Berikut beberapa nukilan penjelasan Syaikhuna Muhammad bin Abdillah Al-Imam -حفظه الله- dalam pelajaran Shahih Al-Bukhary:
Bab Orang Yang Tidak Suka Ikut Serta Menyemarakkan Pengusung Fitnah dan Pengusung Kezhaliman
عن ابْنُ عَبَّاسٍ: أَنَّ أُنَاسًا مِنَ
المُسْلِمِينَ كَانُوا مَعَ المُشْرِكِينَ، يُكَثِّرُونَ سَوَادَ
المُشْرِكِينَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَيَأْتِي السَّهْمُ فَيُرْمَى فَيُصِيبُ أَحَدَهُمْ فَيَقْتُلُهُ، أَوْ
يَضْرِبُهُ فَيَقْتُلُهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِنَّ الَّذِينَ
تَوَفَّاهُمُ المَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ} [النساء: 97]
“Dari Ibnu ‘Abbas -رضي الله عنهما-: Bahwa
beberapa orang dari kaum muslimin berada bersama kaum musyrikin,
memperbanyak barisan kaum musyrikin menentang Rasulullah -صلى الله عليه وسلم-.
Lalu anak panah dilemparkan lalu mengenai salah satu dari orang-orang
tersebut, sehingga membunuhnya, atau mengenainya lalu membunuhnya. Maka
Allah تعالى menurunkan: “Sesungguhnya orang-orang yang
dimatikan oleh malaikat dalam kondisi menzhalimi diri-diri mereka …”
(An-Nisaa: 97).”
Kelengkapan ayat yang turun adalah:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ
الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا
كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ
وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
وَسَاءَتْ مَصِيراً(97) إِلا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ
وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ
سَبِيلاً(98) فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ
اللَّهُ عَفُوّاً غَفُوراً(99)
” Sesungguhnya orang-orang yang dimatikan oleh malaikat
dalam keadaan menzhalimi diri-diri mereka, (kepada mereka) malaikat
bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab: “Adalah
kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat
berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya adalah neraka Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas
baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya
upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), maka mereka itu,
mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun.” (An-Nisaa: 97-99)
Asy-Syaikh berkata:
Allah تعالى menurunkan ayat ini terkait dengan beberapa
orang shahabat yang telah berislam di Makkah dan belum berhijrah, mereka
dilarang oleh keluarga mereka, maka mereka tetap di Makkah. Ketika
terjadi peperangan antara Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan Quraisy
(perang Badr), kaum musyrikin meminta kepada shahabat yang ada di Makkah
untuk bergabung bersama kaum musyrikin, kalau tidak maka mereka akan
disakiti. Maka sebagian orang bergabung bersama kaum musyrikin, meski
mereka tidak ingin memerangi Nabi dan para shahabat dan mereka tidak
ikut berperang. Akan tetapi mereka telah bergabung ikut keluar, dan
dengan bergabungnya ini telah terjadi penambahan jumlah.
Karenanya Al-Imam Al-Bukhary di sini membuat Bab: Bab Orang Yang Tidak Suka Ikut Serta Menyemarakkan Pengusung Fitnah dan Pengusung Kezhaliman
Diriwayatkan dari hadits Ibnu Mas’ud رضي الله عنه oleh Abu Ya’la dan selainnya bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ كَثَّرَ سَوَادَ قَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ، وَمَنْ رَضِيَ عَمَلَ قَوْمٍ كَانَ شَرِيكًا لِمَنْ عَمِلَهُ
“Siapa yang menyemarakkan suatu kaum maka dia termasuk
bagian darinya. Dan siapa yang ridha dengan perbuatan suatu kaum maka
dia termasuk ikut serta dengan orang yang melakukannya.”
Dan hadits ini juga disebutkan oleh Al-’Ujluny dalam Kasyf
Al-Khafa’ dan dia mendha’ifkannya, dan juga datang dari hadits Abu Dzar
رضي الله عنه.
Kesimpulannya: Menyemarakkan pengusung maksiat atau
fitnah secara sengaja -artinya dia tahu bahwa mereka itu pengusung
maksiat atau fitnah- dan dia mampu untuk menghindar, maka jika dia
lakukan penyemarakan ini maka dia berdosa dengan sikapnya ini. Dan jika
dia menyemarakkan namun tidak tahu bahwa mereka itu pengusung maksiat
atau fitnah, maka dia dalam hal ini tidak berdosa, dan dia dituntut
untuk berhati-hati dan meneliti, sampai jika sudah serius maka dia telah
mengetahui perkara itu sesuai dengan hakikatnya.
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang menyemarakkan
pengusung fitnah dalam kondisi dia tahu akan hal itu maka dia dihukumi
telah terjatuh dalam dosa besar, karena Allah تعالى berfirman (yang
maknanya): “Orang-orang itu tempatnya adalah neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” Maka ancaman yang sangat keras ini yaitu dengan jahannam menunjukkan bahwa perbuatan ini merupakan dosa besar.
Maka kaum muslimin sangat membutuhkan untuk menjauhi dari
membantu orang-orang yang berada dalam kejelekan dan kerusakan, dalam
bentuk apapun bantuan tersebut, dalam bentuk pertikaian, dalam bentuk
harta, dalam bentuk mengelabui kaum muslimin, dan selain itu. Kaum
muslimin butuh untuk berhati-hati dari perkara ini dengan kehati-hatian
yang tinggi. Kalau tidak maka bisa terjatuh pada keikut sertaan dalam
perkara yang membuat Allah تعالى murka.
Demikian juga orang yang bergabung bersama pengusung fitnah
dengan bentuk keridhaan maka dia ikut berdosa, meskipun dia tidak ikut
bergabung keluar dalam gerakan. Namun dia ridha dengan fitnah tersebut,
maka dia berdosa, dia mendapat dosa seperti dosa mereka, meski dia tidak
bergabung bergerak bersama mereka.
Abu Dawud meriwayatkan dari hadits Al-’Ursy bin ‘Umairah رضي الله عنه bahwa Rasullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا عُمِلَتِ الْخَطِيئَةُ فِي الْأَرْضِ
كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا، -وَقَالَ: مَرَّةً أَنْكَرَهَا- كَانَ
كَمَنْ غَابَ عَنْهَ، وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ
شَهِدَهَا
“Jika diketahui adanya kekeliruan di muka bumi maka
orang yang menyaksikannya lalu membencinya -beliau juga berkata:
terkadang mengingkarinya- maka dia seperti orang yang tidak
menyaksikannya. Dan orang yang tidak menyaksikannya lalu dia meridhainya
maka dia seperti orang yang menyaksikannya.” Artinya seperti orang yang menyaksikannya dan menyetujuinya.
Maka Rasulullah menjadikan orang yang tidak menyaksikan
namun ridha dengan kekeliruan seperti orang yang menyaksikannya dan
ridha dengan kekeliruan tersebut.
Kemudian Asy-Syaikh berkata:
Maka keridhaan terhadap kemunkaran ini menjadikan orang
yang ridha dengannya termasuk ikut serta dengan mereka yang bersentuhan
langsung dengan penyimpangan tersebut.
Keikut sertaan dalam suatu maksiat:
Pertama: Terjadi dengan keridhaan terhadapnya.
Kedua: Terjadi dengan kehadiran di tengah mereka
meski tidak ikut langsung melakukannya. Meski dia tidak malakukannya
hanya saja dia terhitung dalam orang yang melakukannya. Dan in lebih
parah dari yang pertama.
Ketiga: Terjadi dengan keridhaan, lalu bergabung
bergerak bersamanya, kemudian ikut melakukannya. Maka ini lebih parah
dari yang sebelumnya dalam kejelekan dan dosa.
Maka seorang muslim harusnya berhati-hati dari ikut
menyaksikan majelis-majelis kejelekan, kebathilan, kebid’ahan dan
kemaksiatan. Telah diriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما
bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka
jangan duduk dalam hidangan yang disajikan pada khamr (minuman
memabukkan).”
Kalau ada berkata: “Aku tidak minum khamr!“. Maka dikatakan padanya: “Tapi
kau sudah hadir, ini adalah keikut sertaan, apa yang kau lakukan
bersama mereka? Mereka berada pada kafasikan yang besar dan kau hadir
bersama mereka?” Maka demikian pula dalam perkara bid’ah dan penyimpangan. Yang dituntut adalah menjauhi fitnah sebisa mungkin.
Pertanyaan: Bagaimana dengan yang berta’ashub kepada
sebagian untuk melawan sebagian yang lain, apakah ini termasuk keikut
sertaan dalam fitnah?
Jawab: Ini termasuk keikut sertaan dalam fitnah.
Yang berta’ashub ini perlu dihukum lebih dari pada yang melakukan
pertikaian dan khilaf. Untuk apa ta’ashub ini? Kita semua (kaum muslimin
apalagi ahlus sunnah) itu ikhwah. Untuk yang ini memusuhi yang ini. Ini
tidak pantas seorang muslim itu berta’ashub.
Dari pelajaran Shahih Al-Bukhary tanggal 19 Rajab 1434 H.
Rekaman pelajaran ada di Bag. Dokumentasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar