Halabiyyun
pun tidak putus asa dalam upayanya menipu umat dan mempermainkan akal
mereka, kali ini dengan menyebarkan berita dusta bahwa para ‘ulama yang
berada dalam lembaga al-Lajnah ad-Da`imah telah rujuk atau menarik fatwa
bantahan terhadap ‘Ali al-Halabi dan kesesatannya. Ketika berita dusta
ini didengar oleh asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, maka beliau berkata,
هذا
كذب كله، اللجنة ما تراجعت, ولا تَراجُع إن شاء الله عن الحق وبيان
الباطل، ولا زار اللجنة أحد، ولو زارها.. ثم ماذا إذا زارها؟! اللجنة ما
تتراجع عن الحق أبداً, ومن الواجب أنه هو اللي يتراجع عن الباطل ويتوب إلى
الله عز وجل
“Ini adalah dusta semuanya!! al-Lajnah tidak rujuk, dan tidak ada rujuk – insya Allah – dari
al-Haq (kebenaran) dan penjelasan terhadap kebatilan. Tidak ada seorang
pun yang berkunjung (ke Lajnah), kalau seandainya ada seorang yang
berkunjung (ke Lajnah) lalu kenapa?? al-Lajnah tidak akan pernah rujuk
dari al-Haq selama-lamanya. Justru yang wajib adalah dia (‘Ali
al-Halabi) yang semestinya rujuk dari kebatilan dan bertaubat kepada
Allah ‘Azza wa Jalla.”
Berikut ini adalah sebagian dari penjelasan atau fatwa para ulama dan masyaikh ahlus sunnah tentang kesesatan Ali Hasan Al-Halabi
- Fatwa Lajnah Daimah Tentang Buku Karya Ali Hasan Al-Halabi
- Benarkah al-Lajnah ad-Da`imah menarik fatwanya terhadap ‘Ali Hasan al-Halabi? (Fatwa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan)
- Fatwa dari Asy-Syaikh DR. Muhammad Umar Bazmul: “Waspadalah Dari Penyimpangan Manhaj Ali Hasan Al-Halabi”
- Ringkasan Sebab-Sebab Kenapa ‘Ali Hasan al-Halabi dijarh (dicerca dan dikritik) oleh Para ‘Ulama Sunnah
- Perkataan Syaikh Ahmad Bazamul, bahwa Syaikh Rabi’ Mengatakan Ali Hasan Sebagai Mubtadi’ (ahlu bid’ah).
Fatwa Lajnah Daimah Tentang Buku Karya Ali Hasan Al-Halabi
Lembaga tetap dalam berfatwa dengan pimpinan Syaikh yang mulia : Abdul Aziz Alus Syaikh Hafizhahullah Ta’ala
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده . . وبعد :
Sesungguhnya lembaga tetap untuk
pembahasan ilmiah dan fatwa telah menelaah apa yang ditujukan kepada
mufti yang mulia dari sebagian penasehat berupa beberapa permohonan
fatwa yang terkait amanah umum bagi lembaga para ulama besar,nomor :
2928,2929, tanggal : 13-5-1421 H, dan nomor : 2929 dan tanggal 13-5-
1421 H, tentang keadaan dua buah kitab yang berjudul “Ath-Tahdzir min fitnah at-takfir” dan “Shaihatu nadziir”, penyusun dua kitab tersebut: Ali Hasan Al-Halabi, bahwasanya
kedua kitab itu mengajak kepada mazhab murji’ah, yang menyatakan bahwa
amalan bukan syarat sahnya iman, lalu dia menisbatkan hal itu kepada
Ahlus sunnah wal jama’ah. Dia menyandarkan dalam dua kitab ini pada
penukilan-penukilan dari Syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan Al-Hafizh Ibnu
Katsir dan yang lainnya -semoga Allah merahmati mereka semua-.
Karena kehendak para penasehat untuk
menjelaskan kandungan yang terdapat didalam dua kitab ini agar para
pembaca dapat mengetahui antara yang haq dan yang batil .dan seterusnya.
Setelah Lajnah mempelajari dua kitab tersebut, dan menelaah keduanya, maka jelaslah bagi lajnah bahwa kitab“At-tahdzir min fitnah at-takfir” tulisan Ali Hasan Al-Halabi pada apa yang dia sandarkan kepada ucapan para ulama dalam muqaddimah-nya dan catatan kakinya mengandung hal berikut:
Pertama : Penulisnya
membangun kitab ini diatas mazhab murji’ah yang bid’ah lagi batil, yang
membatasi kekafiran hanya pada kufur juhud (kufur pengingkaran) dan
kufur takdzib (kufur karena mendustakan) dan istihlal qalbi
(menghalalkan apa yang diharamkan dengan hatinya,pen), sebagaimana yang
tersebut di hal:6, foot note ke:2, dan hal:22. Ini menyelisihi aqidah
ahlus sunnah wal-jama’ah bahwa kekafiran bisa terjadi melalui ucapan,
perbuatan, dan keragu- raguan.
Kedua : Merubah penukilan
dari Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala dalam Al-Bidayah wan-nihayah:
13/118, dimana dia menyebutkan pada foot note-nya di halaman: 15 menukil
dari Ibnu Katsir “bahwa Jengis khan mengklaim bahwa hukum “al-yasiq”
berasal dari sisi Allah dan bahwa ini yang menjadi sebab kafirnya mereka
(bangsa Tatar,pen)”. Tatkala merujuk ke sumber rujukan yang dimaksud
tidak ditemukan apa yang dinisbatkannya kepada Ibnu Katsir –rahimahullah
Ta’ala-.
Ketiga : Mengada-ada atas
nama Syaikhul islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah Ta’ala- pada hal: 17-
18, dimana penyusun kitab tersebut menisbatkan kepada Beliau “bahwa
hukum yang diganti tidak menunjukkan kekafiran menurut Syaikhul Islam
kecuali jika disertai pengetahuan dan keyakinan hati, dan menganggapnya
sebagai sesuatu yang halal. Ini semata-mata mengada-ada atas nama
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah Ta’ala- sebab Beliau
(syaikhul islam,pen) adalah penyebar mazhab salaf Ahlus sunnah
waljama’ah dan prinsip mereka, sebagaimana yang telah disebutkan,
sedangkan ini hanyalah merupakan mazhab murji’ah.
Keempat : Merubah maksud
perkataan Allamah yang mulia: syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh
rahimahullah Ta’ala dalam risalahnya yang berjudul “Tahkiim al-qawaaniin
al-wadh’iyyah”. Dimana penyusun buku tersebut menyatakan bahwa Syaikh
mensyaratkan penghalalan dalam hatinya, padahal ucapan Syaikh sangat
jelas seperti jelasnya matahari dalam risalah tersebut diatas aqidah
ahlus sunnah wal-jama’ah.
Kelima : Memberi komentar
terhadap ucapan para ulama yang dia sebutkan dengan membawa ucapan
mereka kepada sesuatu yang bukan maknanya,seperti yang terdapat di
halaman: 108, foot note:1, hal:109 foot note:21, hal:110 foot note:2.
Keenam : Sebagaimana
didalam kitab ini juga menampakan sikap meremehkan permasalahan berhukum
dengan selain apa yang diturunkan Allah, khususnya pada halaman: 5 foot
note:1, dengan alasan bahwa perhatian untuk memurnikan tauhid dalam
permasalahan ini menyerupai Syi’ah Rafidhah, dan ini merupakan kesalahan
fatal.
Ketujuh : Menelaah risalah yang kedua dengan judul “Shaihatu nadziir”,
maka ditemukan bahwa kitab ini bersandar kepada kitab yang telah
disebutkan, dan keadaan keduanya sebagaimana yang telah disebutkan.
Maka sesungguhnya Lajnah Daaimah melihat bahwa kedua kitab ini: tidak
boleh dicetak, tidak boleh disebarkan, dan tidak boleh diedarkan
disebabkan karena pada keduanya terdapat kebatilan dan perubahan makna,
dan kami menasehati penulis kedua kitab tersebut untuk bertaqwa kepada
Allah pada dirinya dan pada kaum muslimin, terkhusus para pemuda mereka,
dan hendaknya bersungguh- sungguh dalam memperoleh ilmu syar’I melalui
tangan para ulama yang dipercaya ilmunya dan baik aqidahnya. Sebab ilmu
merupakan amanah dan tidak boleh disebarkan kecuali yang sesuai dengan
al-kitab dan as-sunnah.
Hendaknya dia meninggalkan berbagai
pemikiran ini dan cara-cara penipuan dalam merubah makna ucapan para
ulama, sebagaimana yang diketahui bahwa kembali kepada kebenaran
merupakan keutamaan dan kemuliaan bagi seorang muslim. Semoga Allah
memberi taufik.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين .
Lajnah Daaimah untuk pembahasan ilmiah dan fatwa
Pimpinan:Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Alus Syaikh
Anggota:Saleh bin Fauzan Al-Fauzan
Anggota:Bakr bin Abdillah Abu Zaid
Anggota:Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar