pembunuhan-pembunuhan serta menebarkan pemikiran bernuansa terorisme pada kaum muda Islam. Bahkan secara terbuka kelompok Al-Ikhwanul Muslimun menyatakan dukungannya terhadap Revolusi Iran ini.
18 Lihat kitab Da’watul Ikhwanil Muslimin fi Mizanil Islam, hal. 175-203. Untuk mengetahui lebih banyak tentang kesesatan aqidah dan pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi, lihat buku Membongkar Kedok Yusuf Al-Qaradhawi cet. Pustaka Salafiyah, Depok
19 Komisi yang dimaksud adalah Lajnah Ad-Difa’ ‘anil Huquqisy Syar’iyyah (Komisi Pembelaan Hak-hak Syari’ah) [C.D.L.R] yang berpusat di London, di mana Muhammad Al-Mis’ari ini sebagai Juru Bicara Resminya. Komisi ini banyak mengeluarkan statemen dan tindakan-tindakan yang berisi provokasi untuk membenci dan melawan pemerintah Saudi Arabia. Selengkapnya tentang Komisi ini dan fatwa para ulama sunnah tentangnya bisa dibaca pada buku Mereka Adalah Teroris hal. 370-374 (edisi revisi).
20 Lihat kitab Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 38-39 (cet. II) Percetakan Darus Salaf.
21 Lihat kitab Al-Quthbiyyah hiyal fitnah Fa’rifuha Abu Ibrahim bin Sulthan, hal. 115.
Sumber : asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar