Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Minggu, 02 September 2012

Kasyfu Shubuhat fitTauhid


Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, tauhid adalah mengesakan Allah
subhanahu wa ta'ala dalam beribadah. Tauhid adalah agama para rasul yang
karenanya mereka diutus ke segenap hamba-Nya1. Rasul yang pertama adalah
Nuh 'alaihis salam2. Allah mengutus Nuh kepada kaumnya tatkala mereka

berlebih-lebihan kepada orang-orang shaleh mereka seperti: Wadd, Suwa', Ya'uq,
Yaghuts, Nasr.
Adapun rasul terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaulah
yang menghancurkan patung-patung orang-orang shaleh tersebut3. Allah
mengutusnya kepada kaum yang sudah terbiasa beribadah, menunaikan haji,
bersedekah, serta banyak berdzikir kepada Allah, tetapi mereka menjadikan
sebagian makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Mereka
berdalih, kami ingin agar mereka lebih mendekatkan kami kepada Allah, kami
ingin syafa'at mereka di sisi Allah. Sedang para perantara itu terdiri dari para
malaikat, Isa bin Maryam dan orang-orang shaleh lainnya.
Maka Allah mengutus kepada mereka Muhammad shallallahu wa'alaihi wa sallam
agar memperbaharui agama bapak mereka, Ibrahim 'alaihis salam, serta
mengkhabarkan bahwa taqarrub dan keyakinan itu hanya hak Allah semata.
Keduanya tidak patut diberikan kepada yang lain, meskipun sedikit, baik kepada
malaikat, nabi yang diutus, apa lagi kepada selain mereka. Jika tidak, maka
sesungguhnya orang-orang musyrik pun mengakui dan bersaksi bahwasanya
Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Pemberi rizki, tiada sekutu bagi-Nya. Tidak
ada yang memberi rizki kecuali Dia, tidak ada yang menghidupkan dan
mematikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mengurusi segala perkara kecuali Dia.
Mereka (musyrikin) juga mengakui dan bersaksi bahwa seluruh langit yang tujuh
berikut isinya dan segenap bumi berikut isinya adalah hamba-hamba-Nya serta
berada di bawah aturan dan kekuasaan-Nya.
1 Yang dimaksud disini adalah tauhid uluhiyah, Allah berfirman [artinya]:"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: bahwa tidak ada illah melainkan Aku, maka sembahlah Aku" (Al-
Anbiya:25)
2 Dalam Shahih Bukhari disebutkan tentang hadits syafa'at:"...Datanglah kalian kepada Nuh, Rasul pertama yang diutus
oleh Allah..."
3 Yakni Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam menghancurkan patung-patung ketika Yaumul-Fath, membersihkan
patung dan gambar di Ka'bah
Jka Anda menginginkan dalil bahwa orang-orang musyrik yang diperangi
Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam itu bersaksi demikian, maka bacalah
firman Allah
"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa
yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang
mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala
urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu
tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)
Allah juga berfirman [artinya]: "Katakanlah:'Kepunyaan siapa bumi ini dan semua
yang ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka menjawab: 'Kepunyaan Allah'.
Katakanlah: 'Maka apakah kamu tidak ingat?' Katakanlah:'Siapa yang mempunyai
langit yang 7 dan yang mempunyai 'Arsy yang besar?' Mereka menjawab:
'Kepunyaan Allah'. Katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa?' Katakanlah:'Siapa
yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari [adzab] Nya, jika kamu mengetahui?'
Mereka akan menjawab:'Kepunyaan Allah'. Katakanlah: '[Kalau demikian], maka
dari jalan mana kamu ditipu?" (Al-Mu'minun:84-89)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain.
Walaupun orang-orang musyrik mengakui hal tersebut (tauhid rububiyah), tetapi
tidak menjadikan mereka sebagai ahli tauhid, yang tauhid [uluhiyah] inilah yang
merupakan tujuan dakwah Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam kepada
mereka. Dan tauhid yang mereka ingkari itu adalah tauhid ibadah (disebut juga
uluhiyah) yang oleh orang-orang musyrik pada zaman kita mereka namakan
sebagai "al-i'tiqad".
Seperti mereka berdo'a kepada Allah sepanjang siang dan malam, kemudian
diantara mereka ada yang berdo'a kepada para malaikat karena kesalehan dan
kedekatannya dengan Allah sehingga bisa memberi syafa'at kepada mereka.
Atau ada juga yang berdo'a kepada orang-orang shaleh, Latta misalnya atau nabi
seperti Nabi 'Isa. Dan Anda tahu bahwasanya Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa
sallam memerangi mereka karena jenis kemusyrikan ini dan menyeru agar
mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata, sebagaimana firman Allah
ta'ala:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, maka janganlah
kamu menyembah seorangpun di dalamnya disamping [menyembah] Allah" (Al-
Jin:18)
"Hanya bagi Allah lah [hak mengabulkan] do'a yang benar. Dan berhala-berhala
yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi
mereka..." (Ar-Ra'd:14)
Dan terbukti bahwa Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam memerangi
mereka, agar berdo'a itu disampaikan hanya kepada Allah semata, agar setiap
penyembelihan hanya kerena Allah, setiap nadzar karena Allah, istighotsah (minta
pertolongan) hanya kepada Allah dan semua bentuk peribadahan ditujukan hanya
kepada Allah semata.
Anda tahu bahwa pengakuan mereka terhadap tauhid rububiyah saja tidak dapat
memasukkan mereka kepada Islam, dan bahwa tujuan do'a mereka kepada para
malaikat, nabi atau para wali agar mendapatkan syafa'at dan taqarrub
(kedekatan) kepada Allah. Akan tetapi hal itu justru membuat halal darah dan
harta mereka (kufur).
Jika Anda telah mengetahui semua itu, maka Anda telah mengetahui tauhid yang
diserukan oleh para rasul, dan tauhid yang diingkari oleh orang-orang musyrik.
Tauhid yang dimaksud itulah makna dari kalimat "laa ilaaha illallah"
Adapun pengertian "illah" bagi orang-orang musyrik itu, yang di mana mereka
meminta berbagai hal, baik berupa malaikat, nabi, wali, pohon, kuburan, atau jin;
mereka tidak memaksudkan "illah" disini sebagai yang menciptakan, memberi
rizki dan yang mengatur, sebab mereka mengetahui bahwa hal itu hanya hak
Allah semata, sebagaimana yang telah saya kemukakan dimuka. Tetapi yang
mereka maksud dengan "illah" adalah sebagaimana yang dimaksud oleh orangorang
musyrik di zaman kita dengan lafadz sayyid.
Lalu Nabi Muhammad shallallahu wa'alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk
mengajak mereka kepada kalimat tauhid, yaitu "Laa Ilaha Illallah"(tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah). Dan yang dimaksudkan dengan kalimat ini
adalah makna hakikinya, bukan sekedar lafadznya.
Orang-orang kafir yang bodohpun mengerti, yang dimaksud Nabi shallallahu
wa'alaihi wa sallam dengan kalimat itu adalah mengesakan Allah dengan selalu
bergantung kepada-Nya, serta mengingkari dan berlepas diri dari segala sesuatu
yang disembah selain Allah.
Maka ketika Nabi shallallahu wa'alaihi wa sallam memerintahkan,
ucapkanlah:"Laa Ilaha Illallah" (tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah),
orang musyrik malah menjawab:
"Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu sesembahan yang satu
saja? sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang mengherankan "(Shad:5)
Jika Anda telah mengatahui bahwa orang-orang kafir yang bodohpun memahami
hal itu, maka sangat mengherankan jika ada orang yang mengaku muslim, tetapi
tidak mengetahui tafsir dari kalimat [Laa Ilaha Illallah] yang diketahui oleh orangorang
kafir yang bodoh itu. Bahkan dia mengira bahwa kalimat [Laa Ilaha Illallah]
cukup diucapkan saja huruf-hurufnya saja tanpa meyakini sesuatupun dari
maknanya. Sedangkan orang intelektual dari mereka mengira bahwa makna Laa
Ilaha Illallah yaitu:tidak ada yang menciptakan, memberi rizki dan mengatur
segala urusan kecuali Allah. Karena itu, tidak ada kebaikan sama sekali
[pengetahuan] seseorang yang orang-orang kafir lebih mengetahui daripadanya
tentang makna Laa Ilaha Illallah.
Jika Anda memahami apa yang saya uraikan dengan pemahaman yang
sesungguhnya, dan Anda juga mengetahui jenis syirik yang dinyatakan Allah
dalam firman-Nya:
 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakinya” (An-Nisaa’:48)
Dan jika Anda telah mengetahui agama yang dengannya Allah mengutus para
rasul dari sejak awal hingga paling akhir, yang Allah tidak menerima agama selain
daripadanya. Dan Anda juga mengetahui pula kebodohan yang menimpa sebagian
besar manusia terhadap masalah ini, niscaya Anda akan mendapatkan 2
pelajaran:
I. Merasa senang dengan karunia Allah dan rahmat Allah, sebagaimana firman-
Nya:
"Katakanlah:'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan" (Yunus:58)
II. mempunyai rasa takut yang besar. Karena, jika Anda mengetahui bahwa
seseorang bisa kafir lantaran kata-kata yang diucapkannya, bahkan terkadang
kata-kata itu ia ucapkan sementara ia tahu bahwa kata-kata itu bisa membuatnya
kafir, tetapi ketidaktahuannya tidaklah dapat diterima sebagai alasan. Terkadang
pula ia mengucapkan kata-kata-itu seraya mengiranya dapat mendekatkan dirinya
kepada Allah, sebagaimana yang dikira oleh orang-orang musyrik; khususnya jika
Allah memberi ilham kepada Anda tentang kisah kaum nabi Musa Alaihi Salam,
padahal mereka itu orang-orang shaleh dan berpengetahuan, mereka datang
kepada Musa Alaihi Salam sambil mengatakan:
“Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai
beberapa tuhan (berhala).”(Al-A’raf:138).
Maka hal-hal itu akan memperbesar rasa takut Anda, sekaligus Anda akan
berusaha sekeras mungkin agar terbebas dari berbagai hal tersebut dan yang
sejenisnya.
. 6
Dan ketahuilah, Allah Subhanahu WaTa’ala, karena hikmah-Nya tidak mengutus
seorang nabi pun dengan membawa tauhid ini kecuali Dia menjadikan beberapa
musuh untuknya, sebagaiman firman-Nya:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikan kepada
sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia agar tidak
beriman kepada nabi).”(Al-An’am:112).
Terkadang musuh-musuh tauhid itu banyak memiliki ilmu, macam-macam
pustaka dan berbagai argumentasi, sebagaimana disebutkan Allah Ta’ala dalam
Firman-Nya:
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka
dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan (ilmu)
pengetahuan yang ada mereka.”(Al-Mu’min:83).
Jika Anda telah mengetahui hal-hal di atas juga telah mengetahui bahwa jalan
kepada Allah itu pasti ditentang oleh musuh, baik dari kalangan ahli orasi, kaum
intelektual maupun mereka yang pandai adu argumentasi. Oleh karena itu, Anda
wajib memahami agama Allah, sehingga mengerti apa yang mesti Anda jadikan
senjata dalam memerangi setan-setan tersebut, yang mana pemimpin dan tokoh
mereka (iblis) telah berikrar di hadapan Tuhan:
“Saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang
lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang
mereka, dari kanan dan kiri mereka ...”(Al-A’raf:16-17)
Namun, jika Anda takut menghadap menuju Allah, lalu Anda mendengarkan
secara seksama hujjah-hujjah Allah dan berbagai keterangan-Nya, maka Anda
jangan merasa takut atau sedih, sebab:
. 7
“Sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah.”(An-Nisa’:76).
Seorang awam dari ahli tauhid bisa mengalahkan seribu intelektualnya orang
musyrik, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan sesungguhnya tentara Kami (rasul beserta para pengikutnya) itulah yang pasti
menang.”(Ash-shaffat:173).
Para tentara Allah itu pasti menang dengan hujjah dan lisan, sebagaimana mereka
menang dengan pedang dan tombak. Hanya saja, yang ditakutkan seorang
muwahhid (yang mengesakan Allah) menapaki jalan tanpa bekal senjata. Padahal
Allah telah mengaruniai kita dengan kitab suci-Nya untuk menjelaskan sesuatu,
sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin.
Oleh karena itu, pembawa kebatilan tidak akan dapat mendatangkan hujjah
kecuali di dalam Al-Qur'an telah tercantum jawaban yang membatalkannya dan
menjelaskan kebatilannya, sebagaiman firman-Nya:
“Tidaklah orang kafir itu datang kepada kamu (membawa) sesuatu yang ganjil
melainkan Kami datang kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya.”(Al-Furqan:33).
Sebagian ahli tafsir mengatakan: ”Ayat ini bersifat umum, yakni dalam setiap
hujjah yang disampaikan oleh para ahli kebatilan sampi hari kiamat.”4
Saya akan sebutkan kepada Anda beberapa hal yang telah disebutkan Allah dalam
kitab-Nya sebagai jawaban atas apa yang dijadikan hujjah kaum musyrikan
kepada kita pada zaman ini. Kami katakan : Menjawab orang-orang musyrik itu
ada dua metode, secara mujmal (global) dan secara mufashshal (rinci).
4 Saya nasehatkan agar membaca kitab “Tahkiimun Naazhir bimaa jaraa minal Ikhtilaaf baina Ummati Abil Qaasim
Shallallahu Alaihi wa Sallam”, karya Shalih bin Ahmad. Kitab ini sangat penting untuk memangkas hujjah-hujjah para
ahli kebatilan dari kalangan yang suka bertaklid buta dalam persoalan aqidah dan hukum. Kitab ini diterbitkan oleh
Universitas Islam, Madinah Munawwarah.
. 8
Adapun jawaban secara mujmal, merupakan perkara agung dan bermanfaat besar
sekali bagi orang-orang yang mau memikirkannya. Yaitu firman Allah Ta’ala:
“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.”(Ali Imran:7).
Dan dalam hadits shahih, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
“Jika kalian melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat
daripadanya, maka mereka itulah orang-orang yang disebut Allah (dengan sebutan
“dalam hatinya condong kepada kesesatan”), Oleh karena itu, waspadalah
terhadap mereka.”5
Sebagai contoh, apabila ada orang musyrik mengatkan : Allah berfirman:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran kepada
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”(Yunus:62).
Atau berdalil bahwa syafaat itu adalah benar adanya dan bahwa para nabi itu
mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah, atau menyebut suatu ucapan Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam yang ia gunakan sebagai dalil bagi
kebathilannya, sedangkan ia tidak memahami makna ucapan yang ia sebutkan
itu, maka hendaklah Anda menjawab:
5 diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, (Fathul Bari 8/57 no. 4547); Muslim no. 2127 dari Aisyah
Radhiyallahu 'anha, Mukhtashar Al Mundziri; Shahih Sunan Tirmidzi (2932) dari Aisyah.
. 9
Sesungghuhnya Allah telah menyebutkan dalam kitab-Nya Al-Qur'an bahwa
seseorang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan itu meninggalkan ayatayat
muhkamat dan mengikuti ayat-ayat mutasyabihat. Dan apa yang saya
ungkapkan kepada Anda bahwa Allah menyatakan, orang-orang musyrikin itu
mengakui rububiyah Allah, dan bahwa kekufuran mereka itu disebabkan oleh
ketergantungan mereka terhadap malaikat, nabi, dan para wali, dengan ucapan
mereka:
“Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.”(Yunus:18).
Hal ini adalah perkara yang muhkam (terang dan mudah dipahami), lagi jelas, tak
seorangpun yang kuasa mengubah maknanya. Sedang apa yang Anda sebutkan
kepada kami, wahai orang-orang musyrik, baik dari Allah maupun dari As-Sunnah
yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam maka kami taidak
mengetahui maknanya. Tetapi kami bisa memastikan, bahwa firman-firman Allah
itu tidak akan saling bertentangan, dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam tidak ada yang bertentangan dengan firman Allah Azza wa Jalla. Ini
adalah jawaban yang baik dan benar .6
Tetapi hal itu tidak akan dipahami kecuali oleh orang-orang yang diberi taufik oleh
Allah, maka Anda jangan meremehkannya, karena Allah berfirman :
“Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan kepada orang-orang yang sabar
dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan besar.”(Fushshilat:35).
Adapun jawaban mufashshal (rinci) yaitu bahwasanya musuh-musuh Allah tidak
memiliki banyak cara untuk menolak agama para rasul yang dengannya mereka
menghalang-halangi manusia dari agama. Di antaranya mereka mengatakan :
Kami tidak menyekutukan Allah, bahkan kami bersaksi tidak ada yang
menciptakan, memberi rizki dan memberi manfaat atau madharat keculai Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu
6 Sebab para ahli kebenaran memahami Allah dan As-Sunnah berdasarkan pehaman para salaf yang terdiri dari para
shahabat dan para tabi’in, karena itulah pemahaman mereka-dengan izin Allah-tidak sesat.
. 10
alaihi Wasallam tidak bisa memberikan manfaat atau menimpakan bahaya,7
apatah lagi Syaikh Abdul Qadir 8 atau lainnya. Tetapi kami adalah orang-orang
berdosa, sedangkan orang-orang shaleh itu memiliki kedudukan dan kemulian di
sisi Allah , karena itu kami meminta kepada Allah melalui mereka9.”
Untuk menjawabnya adalah seperti yang dikemukakan di muka, yaitu
bahwasanya orang-orang yang diperangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
mereka itu juga mengakui dengan apa yang Anda sebutkan, mereka juga
mengakui bahwa patung-patung yang mereka sembah itu tidak bisa mengatur
suatu apapun, tetapi mereka inginkan dari patung-patung itu (yang biasanya
merupakan simbol orang-orang shaleh) kedudukan dan syafa’at di sisi Allah.
Kemudian bacakanlah dalil-dalil yg sudah disebutkan dan diterangkan Allah
dalam Kitabnya.10
Jika dia mengatakan : Ayat-ayat (yang Anda sebutkan ) itu adalah ditujukan
untuk para penyembah patung-patung, bagaimana Anda menyamakan orangorang
shaleh itu dengan patung-patung? Atau bagaimana Anda menjadikan para
nabi itu seperti patung-patung?
Jawabannya adalah seperti di muka. Jika dia mengakui bahwa orang-orang kafir
itu bersaksi bahwa seluruh rububiyah adalah milik Allah, dan bahwa mereka itu
tidak menghendaki terhadap apa yang mereka tuju dari sesembahan itu selain
syafaat. Namun, jika dia masih bersikeras membedakan antara perbuatan orangorang
kafir itu dengan perbuatan dirinya, maka katakanlah bahwa di antara
orang-orang kafir itu ada yang berdoa kepada patung-patung, ada pula yang
berdoa kepada para wali, sebagaimana difirmankan Allah:
7 Berdasarkan firman Allah Ta’ala , artinya;”Katakanlah (hai Muhammad ):’Aku tidak berkuasa memberi kemanfaatan
bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang
ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan di timpa kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah pemberi peringatan, dan pemberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.”(Al-A’raf:188).
Dan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam kepada keluarga dan kaumnya:”Aku tidak berguna sama sekali bagi
kalian di sisi Allah.”
Dan sabda beliau kepada Fatimah:”Wahai Fatimah binti Muhammad Shallallhu Alaihi Wasallam, mintalah padaku apa
saja yang kau kehendaki dari hartaku, (tetapi) aku tidak berguna sama sekali bagimu di sisi Allah.”(Fathul Bari, 8/360,
hal 3771 dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu).
8 Beliau adalah Syaikh Imam Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Al-Jailani, seorang ahli zuhud terkenal. Beliau
memilik banyak karamah , ilmu dan ma’rifat, syaikh dalam madzab Hambali. Beliau berkelana ke Baghdad saat usia
masih belia. Dan sana ia belajar hadits kepada Al Baqillani, Ja’far As Siraj dan Abu Bakar bin Suus, kemudian belajar
adab (sastra) kepada Abu Zakaria At Tirmidzi dan lainnya.
9 Maksudnya menjadikan mereka sebagai perantara, yakni perantara antara dirinya dengan Allah Yang Maha Dekat lagi
Maha mengabulkan. Dan inilah yang dilakukan oleh para pemuja orang-orang mati. Hal tersebut adalah suatu kekufuran
berdasarkan ijma’ ulama. (Ibnu Mani’).
10 Yakni ayat-ayat yang menunjukkan bahwa para penyembah patung-patung itu mengakui apa yang disebutkan Allah
(tentang rububiyah Allah, pent.), tetapi meski demkian Allah mengkafirkan mereka, membatilkan agama yang mereka
anut, dan memerintahkan Rasul-Nya agar memerangi mereka.
. 11
“Orang-orang yang mereka serub itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan
mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah)”(Al-Isra:57).
Ada pula yang menyeru kepada Isa bin Maryam dan ibunya, padahal Allah Ta’ala
telah berfirman:
“Al- Masih (Isa) putera Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya
telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar,
keduanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan
kepada mereka (ahli kitab) tanda-tAnda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah
bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). Katakanlah:
‘Mengapa kamu menyembah selain dari pada Allah, sesuatu yang tidak bisa
memberi madharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?’ Dan Allahlah
Yang Mah Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Maidah:75-76).
Kemudian disebutkan pula firman Allah :
“Dan (ingatlah) hari (yang diwaktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya
kemudian Allah berfirman kepada malaikat: ‘Apakah mereka ini dahulu menyembah
kamu?’ Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau, Engkaulah pelindung
. 12
kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin ; kebanyakan mereka
beriman kepada jin itu.”(Saba’:40-41).
“Dan (ingatlah), ketika Allah berfirman” ‘Hai Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia : ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain
Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau , tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya tentulah
Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan
aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Maha
Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.”(Al-Maidah:116).
Lalu katakanlah padanya : Bukanlah (dengan ayat-ayat di atas) Anda mengetahui
bahwa Allah mengkafirkan orang-orang yang menyembah berhala, juga
mengkafirkan pula orang-orang yang berdoa kepada orang-orang shaleh dan
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerangi mereka?
Jika mereka berkata: Orang-orang kafir itu mengharapkan dari yang mereka
sembah (orang-orang shaleh), sedangkan saya bersaksi bahwasanya Allah adalah
Dzat yang memberi manfaat dan menimpakan madharat, Dialah yang mengatur
segala sesuatu. Karena itu saya tidak mengharapkan kecuali daripada-Nya.
Adapun orang-orang shaleh maka mereka tidak memiliki apapun, hanya saja saya
tujukan doa itu kepada mereka dengan harapan agar mereka memberi syafaat
bagiku di sisi Allah.
Jawaban argumentasi ini: Bahwasanya seperti itu adalah sama saja dengan
ucapan orang-orang kafir. Bacakanlah kepadanya firman Allah :
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ‘Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.”(Az-Zumar:3).
. 13
Dan firman Allah:
“Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.”(Yunus:18).
Ketahuilah, ketiga syubhat tersebut 11 adalah syubhat yang paling besar yang ada
pada mereka.
Jika Anda mengetahui bahwa Allah telah menjelaskan semuanya itu di dalam Al-
Qur'an dan Anda telah memahaminya dengan baik maka berbagai syubhat selain
itu adalah lebih mudah dan lebih ringan. Kalaupun dia berkata: Saya tidak pernah
menyembah kecuali Allah. Demikian pula berlindung dan berdoa kepada mereka
bukanlah ibadah. Maka katakanlah: Anda mengakui bahwa Allah mewajibkan
kepadamu pemurnian ibadah hanya untuk-Nya, dan itu merupakan hak-Nya
atasmu. Jika dia tidak mengetahui hakekat ibadah dan macam-macamnya maka
jelaslah dengan mengutip firman Allah:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”(Al-
A’raf:55).
Jika ayat-ayat di atas telah Anda beritahukan kepadanya maka katakanlah :
Bukankah Anda mengerti bahwa berdoa merupakan ibadah, kepada Allah? Ia
tentu akan menjawab, “ya”. Dan doa adalah otak (inti) ibadah.12 Lalu katakanlah :
jika Anda mengakui bahwa berdoa adalah ibadah, sehingga Andapun berdoa
kepada Allah sepanjang siang dan malam dengan penuh harap dan cemas, tetapi
pada keperluan (permohonan) yang sama Anda juga berdoa kepada nabi atau
selainnya, bukankah dengan begitu Anda telah menyekutukan Allah dengan
selain-Nya dalam beribadah kepada-Nya? Ia mesti mengatakan, “ya”. Lalu
katakanlah : jika Anda mengamalkan firman Allah:
11 Pertama , ucapan mereka: kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun; kedua, ucapan mereka bahwa ayatayat
tersebut diturunkan dan ditujukan untuk orang-orang yang menyembah berhala; ketiga, orang-orang kafir
mengharapkan dari mereka (tidak sekedar sebagai pemberi syafaat). (Ibnu Mani’).
12 Berdasarkan hadits Anas dalam Sunan Tirmidzi (9/310, At-Tuhfah) dengan sanad dhaif, di dalamnya terdapat Ibnu
Lahi’ah dan dia adalah orang yang jelek hafalannya. Lihatlah takhrij Al-Misykaat(no. 2331) dan Dha’iiful Jami’ (no.
3003)oleh Syaikh Al-Albani.
Adapun hadits senada yang shahih adalah hadits Anda Nu’man bin Basyir Radhiyallahu 'anhuma dengan lafaz: “ Doa itu
adalah ibadah”
Dikeluarkan oleh Tirmidzi (9/311,At-Tuhfah) bab (no. 2370) Shahih Tirmidzi, (no. 2590) bab tafsir, (no. 2685) bab Maa
Jaa’a fi Fadhlid Du’Allah, Shahih Ibjnu Majah (no. 3086) bab Fadhlud Du’Allah, dan dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-
Mustadrak (1/491) dengan menyatakannya shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
. 14
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah kurban.”(Al-Kautsar:2).
Sehingga Anda mentaati Allah dan berkurban untuk-Nya, bukankah ini ibadah? Ia
pasti menjawab, “ya”. Maka katakalah jika Anda berkurban untuk makhluk, nabi,
jin atau lainnya, bukankah dengan demikian Allah telah menyekutukan Allah
dalam beribadah kepada-Nya? Ia pasti mengakui dan menjawab : “ya”. Lalu
katakanlah pula : Orang-orang musyrik yang Al-Qur'an turun berbicara tentang
mereka, apakah mereka menyembah malaikat, orang-orang shaleh, Latta dan
selainnya? Ia mesti menjawab, “ya”. Lantas katakanlah: Bukanlah ibadah orangorang
musyrik kepada mereka itu kecuali dalam bentuk doa (permohonan),
kurban (penyembelihan) dan berlindung kepada mereka serta sejenisnya? Jika
tidak, maka orang-orang musyrik itu mengakui bahwa Allahlah yang mengatur
segala urusan . namun, doa dan perlindungan mereka kepada [para malaikat, jin,
orang-orang shaleh dan sejenisnya itu hanyalah karena mereka (yang diminta) itu
memiliki kedudukan dan syafaat. Ini jelas sekali.
Jika dia berkata: Apakah mereka mengingkari syafaat Rasulullah Shallallahu
alaihi Wasallam dan berlepas diri daripadanya? Maka jawablah: tidak, saya tidak
mengingkarinya, juga saya tidak berlepas diri daripadanya, bahkan saya meyakini,
beliau adalah Asy-Syaafi’ (yang memberi syafaat) dan Al-Musyaaffa’ (yang
diperkenankan syafaatnya)13 dan saya sangat mengharapkan syafaat beliau , tetapi
syafaat itu semuanya kepunyaan Allah semata, sebagaimana firman Allah:
“Katakanlah: ‘Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.”(Az-Zumar:44).
“Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin-Nya?”(Al-
Baqarah:255).
13 Berdasarkan hadits Anas Radhiyallahu'anhu :Saya adalah orang yang pertama kali memberi syafaat dan
diperkenankannya syafaatnya.” (Hadits shahih dengan berbagai bukti pendukungnya, lihatlah Zhilalul Jannah fi
Takhriijis Sunnah, no. 792, oleh syaik Al-Albani. Dan syaik Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I telah mengumpulkan hadits-hadits
semacam ini dalam kitab Asy-Syafa’Al-Hadits, cet. Daar Thaibah, Riyadh).
. 15
Juga beliau tidak dapat memberi syafaat kepada seorangpun kecuali Allah telah
mengizinkan untuk memberi syafaat kepada orang itu. Allah berfirman:
“Dan mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai
Allah.”(Al-Anbiya:28).
Sedangkan Allah sendiri hanya ridha kepada tauhid, seperti yang di firmankan-
Nya:
“Siapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya.”(Ali Imran:85).
Jadi, jika syafaat itu semuanya milik Allah dan tidak akan diberikan kecuali
setelah mendapatkan izin-Nya, dan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam serta orang lain tidak akan memberi syafaat kepada seseorang kecuali
setelah Allah mengizinkan kepadanya, serta bahwa Allah tidak memberi izin
kecuali bagi ahli tauhid; jelaslah bagi Anda bahwa syafaat itu semuanya adalah
milik Allah Ta’ala , maka saya pun memohon dari-Nya dengan berdoa:
“Ya Allah janganlah Engkau haramkan atasku syafaatnya (Muhammad), ya Allah
perkenankanlah syafaatnya bagi diriku.”
Dan doa-doa yang sejenis.
Jika dia berkata: Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam diberi hak syafaat,
dan saya memohon kepada beliau apa yang telah diberikan Allah kepadanya.
Maka jawablah: Allah memberi syafaat dan Allah melarangmu memohon
langsung kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam dengan firman-Nya
:
. 16
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah, maka janganlah kamu
berdoa kepada seorangpun di samping (berdoa kepada) Allah.”(Al-Jin:18).
Jika Anda berdoa kepada Allah agar memperkenankan syafaat Nabi untuk Anda,
maka taatilah firman Allah :
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah, maka janganlah kamun
berdoa kepada seorangpun di samping (berdoa kepada) Allah.”(Al-Jin:18).
Hak syafaat itu juga diberikan kepada selain Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam. Maka benar, bahwa para malaikat akan memberi syafaat, al afrath 14
(anak-anak kecil) akan memberi syafaat, juga para wali akan memberi syafaat 15.
Lalu apakah dengan demikian Anda akan berkata: jika Allah memberi hak syafaat
kepada mereka maka saya akan meminta syafaat kepada mereka? Jika ini yang
Anda katakan berarti Anda kembali melakukan penyembahan kepada orang-orang
shaleh, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Kitab Suci-Nya. Dan jika Anda
katakan,”tidak” berarti batalah ucapan Anda terdahulu, “Allah memberinya (Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam) hak syafaat maka kepada beliau sebagian
dari apa yang diberikan Allah itu padanya.”
Jika dia berkata: Saya sama sekali tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.
Sakali-kali tidak! Namun berlindung kepada orang-orang shaleh bukanlah
termasuk syirik. Maka jawablah: jika Anda mengakui bahwa Allah mengharamkan
syirik melebihi pengharaman zina dan Anda pun mengakui bahwa Allah tidak
akan mengampuninya, maka soal apakah yang diharamkan Allah itu serta yang
disebut-sebut tidak akan diampuni-Nya? Pasti dia tidak akan tahu. Maka
katakanlah: Bagaimana Anda akan membersihkan diri Anda dari syirik sementara
Anda sendiri tidak mengetahui apa itu syirik? Bagaimana Allah akan
mengaharamkan sesuatu kepada Anda dan Dia menyebutkan bahwa sesuatu itu
14 Al-Afrath maksudnya adalah anak-anak kecil. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu'anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang muslim dari golongan manusia yang kematian tiga anaknya yang belum sampai baligh kecuali Allah
memasukannya ke dalam surga karena rahmat-Nya kepada mereka.”(Riwayat Al Bukhari, 3/142 no. 1248, Fathul Bari)
15 Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan secara marfu’, Nabi bersabda:”Allah
Ta’ala berfirman : Para malaikat telah memberikan syafaat , juga para nabi dan orang-orang mu’min telah memberi
syafaat. Tiada lagi setelah itu kecuali Tuhan yang Maha Pengasih, maka Dia menggenggam satu genggaman dari Neraka,
lalu Dia keluarkan darinya suatu kaum yang belum pernah berbuat suatu kebaikan apapun.” (Hadits riwayat Muslim,
1/115-116; Ahmad, 3/94. lihatlah Al-Aqidah Ath-Thahaawiyah, takhrij Syaikh Al-Albani, hal. 120 260 dan Hukmi
Taarikish Shalat, oleh Al-Albani).
. 17
tidak akan diampuni-Nya, lalu Anda tidak mau menanyakan dan tidak mau tahu
tentangnya? Apakah Anda mengira bahwa Allah mengharamkan sesuatu dan tidak
menjelaskannya kepada kita?
Jika dia mengatakan: Syirik adalah penyembahan kepada berhala, sedang kami
tidak menyembah berhala itu. Maka jawablah: apa makna menyembah berhala?16
Apakah Anda mengira mereka mempercayai bahwa kayu-kayu dan batu itu yang
mencipatakan, memberi rizki dan yang mengatur segala urusan orang-orang yang
memujanya? Hal itu sungguh didustakan Al-Qur'an itu sendiri.17 Jika dia berkata:
menyembah berhala maksudnya adalah memuja kayu, batu, atau bangunan pada
kuburan atau sejenisnya, dimana para pemujanya memohon juga
mempersembahkan sembelihan untuk sesembahannya seraya orang-orang itu
mengatakan (meyakini) sesembahan mereka itu bisa lebih mendekatkan diri
mereka kepada Allah dan bahwa Allah akan menolak bahaya dari mereka karena
berkah dari sesmbahan yang mereka puja atau memberikan mereka sesuatu
karena berkah sesembahan itu pula. Maka katakanlah: Anda benar! Dan itulah
perbuatan Anda terhadap batu-batu bangunan-bangunan yang di atas kuburan
atau lainnya. Ia juga mengakui bahwa perbuatan mereka sebagai penyembahan
terhadap berhala-berhala, dan itulah yang dimaksud.
Juga hendaknya dikatakan kepadanya: Ucapan Anda bahwa syirik adalah
menyembah berhala ; Apakah yang dimaksud itu berarti bahwa syirik hanya
khusus pada masalah tersebut? Dan bahwa bergantung kepada orang-orang
shaleh serta meminta kepada mereka tidak masuk di dalamnya? Jika demikian,
berarti ia menolak apa yang disebutkan Allah dalam kitab suci-Nya, tentang
kekafiran orang-orang yang bergantung kepada malaikat, Isa atau kepada orangorang
shaleh. Orang itu mesti mengakui di hadapan Anda bahwa siapa yang
menyekutukan dalam Ibadah kepada Allah dengan seseorang dari kalangan orangorang
shaleh maka hal ini termasuk syirik yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan
itulah yang dimaksud.
Rahasia persoalan ini adalah jika dia mengatakan: Saya tidak melakukan syirik
kepada Allah. Maka tanyakan padanya: Apa sebenarnya syirik kepada Allah itu?
16 Makna menyembah berhala yaitu mengambil berhal-berhala sebagai wasithah) perantara. Yakni penyembahan berhala
itu berusaha mendekatkan diri kepadanya dengan sesuatu yang dianggapnya dapat mendekatkan diri kepada Allah .
seperti dengan melakukan penyembelihan kurban untuk berhala-berhala itu, bernazar dan berdoa kepadanya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik yang menyembah orang-orang mati.(Ibnu Mani’).
17 Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala :
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau sipakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan,dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yg mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan sipakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka menjawab
Allah.”(Yunus:31).
. 18
tolong jelaskan! Jika dia menjawab: Syirik yaitu penyembahan berhala, maka
tanyakanlah: Apa makna penyembahan berhala itu? Jelaskan! Jika dia menjawab:
Saya tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah semata, maka tanyakanlah:
Apa makna menyembah kepada Allah semata, jelaskan kepadaku! Jika dia
menjelaskan sebagaimana yang dijelaskan Al-Qur'an maka itulah yang dimaksud.
Tetapi jika dia tidak mengetahuinya, maka bagaimana mungkin ia mengakui
sesuatu sementara ia tidak mengetahuinya? Dan jika dia menjelaskan tidak sesuai
dengan maknanya maka Anda harus menjelaskan padanya ayat-ayat yang
menerangkan tentang makna syirik kepada Allah dan makna penyembahan
berhala. Dan tegaskan hal yang sama itulah yang dilakukan oleh orang-orang
pada zaman sekarang ini. Jelaskan pula bahwa “ibadah kepada Allah semata
dengan tidak menyekutukan-Nya” itulah yang membuat mereka ingkar kepada
kami dan berteriak sebagaimana kawan-kawan mereka (orang-orang jahilayah)
telah berteriak seraya mengatakan:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang mengherankan.”(Shad:5).
Jika dia berkata : sesungguhnya mereka itu tidak kafir karena mereka meminta
kepada para malaikat dan para nabi tetapi karena mereka mengatakan bahwa
para malaikat adalah anak-anak permpuan Allah. Sedangkan kami tidak
mengatakan : Abdul Qadir Jailani itu putera Allah atau lainnya. Maka jawabannya
adalah: Sesungguhnya pernyataan bahwa Allah mempunyai anak adalah suatu
jenids kekufuran tersendiri. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.”(Al-Ikhlas:1-2).
Al-Ahad (Esa) artinya yang tidak ada yang semisalnya, sedangkan Ash-Shamad
(tempat bergantung) maksudnya yang dituju untuk memenuhi berbagai
. 19
kebutuhan,18 barang siapa mengingkari hal ini maka dia telah kafir, meskipun dia
tidak mengingkari keberadaan surat itu. Dan Allah berfirman:
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak tidak ada tuhan (yang lain) beserta-
Nya.”(Al-Mukminun:91).
Karena itu, antara keduanya terdapat perbedaan jelas, sehingga Allah menjadikan
masing-masing sebagai suatu kekufuran yang berdiri sendiri. Allah Ta’ala
berfirman:
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal
Allah lah yang menciptakan jin itu dan mereka mendustakan (dengan mengatakan):
‘Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,’ tanpa (berdasar)
ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka
berikan.”(Al An’am:100).
Karenanya, dua jenis kekufuran itu amatlah berbeda.
Dalil lain dari masalah ini adalah bahwa orang-orang yang kafir karena memuja
Latta, padahal ia adalah seorang yang shaleh, mereka tidak menjadikannya
sebagai putera Allah; demikian juga dengan orang-orang yang kafir karena
menyembah jin itu sebagai putera Allah. Semua ulama dari empat madzab
menyebutkan dalam bab “Hukum orang Murtad” bahwa seorang muslim yang
mengira Allah memiliki anak maka dia telah murtad. Dan mereka membedakan
antara dua jenis kekufuraan tersebut. Ini sungguh jelas sekali.
Jika dia membawakan ayat:
18 Demikian seperti yang disebutkan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya dari Ibnu abbas (4/609). Liaht tafsirnya dalam
Fathul Bari (8/612), bab firman Allah (Allahush Shamad).
. 20
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(Yunus:62).
Maka katakanlah: Inilah yang benar, tetapi mereka itu tidak disembah. Padahal
kami tidak menyebutkan kecuali bahwa Allah dan mereka menjadikan para wali
itu sebagai sekutu Allah. Sementara wajib bagi Anda mencintai, mengikuti dan
mengakui karamah mereka. Dan sungguh tidak ada orang yang mengingkari
karamah para wali kecuali ahli bid’ah dan orang-orang sesat. Agama Allah adalah
pertengahan antara dua ujung, petunjuk antara dua kesesatan serta kebenaran
antara dua kebatilan.
Jika Anda sudah mengetahui bahwa hal yang dinamakan oleh orang-orang
musyrik pada zaman kami ini dengan sebutan “al-i’tiqaad” merupakan syirik yang
dimaksud dalam Al-Qur'an dan karenanya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
memerangi manusia, maka ketahuilah bahwa bentuk syirik orang-orang terdahulu
itu lebih ringan dari bentuk syirik orang-orang zaman kami ini. Dan itu karena
dua hal:
Pertama: orang-orang terdahulu tidak menyekutukan Allah serta tidak memohon
kepada para malaikat, wali dan patung-patung di samping menyembah dan
memohon Allah kecuali dalam keadaan senang. Adapun dalam keadaan kesulitan
maka mereka hanya memurnikan permohonan kepada Allah semata, seperti
ditegaskan dalam firman-Nya :
“Dan bila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru
kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling.
Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih (Al-Isra’ :67)
. 21
“Katakanlah: ’Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu atau
datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah, jika
kamu orang-orang yang benar! (tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka
Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia
menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan
(dengan Allah).”(Al-An’am:40-41).
“Dan bila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada
tuhannya dengan kembali pada-Nya, kemudian bila Tuhan memberikan ni’mat-Nya
kepadanya lupalah ia akan kemudharatan yang pernah ia berdoa (kepada Allah)
untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu
bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: ‘Bersenangsenanglah
dengan kekafiranmu itu sementara waktu. Sesungguhnya, kamu
termasuk penghuni Neraka.”(Az Zumar:8).
“Dan bila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah
dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama.”(Luqman:32).
Maka barang siapa yang sudah memahami masalah ini sebagaimana yang
dijelaskan Allah dalam Kitab Suci-Nya, yaitu bahwasanya orang-orang musyrik
yang diperangi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah orang-orang yang
. 22
berdoa (memohon) kepada Allah dan berdoa pula kepada selain Allah dalam
keadaan senang. Adapun dalam keadaan susah dan kesulitan maka mereka hanya
berdoa kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka melupakan
sayid-sayid mereka. Dari sini jelaslah perbedaan syirik orang-orang sekarang
dengan syirik orang-orang terdahulu. Namun, adakah orang yang hatinya
memahami masalah ini secara mendalam? Hanya Allah-lah tempat memohon
pertolongan.
Kedua: Orang-orang terdahulu, di samping menyeru kepada Allah mereka juga
kepada orang-orang yang dekat dengan Allah, baik para nabi, wali atau malaikat.
Juga ada yang menyeru batu-batu atau pohon-pohon yang semuanya itu ta’at
kepada Allah dan tidak maksiat kepada-Nya. Adapun orang-orang pada zaman
kita, disamping kepada Allah, mereka pun menyeru kepada orang-orang yang
paling fasik di antara ummat manusia. Orang-orang yang mereka seru itu adalah
orang-orang yang menghalalkan perbuatan keji untuk mereka, seperti: berzina,
mencuri, meninggalkan shalat atau lainnya. Sedang orang yang mempercayai
manusia shaleh atau yang tidak berbuat maksiat seperti pohon atau batu tentu
lebih ringan (dosanya) daripada orang yang mempercayai manusia yang diakui
kefasikan dan kebejatannya, serta terkenal karenanya.
Jika Anda telah mengetahui benar bahwa orang-orang musyrik yang diperangi
oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam lebih sehat akalnya dan lebih ringan
syiriknya daripada mereka itu, maka ketahuilah bahwa mereka itu memilki
syubhat yang mereka kemukakan sebagai jawaban dari apa yang telah kami
sebutkan. Syubhat ini termasuk terbesar. Karena itu dengarkanlah baik-baik
jawaban dari syubhat tersebut. Syubhat itu adalah, bahwasanya mereka
mengatakan : Sesungguhnya orang-orang yang Al-Qur'an diturunkan berkenaan
dengan mereka, tidak bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan mendustakan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, mereka
pun mengingkari kebangkitan,mendustakan Al-Qur'an dan menganggapnya
sebagai sihir. Sedang kami bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kami mempercayai Al-
Qur'an, mengimani hari kebangkitan, kami juga shalat dan puasa. Lalu bagaimana
Anda menyamakan kami dengan orang-orang musyrik terdahulu?
Jawabannya adalah, bahwasanya tidak ada perbedaan pendapat di antara para
ulama jika seseorang membenarkan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dalam
suatu hal dan mendustakan beliau dalam hal lain, dia adalah kafir, tidak masuk
ke dalam agama Islam. Demikian pula jika ia mengimani sebagian Al-Qur'an dan
. 23
mengingkari sebagian yang lain. Misalnya, seseorang mengakui tauhid tetapi
mengingkari kewajiban shalat, atau sebaliknya, mengingkari puasa, atau
mengakui semuanya tetapi mengingkari kewajiban haji, maka hukum orang
seperti itu adalah kafir. Karena itu, ketika beberapa orang tidak menunaikan
ibadah haji pada zaman Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam maka Allah langsung
menurunkan wahyu tentang mereka:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orangorang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barang siapa yang
mangingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”(Ali Imran:97).
Dan siapa yang mengakui semua hal tersebut di atas, tetapi mengingkari hari
kebangkitan maka dia telah kafir berdasrkan ijma para ulama, serta darah dan
hartanya menjadi halal. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan
bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya
dengan mengatakan: ‘Kami telah beriman kepada yang sebagian dan kami kafir
terhadap sebagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil
jalan (tengah) di antara yang demikian itu (iman atau kafir), merekalah orang-orang
yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu
siksaan yang menghinakan.”(An-Nisa’:150-151).
Jika Allah telah menegaskan dalam kitab-Nya bahwa siapa yang mengimani
sebagian dan mengingkari sebagian yang lain maka dia adalah orang kafir yang
sebenarnya. Dengan demikian, syubhat ini pun menjadi sirna. Dan hal inilah yang
dikemukakan oleh sebagian penduduk Ihsa’ (nama suatu tempat di daerah Saudi
Arabia) dalam surat yang dikirimkan kepada kami.
. 24
Katakanlah pula: jika Anda mengakui bahwa orang yang membenarkan Rasul
Shallallahu Alaihi Wasallam dalam segala hal, tetapi dia mengingkari kewajiban
shalat, maka dia telah kafir, dan darah serta hartanya menjadi halal berdasarkan
ijma’. Demikian pula jika ia mengakui (mengimani) segala hal kecuali masalah hari
kebangkitan. Juga, jika dia mengingkari kewajiban puasa Ramadhan meskipun
mempercayai semua hal di atas, hukumnya adalah kafir. Semua madzab sepakat
dalam hal ini, dan Al-Qur'an pun telah membicarakannya, sebagaimana yang telah
kami jelaskan di muka.
Maka nyatalah bahwa tauhid merupakan kewajiban terbesar yang dibawa Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam; lebih besar dari kewajiban shalat, zakat,
puasa dan haji. Lalu, bagaimana jika seseorang mengingkari salah satu perkara
itu menjadi kafir, meskipun mengamalkan semua ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, sementara tidak kafir orang yang
mengingkari tauhid, padahal tauhid adalah agama para rasul? Maha Suci Allah ,
sungguh mengherankan kebodohan ini.
Katakanlah pula: Para shahabat Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah
memerangi Bani Hanifah 19, padahal mereka telah masuk Islam bersama Nabi
Shallallhu Alaihi Wasallam, mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mereka
juga melakukan adzan dan shalat. Jika dia menyanggah: Masalahnya karena
mereka mengatakan Musailamah itu seorang nabi. Jika seorang yang mengangkat
seorang laki-laki sampai derajat Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam adalah kafir,
halal darah dan hartanya, dan bahwa shahadat dan shalatnya tidak berguna,
maka bagaimana pula dengan orang yang mengangkat Syamsan, Yusuf,20 seorang
shahabat atau nabi ke derajat Tuhan Yang Menguasai langit dan bumi? Maha Suci
Allah , alangkah besar masalahnya.
“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau)
memahami.”(Ar-Rum:59).
19 Mereka adalah Musailamh Al-Kadzdzaab dan para pendukungnya. Para shahabat Radhiyallahu'anhum tidak berselisih
dalam memerangi mereka, bahkan semua sepakat dalam satu kata.
20 Yusuf, Syamsan dan Taj adalah nama-nama sebagian dari yang dipercayai negeri itu, sebagaimana Badawi, Dasuki dan
Matbuli di Mesir, atau Ibnu Arabi di Damaskus. Demikian keterangan Muhibbuddin Al-Khatib Rahimahullah.
. 25
Katakanlah pula: orang-orang yang dibakar oleh Ali bin Abu Thalib
Radhiyallahu'anhu 21 semuanya juga mengaku sebagai muslim, mereka termasuk
di antara shahabat Aliru serta belajar ilmu dari para shahabat, akan tetapi mereka
mempercayai tentang Ali sebagaimana kepercayaan sebagian orang kepada Yusuf
atau Syamsan dan yang sejenisnya, maka bagaimana mungkin para shahabat
bersepakat memerangi dan mengkafirkan mereka? Apakah Anda mengira para
shahabat mengkafirkan ummat Islam? Apakah Anda mengira kepercayaan
terhadap Ali bin Abi Thalib suatu kekufuran?
Katakan pula: Bani Ubaid Al Qaddah22 yang menguasai Maghrib dan Mesir pada
zaman Bani Abbas, mereka semua bersaksi bahwa tiadak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Mereka
mengaku beragama Islam, menunaikan shalat Jum’at dan shalat berjamaah. Akan
tetapi tatkala mereka menampakan pertentangan terhadap syari’at, dalam
beberapa hal yang tidak sebesar apa yang sedang kita bicarakan ini, para ulama
sepakat mengakafirkan dan memerangi mereka serta menyatakan bahwa negeri
mereka adalah negeri Harb (yang boleh diperangi). Sehingga umat Islam pun
menyerang mereka sampai dapat membebaskan negeri orang-orang Islam dari
cengkeraman tangan mereka.
Juga katakan: Jika orang-orang terdahulu tidak kafir kecuali karena mereka
sekaligus melakukan syirik dan pengingkaran terhadap Rasul Shallallhu Alaihi
Wasallam, Al-Qur'an, hari kebangkitan dan masalah lainnya, lantas apa arti bab
yang disebut oleh para ulama dengan “Bab Hukum Orang Yang Murtad” yaitu
orang Islam yang kafir setelah keislamannya, yang di dalamnya disebutkan
berbagai perbuatan, yang melakukan salah satu perbuatan tersebut menjadi kafir,
harta dan darahnya menjadi halal. Sampai disebutkan juga oleh mereka beberapa
perbuatan remeh bagi orang yang melakukannya seperti mengucapkan suatu
kalimat kufur dengan lisannya tanpa hatinya, atau menyebutkannya meski hanya
bersendau gurau dan main-main saja.
Katakan pula: Orang yang dimaksud oleh Allah dalam ayat-Nya:
21 Hadits bahwa Ali membakar orang-orang Rafidhah dengan api, dikeluarkan oleh Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(12/282) dalam keterangan hadits Ikrimah no. (6922,3071). Dan ia berkata : “Sanad hadits ini hasan.” Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah juga menyebutkan dalam Al-Majmu (3/279 dan 13/33). Sedangkan Al-Allamah Muhammad As Safarini
menyebutkannya dalam Syarhud Durrah Al Mudhiyyah yang disebutnya Lawami’ul Anwar Al- Bahiyyah (1/80).
22 Mereka adalah orang yang menamakan diri sebagai Ayat Fathimaiyun secara dusta dan mengada-ada. Mereka itu,
sebagaimana dikatakan oleh tidak sedikit ulama”secara lahiriah adalah Rawaafidh dan batiniah adalah kafir”. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Paling tidak mereka mengaku sebagai orang-orang yang menampakan Islam dan mentaati
syariat-Nya, padahal tidak semua orang-orang yang menampakan keislamannya itu menjadi orang yang beriman secara
batin. Sebab, telah diketahui, terdapat dalam orang-orang yang menampakan Islam ada yang mukmin dan ada pula yang
munafik. Allah berfirman: “Di antara manusia ada yang mengatakan : ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian’,
padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”(Al Baqarah:8).
. 26
“Mereka (orang-orang munafik) itu bersumpah atas (nama) Allah, bahwa mereka
tidak mengatakan sesuatu yang (menyakitimu). Sesungguhnya mereka
mengucapkan perkataan kekafiran dan telah menjadi kafir sesudah Islam.”(At-
Taubah:74).
Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah mengkafirkan mereka hanya karena
ucapan mereka, padahal mereka hidup di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam, berjuang bersama beliau, membayar zakat, dan melaksanakan haji?
Demikian juga dengan orang-orang yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?’ tidak usah kamu minta maaf karena kamu kafir sesudah
beriman.”(Taubah:65-66).
Allah dengan jelas mengkafirkan mereka setelah keimanan mereka, karena ketika
mereka bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dalam peperangan Tabuk
mengucapkan suatu kalimat kufur yang mereka ucapkan dengan main-main23.
Maka perhatikanlah syubhat ini dengan seksama, yaitu ucapan mereka: Apakah
kalian mengkafirkan orang-orang dari kaum muslimin yang bersaksi bahwa tiada
tuhan yang berhak disembah selain Allah, mendirikan shalat dan mengerjakan
puasa. Kemudian perhatikanlah perhatikan jawaban yang telah dijelaskan, karena
hal itu termasuk yang palaing besar manfaatnya dalam pembahasan buku ini.
Termasuk dalil yang menunjukan hal tersebut yaitu kisah yang disebutkan Allah
tentang bani Israil, bahwa dengan keislaman, keilmuan, dan kesalehan mereka,
mereka mengatakan kepada Nabi Musa Alaihi salam:
23 Hadits ini dikelurkan oleh At Thabari dengan sanad yang shahih, seperti dikatakan Syaikh Mahmud Syakir (no. 1692,
14/333) dengan lafazh: dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Ada seorang lelaki dalam perang Tabuk di sebuah majlis
mengatakan’Belum pernah kita melihat orang seperti para pembaca Al-Qur'an ini (maksudnya Nabi dan para
shahabatnya), mereka itu lebih buncit perutnya,lebih dusta ucapannya dan lebih takut ketika berperang”. Salah seorang
yang ada di majlis itu berkata: “Pembohong, sungguh kamu adalah seorang munafik. Akan saya laporkan hal ini kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam.” Hal itu pun terdengar oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam hingga
turunlah ayat Al-Qur'an. Abdullah bin Umar berkata: “Saya melihatnya berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya bersendau gurau dan mainmain
saja,’ Rasulullah pun menjawab: “Apakah dengan ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok. Tidak
kamu minta maaf, karena kamu kafir setelah beriman.”(At Taubah:66).
. 27
“Buatlah untuk kami tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
tuhan.”(Al-Araf:138).
Dan ucapan sebagian shahabat, “Buatkan bagi kami Dzaatu Anwaath”. Maka
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam pun bersumpah bahwa ucapan semacam
ini seperti ucapan Bani Israil terhadap Nabi Musa24 “buatlah bagi kami tuhan
(berhala)”. Meski demikian, orang-orang musyrik masih saja menghembuskan
syubhat lain dengan mengatakan mengenai kisah ini bahwa Bani Israil tidak
menjadi kafir, demikian juga dengan orang-orang yang berkata kepada Nabi
Shallallhu Alaihi Wasallam “Buatkan bagi kami Dzaatu anwaath” tidak menjadi
kafir karena ucapan mereka itu.
Jawaban atas syubhat ini: bahwa Bani Israil saat itu belum sampai menyekutukan
Tuhan dengan mengambil tuhan selain Allah. Demikian juga dengan orang-orang
yang meminta kepada Nabi, belum sampai menjadikan Dzaatu Anwaath sebagai
tempat keramat mereka. Yang jelas, seandainya Bani Israil melakukan tersebut,
tentu mereka menjadi kafir. Juga dengan orang-orang yang telah dilarang oleh
Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam, seandainya mereka tidak mentaati Nabi dan
menjadikan Dzaatu Anwaath sebagai tempat keramat setelah mereka dilarang,
tentulah mereka menjadi kafir. Inilah yang dimaksud. Namun, kisah ini juga
menunjukan bahwa seorang muslim, bahkan seorang yang alim, kadang
terjerumus dalam perbuatn syirik tanpa disadarinya. Jadi kisah ini memberikan
pelajaran dan sikap waspada, juga memberikan pengertian, orang yang bodoh
apabila mengatakan: “Saya sudah memahami tauhid” merupakan kebodohan yang
besar dan tipuan setan. Pelajaran lain yang bisa diambil dari kisah di atas, yaitu
seorang muslim yang berijtihad jika mengucapkan kata-kata kufur, tanpa
disadarinya, lantas ia diperingatkan dan segera bertaubat dari perbuatannya itu,
maka ia tidak menjadi kafir, haruslah diperingatkan dengan kata-kata yang keras
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam.
Masih ada lagi syubhat lain yang mereka kemukakan, kata mereka: Nabi
Shallallhu Alaihi Wasallam mengecam Usamah atas tindakannya membunuh
orang yang telah mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’ dan beliau bersabda: “Apakah
24 Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam bab “Sungguh kalian akan meniru cara orang-orang sebelum kalian”.
Katanya: “hadits ini hasan shahih”. Menurut lafzh At Tirmidzi: Dari Abu Waqid Al Laitsi bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam ketika sedang menuju Hunain, beliau melewati sebuah pondok milik kaum Quraisy yang
disebut dengan Dzaatu Anwaath tempat mereka menggantungkan senjata-senjata mereka. Sebagian shahabat berkata:
“Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath sebagaimana yang mereka miliki.” Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam menjawab: “Maha Suci Allah, ucapan ini seperti yang dikatakan oleh kaum Musa ‘Buatlah untuk kami tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan.’. demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesngguhnya
kalian akan meniru cara orang-orang sebelum kalian.”
. 28
kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’.”25 Dan sabda
beliau: “Saya diperintahkan memerangi manusia sehingga mereka mengucapkan
‘Laa ilaaha illallaah’.”26 Juga hadits-hadits yang lain mengenai perlindungan
terhadap orang yang mengucapkannya.
Menurut orang-orang bodoh itu, barang siapa yang telah mengucapkannya tidak
akan kafir, dan tidak boleh dibunuh, sekalipun melakukan perbuatan apa saja.
Jawaban terhadap orang-orang musyrik yang bodoh itu: Telah diketahui bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam memerangi orang-orang Yahudi dan
menawan mereka, padahal mereka juga mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’.27 para
shahabat Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam juga memerangi Bani Hanifah padahal
mereka bersaksi ‘La ilaha illallaah-Muhammad Rasulullah’, mengerjakan shalat
dan mengaku beragama Islam. Demikian pula dengan orang-orang yang dibakar
Ali bin Abi Thalib. Mereka yang bodoh ini mengakui bahwa orang yang
mengingkari hari kebangkitan adalah kafir dan dibunuh, walaupun telah
mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’, dan orang yang mengingkari salah satu dari
hukum Islam juga kafir dan dibunuh, meski telah mengucapkan kalimat tersebut.
Lalu bagaimana kalimat ini tidak berguna bagi orang yang mengingkari salah satu
cabang dari ajaran Islam, tetapi berguna bagi orang yang mengingkari tauhid yang
merupakan dasar dan sendi agama para rasul? Sungguh para musuh Allah ini
tidak mengerti makna hadits-hadits tadi.
25 Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari, dalam kitab Al Maghazi (Fathul Bari, 7/590, no. 4269), dan kitab Diyat
(12/119 no. 6872). Menurut lafzh Al Bukhari berdasarkan hadits dari Usamah Radhiyallahu'anhu: “Kami diutus oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam ke kaum Al Hirqah. Kami pun menemui mereka pada pagi harinya dan kami
segera memerangi mereka. Saya, bersama salah seorang dari Anshar, bertemu dengan salah satu musuh. Ketika kami
sudah mengalahkannya, ia mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’. Orang Anshar tersebut sgera menghentikan serangannya,
tetapi saya menusuknya dengan tombak saya sampai meninggal. Sepulang kami, orang Anshar itu mengadukan kepada
Rasulullah Shallallhu Alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Wahai Usamah, apakah kamu membunuhnya setelah ia
mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’? saya menjawab: “Ia mengucapkannya untuk melindungi diri.”namun beliu terus
menerus mengulang-ulang pertanyaanya hingga saya berangan-angan seandainya saya belum masuk Islam sebelum hari
itu.”
26 Hadits ini mutawatir, diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Zakat (Fathl Bari , 3/300, no. 1399), bab ‘Membunuh
orang yang enggan melaksanakan kewajiban dan yang sejenis dengan kemurtadan’. Menurut lafazh Bukhari: Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu'anhu, ia berkata: Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam meninggal, Abu Bakar
mengkafirkan kembali orang-orang Arab yang kembali kepada kekufuran. Umar berkata: ‘Bagaimana kita akan
memerangi mereka, sedangkan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah bersabda: “Saya diperintahkan memerangi
manusia sehingga mereka mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’. Barang siapa mengucapkannya, maka ia telah terlindung
harta dan jiwanya dariku kecuali dengan sebab haq, dan perhitungannya atas Allah.”
27 Hadits tentang perang terhadap orang-orang Yahudi di Bani Quraidah dan penawanan para wanita serta anak-anak
mereka, diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Al Maghazi (Fathul Bari, 7/475 no. 4122), dan Muslim dalam bab Hukum
memerangi dan mengingkari janji, dari Aisyah (no. 1154 Mukhtashar Al Mundziri). Menurut lafazh Bukhari: Dari Aisyah
Radhiyallahu 'anha, katanya: Sa’d pada waktu perang Khandaq terkena panah seseorang dari Quraisy namanya Habban
bin Al Araqah, terkena pada urat tangannya. Maka Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam mendirikan kemah di masjid agar
dapat menjenguknya dari dekat. Tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam kembali dari Khandaq, beliau meletakan
senjata dan mandi. Lalu datnglah Jibril Alaihi Salam kepada beliau ketika sedang membersihkan debu dari kepalanya,
seraya berkata: “Engkau telah meletakan senjata? Demi Allah aku tidak meletakannya. Keluarlah kepada mereka!”. Nabi
Shallallhu Alaihi Wasallam bertanya: “Ke mana?”. Jibril pun menunjuk ke arah Bani Quraidhah. Maka Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam mendatangi mereka, lalu mereka menyerahkan keputusannya kepada Sa’d. Kata Sa’d:
“Sungguh aku memutuskan terhadap mereka agar dibunuh orang yang ikut berperang, ditawan para wanita dan anak
keturunan, dan dibagi harta kekayaan mereka…”.
. 29
Adapun hadits Usamah, sesungguhnya ia membunuh orang yang mengaku Islam
karena menurut perkiraannya orang tersebut mengaku Islam hanyalah takut atas
jiwa dan hartanya. Padahal jika seseorang menampakan keislaman, maka wajib
dilindungi kecuali jika nyata-nyata ia melakukan tindakan yang bertentangan
dengan pengakuanya.28 Allah telah menurunkan ayat tentang hal tersebut :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka
telitilah.”(Anda-Nisa’:94).
Maksudnya, carilah kepastiannya. Ayat ini menunjukan bahwa wajib hukumnya
menahan diri dan bersikap hati-hati. Jika ternyata setelah itu ia melakukan apa
yang bertentangan dengan ajaran Islam maka boleh dibunuh, berdasarkan firman-
Nya, “Maka telitilah”. Jika tidak boleh dibunuh bila telah mengucapkan syahadat,
maka tidak ada artinya perintah untuk teliti dalam hal ini. Demikian juga hadits
lain yang semisalnya, mempunyai pengertian seperti yang telah kami sebutkan,
bahwa orang yang menampakan keislaman dan tauhid, wajib dilindungi kecuali
jika nyata-nyata perbuatannya bertentangan dengan hal itu. Dasarnya, Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu membunuhnya setelah ia
mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’?”, dan beliau juga bersabda: “Aku
diperintahkan memerangi manusia hingga mereka mengucapkan ‘Laa ilaaha
illallaah’.” Juga sabdanya tentang Khawarij:
“Di manapun kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka. Seandainya aku
menjumpai mereka, niscaya aku akan membunuh mereka sebagaimana
pembunuhan atas kaum ‘Ad.”29
28 Perlu Anda ketahui, semoga Allah melimpahkan kebahagian kepada Anda dengan cahaya tauhid dan melindungi Anda
dari noda-noda syirik, bahwa wajib menahan diri terhadap orang yang menunjukan keislamannya, tidak boleh
menyebutnya kafir atau yang semisalnya hingga nyata-nyata perbuatannya bertentangan dengan keislamannya dan
membatalkannya. Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang mengacu pada 10 kaidah, setiap kaidah terdiri dari
bermacam-macam bentuk dan rincian yang sulit dihitung. Kami sebutkan di sini secara ringkas, yaitu: (1) Syirik dalam
beribadah kepada Allah. (2) Mengangkat perkara antara dirinya dengan Allah. (3) Tidak mengkafirkan orang-orang
musyrik atau ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan pemahaman mereka. (4) Berkeyakinan bahwa petunjuk
atau hukum orang lain lebih sempurna atau lebih baik dari pada petunjuk atau hukum Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam.
(5) Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam , sekalipun ia mengerjakannya. (6)
Menghina suatu ajaran agama Rasulullah, pahala atau siksanya. (7) Berbagai bentuk sihir. (8) Membantu dan
mendukung kaum musyrikin dalam melawan kaum muslimin. (9) berkeyakinan bahwa ada sebagian manusia yang tidak
wajib mengikuti syariat Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam. (10) Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajari dan tidak
pula mengamalkannya. Lihat keterangannya dalam risalah yang kami susun, “Asyru Rasa’il fit Tauhid wan Najat minas
Syirik.”
29 Diriwayatkan oleh Al Bukhari (Fathul Bari, no. 6930, 6931), bab ‘Meminta Taubat dan memerangi Orang-orang Murtad
dan yang Membangkang’; juga oleh Muslim 3/114), Anda Nasaa’I (no.3823,, Ash Shahih oleh Al-Albani), dalam Shahih
Ibnu Majah (no. 138-145)Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (10/224) dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah Sunnah,
(no. 910,914 dst.) dengan takhrij Syaikh albani.
. 30
Padahal mereka itu adalah orang-orang yang banyak beribadah dan berdzikir
dengan ‘Laa ilaaha illallaah’ bahkan para shahabat memandang rendah shalatnya
di hadapan mereka, padahal mereka itu belajar ilmu dari para shahabat.
Jadi, ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’, ibadah yang banyak dan pengakuan keislaman,
sama sekali tidak berguna bagi mereka tatkala tampak dari mereka perbuatan
yang bertentangan dengan syariat.
Demikian pula apa yang kami sebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam memerangi orang-orang Yahudi, dan para shahabat memerangi Bani
Hanifah. Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam pun pernah berniat menyerang
Bani Al Musthaliq ketika diberi tahu mereka menolak membayar zakat, sehingga
Allah menurunkan firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik yang membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengatahui keadaan yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujarat:6).
Dan ternyata orang yang membawa kabar itu memang berdusta atas mereka.30
30 Hadits ini disebutkan al Haitsami dalam Majma’uz Zawaaid (7/109), katanya: “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan
Ath Thabrani, dan para periwayat yang disebutkan Ahmadadl orang-orang yang terpecaya.” Juga disebutkan Ibnu
Katsirdl tafsirnya (4/223), dan Ibnul Qayyim dalam tafsirnya yang disebut dengan tafsir Al Qayyim, hal 440. menurut
lafazh Ibnu Katsir dari hadits Al Haris bin Diraar Radhiyallahu 'anhu , katanya: “Saya mengahdap Rasulullah Shallallahu
alaihi Wasallam, beliau pun mengajak saya untuk masuk Islam dan saya masuk Islam, beliau pun mengajak saya untuk
menunaikan zakat, dan saya mau menunaikannya, saya katakan: ‘Wahai Rasulullah, sy akan kembali ke kaum sy untuk
mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Barang siapa mau mengikuti, sy aka mengumpulkan zakatnya.
Selanjutnya engkau kirim seseorang kepada sewaktu-waktu tertentu untuk mengambil zakat yang telah sy kumpulkan
dan menyerahkannya kepadamu.’ Ketika Al Harits telah mengumpulkan zakat dari orang-orang yang mengikuti
dakwahnya dan telah sampai waktu yang dijanjikan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, ternyata pada waktu itu
Rasulullah berhalangan dan td bisa mengirim seseorang untuk mengambil zakat, hingga Harits mengira Allah dan Rasul-
Nya sedang marah terhadapnya. Kemudian mengumpulkan kaumnya berkata : ‘Sungguh Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam telah menentukan waktu untuk mengirim utusannya guna mengambil zakat yang telah aku kumpulkan .
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam tidak pernah mengingkari janji dan beliau tidak menunda pengiriman utusannya
kecuali karena kemarahan. Mari ikut saya menemui Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam .’ pada saat itu Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam mengirim Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat. Ketika Walid sudah berangkat beberapa
lama, di tengah jalan ia merasa ketakutan, lalu ia kembali kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dan
berkata:’Wahai Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, sesungguhnya Al Harits menolak menyerahkan zakat kepadaku
dan hendak membunuhku.’ Mendengar hal tersebut, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam marah dan mengirimkan
pasukan kepada Al Harits Radhiyallahu 'anhu . ketika pasukan ini baru keluar dari Madinah, mereka bertemu dengan Al
Harits dan berkata: ‘Itu Al Harits!’. Ketika mendekati mereka, Al Harits bertanya: ‘Kepada siapa kalian dikirim Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam ?’ Mereka menjawab:’kepadamu.’ Al Harits selanjutnya bertanya:’Kenapa?’ Mereka menjawab:
‘Sungguh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah mengirim Walid bin Uqbah kepadamu dan beliau mengira engkau
telah menolak membayar zakat dan hendak membunuhnya.’ Al Harits berkata: ‘Demi Allah yang telah mengutus
Muhammad Shallallhu Alaihi Wasallam dengan haq, sama sekali saya belum bertemu Walid bin Uqbah dan dia tidak
mendatangi saya. Kedatangan saya di sini karena Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam terlambat mengirmkan
utusannya hingga saya khawatir ini karena kemarahan aad Rasul-Nya.’ Setelah itu turunlah ayat ‘Wahai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik…..”
. 31
Itu semua menunjukan bahwa maksud Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam dalam
hadits-hadits, yang mereka jadikan dalih, adalah apa yang kami sebutkan tadi.
Ada syubhat lain yang mereka kemukakan, yaitu apa yang disebutkan oleh Nabi
Shallallhu Alaihi Wasallam bahwa umat manusia pada hari kiamat meminta
pertolongan kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Nuh, kemudian kepada
Nabi Ibrahim, kemudian kepada Nabi Musa dan kepada Nabi Isa. Para nabi itu
semuanya menyatakan tidak bisa menolong , sehingga mereka akhirnya datang
kepada Nabi Muhammad Shallallhu Alaihi Wasallam. Menurut mereka, hal ini
menunjukan bahwa minta pertolongan kepada selain Allah bukan merupakan
perbuatan syirik.
Untuk menjawab syubhat ini, kita katakan: Meminta pertolongan kepada makhluk
dalam rangka yang mampu dilakukannya, kita tidak mengingkari
kebolehannya,seperti yang difirmankan Allah Ta’ala dalam kisah Nabi Musa:
“Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya.”(Al Qashash:15).
Seperti halnya seseorang yang meminta pertolongan kepada temannya ketika
dalam peperangan dan perkara-perkara lain yang mampu dilakukan oleh
makhluk. Namun kita menolak istighatshah ibadah (meminta pertolongan secara
ibadah) seperti yang mereka lakukan di atas kuburan para wali, atau ketika para
wali tidak hadir di hadapan mereka, atas perkara-perkara yang tidak mampu
dilakukan kecuali oleh Allah semata.”31
Jika hal tersebut telah jelas, maka perlu diketahui bahwa meminta pertolongan
pada para nabi pada hari kiamat, maksudnya agar mereka memohon kepada Allah
semoga berkenan menghisab manusia sehingga ahli Surga terbebas dari
malapetaka yang daksyat di tempat dikumpulkannya para makhluk pada hari itu.
Hal ini boleh hukumnya, baik di dunia maupun di akhirat. Anda boleh mendatangi
seorang shaleh yang masih hidup, hadir duduk bersama Anda dan mendengar
ucapan Anda, lalu meminta kepadanya,”Doakan kepada Allah untukku!..”
sebagaimana para shahabat meminta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
Wasallam di masa hidup beliau. Sedangkan setelah beliau wafat, sama sekali
mereka tidak pernah meminta kepada nabi di sisi kuburan beliau. Bahkan para
31 Bahkan dalam perkara yang bisa dilakukan oleh mkhluk, kita tidak boleh meminta pertolongan kepada orang yang
sudah meninggal atau dalam keadaan ghaib (tidak hadir di hadapan kita)
. 32
salaf mengingkari orang yang berdoa langsung kepada Allah jika dilakukan di sisi
kuburan beliau.Lalu, bagaimana dengan permintaan yang ditujukan kepada beliau
sendiri?
Masih ada lagi syubhat mereka yang lain, yaitu kisah Nabi Ibrahim Alaihi salam
ketika dimasukkan ke dalam api, malaikat Jibril menampakkan diri di
hadapannya dan berkata: “Apakah engkau perlu sesuatu? Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam menjawab:” Saya tidak memerlukan sesuatu darimu””32
Kata mereka: seandainya meminta pertolongan kepada Jibril merupakan
perbuatan syirik, tentu Jibril tidak menawarkan kepada Ibrahim.
Jawabnya: Hal ini sejenis dengan syubhat pertama. Jibril menjawab kepada Nabi
Ibrahim bantuan yang mampu ia lakukan, karena ia mempunyai sifat seperti yang
disebutkan Allah dalam firman-Nya:
“Ucapan itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang
diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.”(Najm:4-5).
Jika Allah mengizinkan kepadanya untuk mengambil api yang membakar Ibrahim
atau mengambil tanah dan gunung-gunung sekitarnya kemudian
melemparkannya ke arah timur atau barat, niscaya Jibril melakukannya. Dan
seandainya Allah memerintahkannya untuk menempatkan Ibrahim di tempat yang
jauh dari musuh-musuhnya, niscaya Jibril akan melaksanakannya. Andaikata
pula Allah memerintahkan untuk mengangkat Ibrahim ke langit, niscaya ia
laksanakan. Ini seperti halnya seorang kaya yang mempunyai banyak harta,
melihat seseorang yang membutuhkan, lalu ia menawarkan pinjaman kepadanya
atau memberinya sesuatu bantuan untuk memutupi kebutuhannya, lantas orang
yang membutuhkan tersebut menolak bantuan itu, karena ia lebih memiliki
32 Disebutkan Al Baghawi dalam tafsir surah Al Anbiya’ dengan menyatakan dha’if. Katanya: “Diriwayatkan dari Al Ahbar
bahwa Ibrahim Alaihi Shalatu was Salam ….tatkala mereka melemparkannya dengan manjaniq (alat perang zaman
dahulu) ke dalam api, beliau pun ditemui oleh Jibril seraya berkata kepadanya: ‘Hai Ibrahim! Apakah engkau perlu
sesuatu?’ Ibrahim menjawab: “Jika kepadamu, maka saya tidak perlu sesuatu.’ Kata Jibril: ‘Maka mintalah kepada
Tuhanmu!’ Ibrahim menjawab: ‘Cukuplah dengan permintaanku bahwa Dia Maha Tahu akan akan keadaanku’.” Dan
disebutkan oleh Ibnu Katsir berasal dari sebagian salaf (3/193). Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah berkata:
Kisah ini tidak ada dasarnya… Jelasnya, perkataan yang katanya berasal dari Ibrahim Alaihi Shalatu was Salam ini
tidak layak diucapkan oleh seseorang muslim yang mengetahui kedudukan doa dalam agama Islam, lalu bagaimana hal
itu diucapkan seorang nabi yang menyebut kita dengan ‘muslimin’? Kemudian saya dapatkan hadits ini disebutkan Ibnu
Iraq dalam Tanzihusy Syariah al Marfu’Al-Hadits ‘Anil Akhbarisy Syani’atil Maudhu’Al-Hadits, dan katanya (1/250): Ibnu
Taimiyah menyatakan maudhu’.”
. 33
bersabar hingga Allah memberinya rizki dengan karunia-Nya semata. Apakah hal
ini termasul istighasah ibadah dan syirik, jika mereka memahami.?33
Mari kita tutup pembahasan ini, Insya Allah, dengan permasalahan yang besar
dan penting sekali, yang dapat dipahami dari yang telah kita bahas terdahulu.
Sengaja kita bahas tersendiri karena permasalahan ini amat penting dan
banyaknya kesalahan mengenainya.
Tidak ada pertentangan bahwa tauhid harus dilakukan dengan hati, lisan dan
perbuatan. Jika salah satu dari ketiga hal ini tak terpenuhi, maka seseorang
belum bisa dikatakan muslim. Jika mengetahui tauhid tetapi tidak
mengamalkannya, maka ia adalah seorang kafir keras kepala, seperti Fir’aun, Iblis
dan semisalnya. Banyak orang yang salah dalam hal ini. Mereka mengatakan: “Ini
adalah kebenaran. Kami memahaminya dan bersaksi bahwa itulah yang benar.
Namun kami tidak mampu melaksanakannya. Tidak boleh bagi masyarakat negeri
kami kecuali yang sesuai dengan mereka, dan alasan-alasan lainnya.” Orang yang
perlu dikasihani ini tidak mengerti bahwa mayoritas para pemimpin kekafiran pun
mengetahui kebenaran, tetapi mereka meninggalkannya hanya karena adanya
sesuatu dari alasan-alasan tersebut. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah.”(At-Taubah:9)
“Mereka mengetahui Muhammad itu sebagaimana mereka mengenal anak-anak
mereka sendiri.”(Al-Baqarah:146)
Dan berbagai ayat lainnya yang senada. Apabila seseorang mengerjakan tauhid
hanya dengan amal lahir saja tanpa memahaminya, atau tidak mempercayai
dengan hatinya, maka dia adalah seorang munafik yang lebih buruk daripada
orang kafir.
33 Mereka yang meminta pertolongan kepada orang yang sudah mati – semoga Allah menunjuki mereka- tidak
mengetahui bahwa orang yang sudah mati itu tidak bisa mendengar orang yang meminta pertolongan kepadanya,
berdasarkan firman Allah, artinya: “Jikalau kamu berdoa kepada mereka, niscaya mereka tidak bisa mendengar doamu.”
Saya nasehatkan kepada mereka agar membaca kitab “Al Ayaat al Bayyinat fii ‘Adami Simaa’ al Amwaat” (Tanda-tanda
nyata tentang ketidakmampuan orang-orang yang sudah mati untuk mendengar), karya Al Alusi, dengan tahqiq Syaikh
Al-Albani.
. 34
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkat yang paling
bawah dari Neraka.”(An-Nisaa’:145).
Permasalahan ini merupakan masalah besar dan panjang, akan nyata bagi Anda
jika Anda perhatikan ucapan orang-orang. Anda melihat seseorang mengetahui
kebenaran tetapi ia tidak mengamalkannya karena takut berkurang kekayaan
duniawi atau pangkat kedudukannya, atau karena ingin menyenangkan orang
lain. Anda juga melihat ada yang mengamalkannya sebatas lahirnya saja,
sementara hatinya tidak; jika Anda tanyakan kepadanya tentang apa yang diyakini
dalam hatinya, ia tidak mengetahuinya. Namun, hendaknya Anda memahami dua
ayat Al-Qur'an berikut ini:
Pertama , firman Allah yang disebutkan di muka:
“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.”(At-
Taubah:66).
Jika sudah jelas bagi Anda bahwa sebagian shahabat yang ikut berperang
melawan Romawi bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menjadi kafir
lantaran kalimat kafur yang mereka ucapkan hanya dengan sendau gurau dan
main-main, maka nyatalah bagi Anda bahwa orang yang mengucapkan kekufuran
atau melakukannya karena takut berkurang kekayaan duniawi atau pangkat
kedudukannya, atau karena ingin menyenangkan orang lain, adalah lebih berat
daripada orang yang mengucapkan sesuatu hanya sekedar bermain-main.
Kedua, firman Allah Ta’ala:
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa (kafir) padahal hatinya tetap tenang
dalam keadaan beriman (dia tidak berdosa)”(An-Nahl:106).
Allah tidak memaafkan seseorang dari mereka kecuali siapa yang dipaksa kafir
sedang hatinya tetap tenang dalam keimanan. Adapun selainnya, maka ia telah
kafir sesudah beriman; baik melakukannya karena takut, atau karena ingin
menyenangkan seseorang, atau karena ambisi terhadap negeri, keluarga, suku
dan harta kekayaannya, atau melakukannya hanya sekedar bermain-main, atau
karena tujuan-tujuan lain; terkecuali orang yang dipaksa. Ayat tersebut
menunjukan hal ini dari dua sisi:
Pertama, firman Allah:
“Kecuali orang yang dipaksa (kafir).”(An-Nahl:106).
Dalam ayat ini, Allah tidak mengecualikan selain orang yang dipaksa. Dan telah
dimaklumi bahwa seseorang tidak dapat dipaksa kecuali dalam perbuatan dan
ucapan. Adapun keyakinan hati tidak seorang pun yang dapat memaksanya.
Kedua, firman Allah:
“Yang sedemikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai
kehidupan di dunia lebih dari akhirat.”(An-Nahl:107).
Dengan jelas disebutkan di sini bahwa kekufuran dan adzab ini bukan disebabkan
keyakinan, kebodohan (ketidaktahuan), kebencian terhadap agama, atau
kecintaan terhadap kekufuran. Akan tetapi disebabkan karena mempunyai suatu
kepentingan duniawi, maka dia lebih mengutamakan daripada agama.
Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih mengetahui. Segala puji milik Allah
Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah
kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.
Penulis: Syaikh Muhammad At-Tamimi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar