Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Minggu, 02 September 2012

Ikhlash



Yang dimaksud dengan ikhlash adalah menjernihkan amal dan membersihkannya dari penyakit-penyakit syirk terhadap Allah. Apakah yang dikategorikan 'syirk besar', seperti yang terdapat dalam firman Allah dalam Surah An-Nisaa' :48 , atau 'syirk kecil', yang antara lain adalah keinginan manusia untuk berbuat riya', yaitu mengharapkan pujian dari manusia
lainnya Allah SWT secara tegas berfirman :"Maka barang- siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun." (QS. Al-Kahfi :110). Juga firman-Nya dalam Hadits Qudsi:
"Aku paling tidak membutuhkan persekutuan dari orang-orang yang berse kutu, barangsiapa beramal dengan suatu amalan, kemudian ada sekutu yang diikutsertakan dengan Aku di dalamnya, maka Aku tinggalkan amal tersebut bersama sekutu itu." (HR. Muslim 4/2289)
Allah SWT memerintahkan agar beramal secara ikhlash, baik di dalam Al Qur'an dan sabda Rasul-Nya SAW dengan nash dan dalil yang banyak sekali. Firman Allah SWT :"Dan tidak Kami perintahkan mereka, kecuali supaya mengabdi kepada Allah dengan ikhlash dalam menjalankan agama dengan lurus." (QS. Al-Bayyinah :5) Sabda Rasulullah SAW : "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan sesungguh- nya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari 1/2 dan Muslim 3/1515)
Juga sabda Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits, ketika beliau berdialog dengan Jibril a.s. :"Al-Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah, seakan-akan engkau melihat kepada-Nya. Sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau." (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW bersabda lagi :"Bertaqwalah (takutlah) kepada Allah di mana saja engkau berada." (HR. Turmudzi)
Maka bagi seorang Mu'min hendaklah berusaha dengan sungguh- sungguh untuk berbuat ikhlash dan memerangi riya', baik pada diri sendiri, maupun pada orang lain. Juga agar senantiasa diingat bahwa semua makhluq betapapun tinggi kedudukannya, statusnya tetap saja sebagai makhluq (sesuatu yang diciptakan), tidak akan dapat memberi mudharat maupun manfaat tanpa kuasa dari Sang Khalik.
Dan hendaklah selalu diingat akan keagungan Allah, Sang Pencipta, yang apabila Dia berkehendak akan sesuatu, Dia cukup mengatakan 'kun fayakun,' maka terjadilah apa yang Ia kehendaki itu. Dengan mengingat dua hal tersebut, kelemahan sebagai makhluq, ketidak- mampuannya, kekuatan Allah SWT dan keagungan-Nya, insyaAllah akan membantu motivasi beramal dengan ikhlash, karena Allah semata. Amiin yaa Robbal'aalamiin.
Menuntut ilmu, agar amal didasari ilmu
Tujuan menuntut ilmu bukan sekedar untuk mendapatkan pengetahuan atau kenikmatan ilmu dan pikiran saja. Walaupun akhirnya penge tahuan tersebut akan didapat juga dan wawasan akan bertambah luas.
Demikianlah kondisi shahabat-shahabat Rasulullah SAW, mereka tidak beranjak dari sepuluh ayat, sebelum mereka paham dan mereka amalkan. Ketahuilah, dengan hilang atau melemahnya sikap terpuji seperti ini dalam diri para murid, banyak orang pintar namun sedikit amalnya, bahkan kerusakan yang ditimbulkan oleh mereka lebih banyak daripada kerusakan yang ditimbulkan oleh orang-orang awam. Firman Allah SWT menggambarkan kepada kita tentang sifat-sifat orang Yahudi yang telah mengerti akan al-haq, tetapi mereka enggan mengamalkannya : "Perumpamaan orang-orang yang dibebankan (diwajibkan menjalankan) kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya (menjalankannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum." (QS. Al-Jumu'ah : 5)
Ironisnya, sifat kemungkaran yang tercela itu kini ditemui pula di tengah-tengah ummat ini. Hal ini disinyalir oleh Allah SWT dalam firman-Nya :"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ?" (QS. As-Shaaf : 2)
Maka bagi siapa saja yang menyebarkan syi'ar Islam, baik seorang ulama', dai'/da'iyah, ustadz/ustadzah, atau murobbi/murobbiyah, hendaklah ia memprioritaskan ukntuk membenahi masalah ini, baik pada dirinya sendiri maupun pada pribadi mad'unya atau yang mendapatkan pengajaran itu. Sehingga jangan sampai merupakan kesalahan yang acap kali diulangi oleh orang lain. Dimana kebanyakan kaum Muslimin beriman dalam kondisi kejahilan, mengikuti hawa nafsu dan jauh dari Allah SWT. Naudzubillaahi min dzaalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar