Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Rabu, 05 September 2012

Bagaimana Mengambil Manfaat Dari Orang Kafir Tanpa Terjerumus Kedalam Larangan ?

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana caranya agar kita bisa mengambil manfaat dari orang-orang kafir tanpa harus terjerumus kedalam larangan ? Dan apakah “maslahah mursalah” juga termasuk itu ?

Jawaban:

Apa yang dikerjakan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kita yaitu orang kafir, ada tiga bagian :

Pertama : Aktivitas ibadah
Kedua : Kebiasaan (adat kebiasaan)
Ketiga : Produksi dan pekerjaan lain.

Adapun masalah ibadah, sudah dimengerti bahwa hal itu tidak boleh bagi seorang muslim untuk bertasyabuh dengan mereka dalam masalah-masalah ibadah. Barangsiapa yang bertasyabuh dengan Yahudi dan Nasrani dalam hal ibadah, hal ini merupakan bahaya yang besar, bisa jadi hal itu menjerumuskan dirinya kepada kekafiran yang mengeluarkan dari keislaman.

Adapun masalah kebiasaan seperti pakaian dan lainnya, kita diharamkan menyerupai mereka, karena Nabi telah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk dari mereka”

Sedangkan untuk masalah industri dan perusahaan, yang disitu terdapat kemaslahatan umum, maka hal itu tidaklah berdosa kita belajar dari mereka tentang apa yang mereka produksi dan kita dapat mengambil manfaat darinya. Ini bukan termasuk tasyabbuh (yang dilarang).

Adapun pertanyaan seseorang tentang “ Apakah maslahah mursalah masuk dalam hal ini ?

Kami menjawab, tentang maslahah mursalah tidak harus ada dalil tersendiri, kami katakana bahwa bila kita mengerjakan maslahah mursalah dan didalamnya benar-benar ada maslahah, maka syari’at ini telah memberikan kesaksian akan keshahihannya dan itu menjadi bagian dari syari’at.

Namun jika syara’ menyaksikan akan kebatilannya, berarti hal itu bukan termasuk maslahah mursalah, walau pelakunya mengira demikian. Jika bukan maslahah mursalah dan juga tidak ada dalilnya, maka hendaklah dikembalikan kepada pokoknya. Jika ia termasuk masalah ibadah, maka asal suatu ibadah adalah dilarang, dan jika bukan termasuk ibadah, maka asal suatu ibadah adalah dilarang, dan jika bukan termasuk ibadah, maka hal itu diperbolehkan. Dengan ini menjadi jelas bahwa masalah mursalah tidak ada dalilnya tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar