(Dijawab oleh Al-Ustadz Qomar Suaidi)
Pengumpulan mushaf di zaman ‘Utsman bukanlah termasuk bid’ah. Walaupun di zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam
belum ada pengumpulan mushaf tersebut, namun kondisi di zaman ‘Utsman
sangat menuntut untuk dikumpulkannya mushaf. ‘Utsman sendiri telah
didahului oleh Abu Bakr di zamannya, para sahabat pun waktu itu sepakat.
Sehingga hal ini adalah ijma’ atau kesepakatan para sahabat. Dan
sesuatu yang disepakati para sahabat tentu bukan termasuk bid’ah. Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam justru memerintahkan untuk kita mengikuti mereka sebagaimana sabdanya:
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Maka
hendaknya kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa
Ar-Rasyidin, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi
geraham.” (Shahih, HR. Abu Dawud)
Di
zaman Abu Bakr, semua sahabat sepakat, termasuk ‘Umar, ‘Utsman dan
‘Ali. Sedangkan di zaman ‘Utsman, para sahabat yang ada juga bersepakat,
termasul ‘Ali.
Demikianlah.
Ijma’ merupakan salah satu landasan agama, sebagaimana dijelaskan para
ulama berdasarkan dalil dari ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya:
إِنَّ اللهَ قَدْ أَجَارَ أُمَّتِي أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلَالَةٍ
“Sesungguhnya Allah telah melindungi umatku untuk sepakat dalam kesesatan.” (Shahih, HR. Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtarah)
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menceritakan sejarah pengumpulan Al-Qur’an:
Zaid bin Tsabit Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu -beliau termasuk salah seorang penulis wahyu- berkata: “Abu
Bakr mengutus kepadaku (utusan untuk memanggilku setelah) pembantaian
oleh penduduk Yamamah. Umar berada di sisinya. Lalu Abu Bakr mengatakan:
“Sesungguhnya pembunuhan telah memakan korban banyak manusia pada
peperangan Yamamah. Aku khawatir akan banyak pembunuhan terhadap para
penghafal Al-Qur’an di banyak tempat, sehingga banyak yang hilang dari
Al-Qur’an, kecuali bila kalian mengumpulkannya. Sungguh aku memandang
agar engkau kumpulkan Al-Qur’an.”
Abu Bakr mengatakan: “Aku katakan kepada Umar, ‘Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam!’ Maka Umar menjawab: ‘Itu, demi Allah, baik.’ Maka Umar terus mengulang-ulangi hal itu kepadaku, sehingga Allah Subhanahu wa ta’ala lapangkan dadaku untuk itu dan aku memandang sebagaimana pandangan Umar.
Zaid mengatakan: Umar duduk di sisi Abu Bakr dan tidak berbicara. Abu Bakr lalu mengatakan: “Sesungguhnya
engkau (wahai Zaid) adalah seorang yang masih muda, lagi cerdas dan
kami tidak curiga kepadamu. Engkau dahulu ikut menulis wahyu di zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka telusurilah Al-Qur’an dan
kumpulkanlah.”
Zaid mengatakan: “Maka
demi Allah, seandainya Abu Bakr membebani aku untuk memindahkan salah
satu gunung, itu tidak lebih berat bagiku daripada perintahnya kepadaku
untuk mengumpulkan Al-Qur’an.”
Aku katakan: “Bagaimana kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi?” Maka Abu Bakr mengatakan: “Itu, demi Allah, baik.”
Maka aku terus berdiskusi dengannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala lapangkan dadaku untuk apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
lapangkan untuknya dada Abu Bakr dan Umar. Aku pun bangkit sehingga aku
telusuri Al-Qur’an. Aku kumpulkan dari lembaran, potongan tulang,
pelepah kurma, dan dada-dada manusia. Sehingga aku dapatkan dua ayat
dari surat At-Taubah bersama Khuzaimah Al-Anshari, yang aku tidak dapati
keduanya pada seorang pun selain dia:
“Sungguh
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu…” (At-Taubah: 128-129) sampai akhir kedua ayat.
Dahulu lembaran-lembaran yang dikumpulkan padanya Al-Qur’an bersama Abu Bakr sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala wafatkan beliau. Lalu lembaran-lembaran itu bersama Umar sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala wafatkan dia, lalu lembaran-lembaran tersebut bersama Hafshah bintu Umar.
Hudzaifah
Ibnul Yaman mendatangi Utsman. Waktu itu, dia membantu penduduk Syam
berperang membuka daerah Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Irak.
Maka perselisihan mereka dalam bacaan (Al-Qur’an) telah membuat
Hudzaifah takut, sehingga beliau mengatakan kepada Utsman: “Wahai
Amirul Mukminin, segera selamatkan umat ini sebelum mereka berselisih
dalam Al-Qur’an seperti perselisihan Yahudi dan Nasrani.” Maka Utsman mengutus utusan kepada Hafshah: “Kirimkanlah kepada kami lembaran-lembaran (kumpulan Al-Qur’an) untuk kami salin dalam mushaf, lalu kami kembalikan kepadamu.”
Maka Hafshah mengirimkannya kepada Utsman, lalu beliau memerintahkan
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id Ibnu Al-Ash, dan Abdurrahman
bin Al-Harits bin Hisyam, untuk menyalinnya di mushaf-mushaf. Lalu
Utsman mengatakan kepada tiga orang Quraisy tersebut, ‘Bila kalian
berbeda dengan Zaid bin Tsabit pada sesuatu dari Al-Qur’an, maka
tulislah dengan bacaan Quraisy, karena Al-Qur’an turun dengan bahasa
mereka.” Maka mereka melakukannya. Ketika mereka telah selesai menyalin
lembaran-lembaran itu di mushaf-mushaf, ‘Utsman mengembalikannya kepada
Hafshah. Beliau kemudian mengirimkan ke tiap penjuru satu mushaf dari
yang mereka salin, lalu beliau memerintahkan agar Al-Qur’an selainnya
baik lembaran atau mushaf untuk dibakar.
Asy-Syatibi mengatakan: “Banyak orang menganggap bahwa mayoritas maslahat mursalah [1]
sebagai bid’ah, lalu mereka menyandarkan bid’ah ini kepada para sahabat
dan tabi’in. Kemudian mereka menjadikan hal ini sebagai hujjah untuk
membenarkan ibadah yang mereka buat-buat… (lalu beliau memberikan
beberapa contoh, di antaranya) bahwa para sahabat sepakat untuk
mengumpulkan Al-Qur’an padahal tidak ada nash (dalil) yang jelas dalam
hal mengumpulkan Al-Qur’an dan menulisnya. Bahkan sebagian sahabat
mengatakan: ‘Bagaimana kita melakukan sesuatu yang tidak dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?’ … Akan tetapi mereka melihat
adanya maslahat yang sesuai dengan tindakan-tindakan syariat yang pasti,
karena pengumpulan itu kembalinya kepada penjagaan syariat. Sementara
perintah untuk menjaga syariat itu sesuatu yang sangat diketahui. Hal
itu juga menutup jalan menuju perselisihan dalam Al-Qur’an.”
(Al-I’tisham)
Footnote:
[1] Suatu maslahat yang tidak dianjurkan dengan nash syariat secara tegas dan jelas, namun tidak juga dilarang.
Sumber: asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar