Berikut ini
beberapa contoh hadits yang diriwayatkan dan disebutkan oleh sebagian penulis
dalam karya tulis mereka yang tidak memiliki sanad dan tidak disebutkan dalam
kitab-kitab induk yang mengumpulkan hadits Rasulullah n.
Beberapa contoh ini sengaja kami sebutkan untuk menjelaskan bahwa para ulama
hadits senantiasa memeriksa kondisi riwayat-riwayat serta memisahkan
hadits-hadits yang bisa dijadikan sebagai hujjah (dalil) dan hadits-hadits yang
tidak bisa dijadikan sebagai sandaran.
1. Hadits:
هِمَّةُ الرِّجَالِ تُزِيلُ الْجِبَالَ
“Semangat kaum lelaki dapat melenyapkan gunung.”
Ini bukan hadits. Ismail al-Ajluni berkata, “Saya tidak menemukannya sebagai hadits. Akan tetapi, ada yang menukil dari Ahmad al-Ghazali (kakak kandung Muhammad al-Ghazali, penulis Ihya ‘Ulumiddin, pen.) bahwa ia berkata, Rasulullah n bersabda, ‘Semangat kaum lelaki dapat melenyapkan gunung.’ Maka dari itu, hendaknya dipelajari.” (Kasyful Khafa’, 2/444)
Perkataan beliau ini dikomentari oleh Asy-Syaikh Al-Albani. Beliau t berkata, “Aku katakan, kami telah merujuk kepada kitab-kitab sunnah, namun kami tidak menemukan asal hadits ini. Bahwa hadits ini disebutkan oleh Ahmad al-Ghazali, namun tidak dapat menetapkan hadits ini. Dia bukan seorang ahli hadits. Dia hanya seperti saudaranya dari kalangan fuqaha Sufi. Betapa banyak hadits yang disebutkan dalam kitab saudaranya, Ihya ‘Ulumiddin, yang dia pastikan penisbatannya kepada Nabi n, padahal kondisinya seperti apa yang disebutkan oleh al-Hafizh al-Iraqi dan yang lainnya, ‘Tidak ada asalnya’.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 3)
هِمَّةُ الرِّجَالِ تُزِيلُ الْجِبَالَ
“Semangat kaum lelaki dapat melenyapkan gunung.”
Ini bukan hadits. Ismail al-Ajluni berkata, “Saya tidak menemukannya sebagai hadits. Akan tetapi, ada yang menukil dari Ahmad al-Ghazali (kakak kandung Muhammad al-Ghazali, penulis Ihya ‘Ulumiddin, pen.) bahwa ia berkata, Rasulullah n bersabda, ‘Semangat kaum lelaki dapat melenyapkan gunung.’ Maka dari itu, hendaknya dipelajari.” (Kasyful Khafa’, 2/444)
Perkataan beliau ini dikomentari oleh Asy-Syaikh Al-Albani. Beliau t berkata, “Aku katakan, kami telah merujuk kepada kitab-kitab sunnah, namun kami tidak menemukan asal hadits ini. Bahwa hadits ini disebutkan oleh Ahmad al-Ghazali, namun tidak dapat menetapkan hadits ini. Dia bukan seorang ahli hadits. Dia hanya seperti saudaranya dari kalangan fuqaha Sufi. Betapa banyak hadits yang disebutkan dalam kitab saudaranya, Ihya ‘Ulumiddin, yang dia pastikan penisbatannya kepada Nabi n, padahal kondisinya seperti apa yang disebutkan oleh al-Hafizh al-Iraqi dan yang lainnya, ‘Tidak ada asalnya’.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 3)
2. Hadits:
الْحَدِيثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ الْبَهَائِمُ الْحَشِيشَ
“Berbincang di dalam masjid memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana hewan ternak memakan rumput.”
Hadits ini juga tidak ada asalnya. Hadits ini disebutkan oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya (1/136).
Al-Hafizh Al-Iraqi berkata, “Aku tidak menemukan asal hadits ini.”
As-Subki mengatakan dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah, “Aku tidak menemukan sanadnya.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 4)
3. Hadits:
تَوَسَّلُوا بِجَاهِي فَإِنَّ جَاهِي عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ
“Bertawassullah kalian dengan kemuliaanku, karena kemuliaanku di sisi Allah sungguh agung.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam At-Tawassul wal-Wasilah mengatakan, “Hadits ini dusta. Tidak terdapat sedikit pun dalam kitab-kitab kaum muslimin yang dijadikan sandaran oleh para ahli hadits. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang menyebutkannya.” (At-Tawassul wal Wasilah hlm. 129)
Asy-Syuqairi t berkata, “Dusta, palsu, dan diada-adakan. Tidak punya asal di seluruh kitab sunnah. Tidak ada yang menyampaikan hadits ini kepada manusia kecuali setan yang terkutuk. Semoga Allah l melaknatnya.” (As-Sunan wal Mubtada’at hlm. 265)
الْحَدِيثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ الْبَهَائِمُ الْحَشِيشَ
“Berbincang di dalam masjid memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana hewan ternak memakan rumput.”
Hadits ini juga tidak ada asalnya. Hadits ini disebutkan oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya (1/136).
Al-Hafizh Al-Iraqi berkata, “Aku tidak menemukan asal hadits ini.”
As-Subki mengatakan dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah, “Aku tidak menemukan sanadnya.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 4)
3. Hadits:
تَوَسَّلُوا بِجَاهِي فَإِنَّ جَاهِي عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ
“Bertawassullah kalian dengan kemuliaanku, karena kemuliaanku di sisi Allah sungguh agung.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam At-Tawassul wal-Wasilah mengatakan, “Hadits ini dusta. Tidak terdapat sedikit pun dalam kitab-kitab kaum muslimin yang dijadikan sandaran oleh para ahli hadits. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang menyebutkannya.” (At-Tawassul wal Wasilah hlm. 129)
Asy-Syuqairi t berkata, “Dusta, palsu, dan diada-adakan. Tidak punya asal di seluruh kitab sunnah. Tidak ada yang menyampaikan hadits ini kepada manusia kecuali setan yang terkutuk. Semoga Allah l melaknatnya.” (As-Sunan wal Mubtada’at hlm. 265)
4. Hadits:
إِذَا أَعْيَتْكُمُ الْأُمُورُ فَعَلَيْكُمْ بِأَصْحَابِ الْقُبُورِ
“Jika berbagai urusan melemahkan kalian, hendaklah kalian berlindung kepada penghuni kubur.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t mengatakan, “Ini hadits yang dusta berdasarkan kesepakatan para ulama hadits. Hadits ini dibuat untuk membuka pintu kesyirikan.” (Majmu’ Fatawa, 11/293. Lihat pula dalam Ar-Raddu ‘alal Bakri hlm. 483)
إِذَا أَعْيَتْكُمُ الْأُمُورُ فَعَلَيْكُمْ بِأَصْحَابِ الْقُبُورِ
“Jika berbagai urusan melemahkan kalian, hendaklah kalian berlindung kepada penghuni kubur.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t mengatakan, “Ini hadits yang dusta berdasarkan kesepakatan para ulama hadits. Hadits ini dibuat untuk membuka pintu kesyirikan.” (Majmu’ Fatawa, 11/293. Lihat pula dalam Ar-Raddu ‘alal Bakri hlm. 483)
5. Hadits:
مَنْ زَارَنِي وَزَارَ أَبِي إِبْرَاهِيمَ فِي عَامٍ وَاحِدٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang menziarahiku dan ayahku, Ibrahim, pada tahun yang sama, dia masuk surga.”
Az-Zarkasyi mengatakan, “Sebagian huffazh (penghafal hadits) mengatakan bahwa hadits ini palsu. Tidak seorang pun ulama hadits yang meriwayatkannya. Demikian pula, An-Nawawi berkata, ‘Palsu dan tidak ada asalnya’.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 46)
مَنْ زَارَنِي وَزَارَ أَبِي إِبْرَاهِيمَ فِي عَامٍ وَاحِدٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang menziarahiku dan ayahku, Ibrahim, pada tahun yang sama, dia masuk surga.”
Az-Zarkasyi mengatakan, “Sebagian huffazh (penghafal hadits) mengatakan bahwa hadits ini palsu. Tidak seorang pun ulama hadits yang meriwayatkannya. Demikian pula, An-Nawawi berkata, ‘Palsu dan tidak ada asalnya’.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 46)
6. Hadits:
اخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
“Perselisihan umatku adalah rahmat.”
Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan, “Hadits ini tidak ada asalnya. Para ahli hadits telah berusaha mencari sanad hadits ini, namun mereka tidak menemukannya. Namun, As-Suyuthi berkata dalam al-Jami’ ash-Shaghir, ‘Mungkin saja disebutkan dalam sebagian kitab para hafizh, namun tidak sampai kepada kita.’ Menurut saya, hal ini jauh dari kebenaran. Ini menunjukkan bahwa sebagian hadits-hadits Nabi n telah hilang dari umat ini, dan hal ini tidak sepantasnya diyakini oleh seorang muslim. Al-Munawi menukil dari As-Subki bahwa ia berkata, ‘Tidak diketahui di kalangan ahli hadits dan aku tidak menemukan hadits ini baik dengan sanad yang sahih, lemah, maupun palsu sekalipun.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 57)
اخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
“Perselisihan umatku adalah rahmat.”
Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan, “Hadits ini tidak ada asalnya. Para ahli hadits telah berusaha mencari sanad hadits ini, namun mereka tidak menemukannya. Namun, As-Suyuthi berkata dalam al-Jami’ ash-Shaghir, ‘Mungkin saja disebutkan dalam sebagian kitab para hafizh, namun tidak sampai kepada kita.’ Menurut saya, hal ini jauh dari kebenaran. Ini menunjukkan bahwa sebagian hadits-hadits Nabi n telah hilang dari umat ini, dan hal ini tidak sepantasnya diyakini oleh seorang muslim. Al-Munawi menukil dari As-Subki bahwa ia berkata, ‘Tidak diketahui di kalangan ahli hadits dan aku tidak menemukan hadits ini baik dengan sanad yang sahih, lemah, maupun palsu sekalipun.” (Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah no. 57)
7. Hadits:
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهَ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
“Siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Rabbnya.”
Hadits ini tidak ada asalnya. Al-Fairuz Abadi berkata, “Bukan hadits Nabi n.” (Lihat Adh-Dha’ifah no. 66)
8. Hadits:
أَفْضَلُ النَّاسِ مَنْ قَلَّ طَعْمُهُ وَضَحِكُهُ، وَيَرْضَى بِمَا يَسْتُرُ بِهِ عَوْرَتَهُ
“Sebaik-baik manusia adalah yang sedikit makanan dan tertawanya, serta merasa cukup dengan sesuatu yang menutupi auratnya.”
Al-Hafizh Al-Iraqi t mengatakan dalam takhrij Al-Ihya (3/69), “Aku tidak menemukan asalnya.”
Demikian pula yang dikatakan Tajuddin As-Subki dalam At-Thabaqat al-Kubra. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 243)
Wallahu a’lam.
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهَ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
“Siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Rabbnya.”
Hadits ini tidak ada asalnya. Al-Fairuz Abadi berkata, “Bukan hadits Nabi n.” (Lihat Adh-Dha’ifah no. 66)
8. Hadits:
أَفْضَلُ النَّاسِ مَنْ قَلَّ طَعْمُهُ وَضَحِكُهُ، وَيَرْضَى بِمَا يَسْتُرُ بِهِ عَوْرَتَهُ
“Sebaik-baik manusia adalah yang sedikit makanan dan tertawanya, serta merasa cukup dengan sesuatu yang menutupi auratnya.”
Al-Hafizh Al-Iraqi t mengatakan dalam takhrij Al-Ihya (3/69), “Aku tidak menemukan asalnya.”
Demikian pula yang dikatakan Tajuddin As-Subki dalam At-Thabaqat al-Kubra. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 243)
Wallahu a’lam.
info: http://asysyariah.com/contoh-riwayat-tanpa-sanad.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar