Keputusan Hai’ah Kibar Ulama no. 138 tentang Hukum Penyelundup dan Pengedar Narkoba
Alhamdulillah,
segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Semoga balasan yang
baik diperoleh oleh orang yang bertakwa. Shalawat dan salam tercurah
kepada nabi dan rasul terbaik, nabi kita Muhammad, serta kepada para
keluarganya, dan semua sahabatnya.
Amma
ba’du : Majelis Kibar Ulama di pertemuan yang ke-29, yang diadakan di
kota Riyadh, tanggal 9 Jumada Tsaniah 1407 H sampai tanggal 20 Jumadi
Tsaniah 1407 H telah mempelajari telegram yang dikirim oleh Pengabdi Dua
Tanah Suci, Raja Fahd bin ‘Abdul Aziz, dengan nomor S: 8033, tertanggal
11 Jumada Tsaniah 1407 H. Dalam surat itu dinyatakan:
“Melihat
bahwa narkoba memberikan dampak yang sangat buruk, sementara kita
perhatikan saat ini mulai banyak tersebar serta menimbang tuntutan
kemaslahatan bagi umat, maka penting untuk diputuskan hukuman yang
membuat jera bagi orang yang berusaha menyebarkan dan memasarkannya,
baik ekspor atau impor. Karena itu, kami memohon kepada anda sekalian
untuk membahas masalah ini di sidang Majelis Kibar Ulama dengan
segera.Kami akan menyesuaikan dengan apa yang diputuskan.”
Majelis
Kibar ulama telah mempelajari masalah ini, dan mendiskusikan dari
berbagai macam sisi pada beberapa kali pertemuan. Setelah diskusi yang
panjang tentang dampak buruk tersebarnya obat terlarang, maka Majelis
Kibar Ulama menetapkan:
Pertama:
Bagi penyelundup/ bandar, hukumannya adalah dibunuh karena perbuatanya
menjadi penyelundup/ Bandar pengedaran narkoba, menyebarkanya obat
terlarang ke dalam negara, menyebabkan kerusakan yang besar, tidak hanya
bagi bandarnya, namun menjadi sebab masalah yang serius bagi seluruh
umat. Termasuk bandar narkoba adalah orang yang mendatangkan obat
terlarang ini dari luar, kemudian ia distribusikan ke penjual secara
langsung.
Kedua:
Untuk pengedar obat terlarang, keputusan Majelis Kibar Ulama untuk
pelaku telah diterbitkan pada keputusan no. 85, tertanggal 11 Dzulqa’dah
1401. Di sana dinyatakan:
“Orang
yang mengedarkan narkoba, baik dengan membuat sendiri atau impor dari
luar, baik dengan jual-beli, atau diberikan cuma-cuma, atau bentuk
penyebaran lainnya, maka untuk pelanggaran yang dilakukan pertama, dia
dihukum ta’zir yang keras, baik dipenjara, dihukum cambuk, atau disita
hartanya, atau diberikan semua hukuman tersebut, sesuai keputusan
Mahkamah. Kemudian jika mengedarkan lagi, dia diberi hukuman yang bisa
menghindarkan masyarakat dari kejahatannya, meskipun harus dengan
hukuman mati. Karena perbuatannya ini, dia termasuk orang yang merusak
di muka bumi dan potensi berbuat maksiat telah melekat dalam dirinya.
Para ulama menegaskan bahwa hukuman bunuh termasuk bentuk hukuman ta’zir
yang dibolehkan.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Manusia yang kerusakannya tidak bisa
dihentikan kecuali dengan dibunuh boleh dihukum mati, sebagaimana hukum
bunuh untuk pemberontak, menyimpang dari persatuan kaum muslimin, atau
gembong perbuatan bid’ah dalam agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah memerintahkan untuk membunuh orang yang sengaja berdusta atas
nama beliau (dengan membuat hadis palsu)”. Ibnu Dailami pernah bertanya
kepada beliau tentang orang yang tidak mau berhenti dari minum khamr.
Beliau menjawab, “Siapa yang tidak mau berhenti dari minum khamr,
bunuhlah.”
Dalam karya beliau yang lain, Syaikhul Islam mengatakan tentang alasan bolehnya ta’zir dengan
membunuh, “Orang yang membuat kerusakan seperti ini seperti orang yang menyerang kita. Jika orang yang menyerang ini tidak bisa dihindarkan kecuali dengan dibunuh maka dia dibunuh.”
membunuh, “Orang yang membuat kerusakan seperti ini seperti orang yang menyerang kita. Jika orang yang menyerang ini tidak bisa dihindarkan kecuali dengan dibunuh maka dia dibunuh.”
Ketiga:
Majelis Kibar Ulama berpendapat bahwa sebelum menjatuhkan dua hukuman
di atas, hendaknya dilakukan proses pengadilan yang sempurna, untuk
membuktikan kebenaran kasus, sesuai dengan proses mahkamah syar’iyah dan
badan kriminal, sebagai bentuk kehati-hatian dalam memberikan hukuman
mati kepada seseorang.
Keempat: hendaknya hukuman ini diumumkan melalui media massa, sebelum diterapkan, sebagai bentuk peringatan bagi masyarakat.
Demikianlah, wabillah At Taufiq wa shallallahu ala nabiyina Muhammad alihi wa shohbihi wa sallam.
Hai’ah Kibarul Ulama
Ketua : Ibrohim bin Muhammad Alu Syaikh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar