Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di
dalam Surat Al-Isra ayat pertama yang berbunyi:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا
إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya : “Maha suci Allah yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang
diberkahi sekelilingnya untuk Kami
perlihatkantanda-tanda kekuasaan Kami,
bahwasanya Dia itu Maha Mendengar dan Maha Melihat“. (Q.S. Al-Isra / 17 : 1).
Berdasarkan ayat tersebut, Allah menempatkan Kedudukan
Masjid Al-Aqsha sebagai :
1) Nama yang diberikan langsung
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2) Merupakan tempat singgah
Isra Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
3) Merupakan tempat yang diberkahi Allah Subhanahu
Wa Ta’ala.
Selain ketiga kedudukan tersebut, Masjid Al-Aqsha juga
menjadi bagian dari agama Islam, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, yakni :
1) Masjid Al-Aqsha adalah kiblat pertama umat
Islam
Masjid Al-Aqsha di Palestina adalah kiblat pertama
umat Islam, sebelum Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan mengubah
arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha Palestina ke Masjid Al-Haram di Mekkah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menunaikan shalat menghadap
Masjid Al-Aqsha sewaktu berada di Mekkah sebelum Hijrah hingga hijrah ke
Madinah, dalam kurun waktu 16 bulan. Kemudian atas perintah Allah Subhanahu
Wa Ta’ala beliau shalat menghadap Ka’bah (Masjid Al-Haram) di Mekkah.
Di dalam hadits disebutkan sebagai berikut :
عَنْ
الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا حَتَّى نَزَلَتْ
الْآيَةُ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ
شَطْرَهُ…
Artinya : Dari Al-Bara bin ‘Azib berkata, “Saya shalat
bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghadap ke arah Baitul Maqdis
selama enam belas bulan, sampai turun ayat di dalam Surah Al-Baqarah WAHAITSU
MA KUNTUM FAWALLAU WUJUHAKUM SYATROH…” (H.R. Bukhari).
Ayat di dalam Surah Al-Baqarah yang dimaksud adalah
ayat 144 yaitu :
قَدْ نَرَى
تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi
dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah
/ 2 : 144).
Bukti peninggalan adanya peralihan kiblat dari Masjid
Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram, terbukti dengan adanya Masjid Qiblatain di
Madinah. Masjid Qiblatain merupakan masjid tempat di mana Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menerima perintah pemindahan arah kiblat itu. Maka disebut
Masjid Qiblatain artinya masjid dua kiblat.
2) Masjid Al-Aqsha adalah Bangunan Kedua
yang Diletakkan Allah di Bumi
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ
الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قَالَ
أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا
قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Artinya : “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang
pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Al-Masjid
Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian
Al-Masjid Al-Aqsha”. Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis” . Abu Dzar
bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh
tahun”. (H.R. Ahmad dari Abu Dzar).
Pondasi Masjid Al-Aqsha diletakkan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Dalam kurun
waktu sekian lama, bangunan itu rusak dan runtuh dimakan waktu. Areal tanah
sekitar Masjid Al-Aqsha juga termasuk ke dalam kawasan masjid tersebut. Nabi
Ibrahim ‘Alaihis Salam shalat di tanah itu, bagian Masjid Al-Aqsha.
Ibnul Qayyim Al-Jauzy menyebutkan, Masjid Al-Aqsha
dibangun kembali di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim ‘Alaihis
Salam, yakni Nabi Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Keturunan berikutnya, Nabi Daud bin Ya’qub ‘Alaihis Salam membangun
ulang masjid itu. Bangunan Masjid Al-Aqsha diperbaharui oleh putera Nabi
Dawud ‘Alaihis Salam, yakni Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.
Mereka para nabi utusan Allah membangun kembali Masjid Al-Aqsha adalah untuk
tempat ibadah mendirikan shalat di dalamnya, bukan mendirikan kuil sinagog
seperti klaim Zionis Yahudi.
3) Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat
Ziarah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah
Tentang anjuran yang sangat untuk berziarah
Masjid Al-Aqsha disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di
dalam hadits :
لاَ تُشَدُّ
الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي
هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ
Artinya
: “Tidak dikerahkan melakukan suatu perjalanan kecuali
menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid
An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)”. (H.R.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Dengan dasar hadits ini, Masjid Al-Aqsha merupakan
tempat kunjungan yang mulia. Maka sangat dianjurkan untuk berziarah ke sana,
shalat di dalamnya, dan mengetahui secara mendalam tentangnya.
Begitu mulianya berziarah ke masjid Al-Aqsha tersebut,
hampir seluruh sahabat utama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
pernah berkunjung ke sana. Beberapa di antaranya yaitu Umar bin
Khattab saat menjadi Khalifah, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Abdullah bin Umar, Abdullah bin ‘Abbas, Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu’az
bin Jabbal, Bilal bin Rabbah, Khalid bin Walid, Abu Dzar Al-Ghiffari,
Salman Al-Farisi, Abu Darda, Abu Mas’ud Al-Anshari, Amr bin ‘Ash, Abdullah bin
Salam, Said bin Zaid, Murrah bin Ka’ab, Abdullah bim Amr bin Ash, Mu’awiyah bin
Abu Sufyan, Auf bin Malik, Ubadah bin Shamit, Sa’id bin Al-Ash, dan Shafiyah
isteri Rasulullah.
Demikian pula kalangan ulama dari
kalangan tabi’in dan tokoh-tokoh ahli fiqih terkenal pernah berziarah ke
Masjid Al-Aqsha, di antaranya Imam Asy-Syafi’i, Imam Al-Ghazali,
Sufyan Ats-Tsauri, Rabi’ah Al-Adawiyah, Malik bin Dinar, Uwais Al-Qaruj,
Imam Al-Auza’i, Muqatil bin Sufyan, Tsauban bin Yamrad, Dzum Num Al-Misri,
Abdul Wahid Al-Hambali, Imam Abu Bakar Al-Thurthutsi, Imam Abu Bakar Al-‘Arabi,
Abu Bakar Al-Jurjani, Abu Al-Hasan Al-Zuhri, dan yang lainnya.
4) Keutamaan Pahala Shalat di Masjid
Al-Aqsha
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan pahala
shalat di Masjid Al-Aqsha. Ada yang menyebutkan 1.000 kali, 500 kali, dan 250
kali lebih baik daripada shalat di masjid lain, selain Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi.
Hadits yang menyebutkan shalat di Masjid Al-Aqsha
lebih utama 1.000 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :
أَنَّ
مَيْمُونَةَ مَوْلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَا
نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ
ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Artinya : “Sesunggunya Maimunah pembantu Nabi berkata,
“Ya Nabiyallah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis”. Maka Rasulullah
menjawab, “Bumi tempat bertebaran dan tempat berkumpul. Datangilah ia, maka
shalatlah di dalamnya, karena sesungguhnya shalat di dalamnya seperti seribu
kali shalat dari shalat di tempat lain”. (HR Ahmad).
Hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid
Al-Aqsha lebih utama 500 kali dibandingkan shalat di masjid lain berasal dari
Abu Dzar, yaitu :
الصلاة في
المسجد الحرام بمائة ألف صلاة، والصلاة في مسجدي، بألف صلاة، والصلاة في بيت
المقدس بخمسمائة صلاة
Artinya : ”Sholat di Masjidil Haram lebih utama
seratus ribu kali lipat daripada sholat di masjid-masjid lainnya. Sholat
di Masjid Nabawi lebih utama seribu kali lipat. Dan sholat di Masjidil Aqsha
lebih utama lima ratus kali lipat.” (HR Ahmad dari Abu Darda).
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid
Al-Aqsha lebih utama 250 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :
تَذَاكَرْنَا
وَ نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ: أَيُّهُمَا أَفْضَلُ, مَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أو مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : صلاة في مَسْجِدِيْ هذا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ
صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَ لَنِعْمَ الْمُصَلَّى وَ لَيُوُشِكَنَّ أَنْ لاَ يَكُوْنَ
لِلَّرَجُلِ مِثْلُ شَطَنِ فَرَسِهِ مِنَ اْلأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ
الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيْعًا أَوْ قَالَ خَيْرٌ مِنَ
الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا .
Artinya : “Kami saling bertukar pikiran tentang mana
yang lebih utama, masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau Baitul
Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Satu shalat di
masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat
yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran
kekang kudanya dari tempat itu terlihat Baitul Maqdis lebih baik baginya dari
dunia seluruhnya”, atau ,”lebih baik dari dunia seisinya”. (HR Ath-Thabrani dan
Al-Hakim).
Bahkan pada hadits lain disebutkan, bahwa siapa yang
shalat di Masjid Al-Aqsha (Baitul Maqdis), Allah berkenan mengampuni
dosa-dosanya sebagaimana bayi dilahirkan.
أَنَّ
سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ
الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – خِلَالاً ثَلَاثَةً؛ سَأَلَ اللهَ –
عَزَّ وَجَلَّ – : حُكْماً يُصَادِفُ حُكْمَهُ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ –
عَزَّ وَجَلَّ – مُلْكاً لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، فَأُوتِيَهُ،
وَسَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – حِيْنَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ
لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إلَّا الصَّلَاةُ فِيْهِ أَنْ يُخْرِجَهُ
مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِي رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا
وَأَرْجُو أَنْ يَكُوْنَ قَدْ أُعطِيَ الثَّالِثَةَ).
Artinya : ”Sesungguhnya ketika Sulaiman bin Dawud
membangun kembali Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah ’Azza Wa Jalla
tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah ’Azza Wa Jalla agar (diberi
taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukum-Nya, lalu dikabulkan; dan
meminta kepada Allah ’Azza Wa Jalla dianugerahi kerajaan yang tidak
patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan; serta memohon
kepada Allah bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorang pun yang
berkeinginan shalat di situ, kecuali agar dikeluarkan kesalahannya seperti hari
ia dilahirkan oleh ibunya (dalam riwayat lain : Lalu Nabi Muhammad Shallallaahu
’Alaihi Wasallam bersabda : ”Ada pun yang kedua, maka telah
diberikan. Dan aku berharap, yang ketiga pun dikabulkan)”. (HR. An-Nasa’i).
5) Masjid
Al-Aqsha Negeri Para Nabi Utusan Allah
Para nabi utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
banyak diturunkan di kawasan Masjid Al-Aqsha Palestina dan sekitarnya. Sehingga
jejak-jejak langkah kaki para Nabi utusan dalam berdakwah mengesakan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, mengajak manusia menyembah dan memperibadati Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, terukir abadi di negeri para nabi, Al-Aqsha Palestina. Hal itu
juga dibuktikan dengan peninggalan sejarah Islam dengan adanya makam-makam para
Nabi utusan Allah Subhananhu Wata’ala, seperti : makam Nabi Ibrahim ‘Alaihis
Salam, makam Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam, makam Nabi Musa
‘Alaihis Salam, makam Nabi Dawud ‘Alaihis Salam, makam Nabi Yunus
‘Alaihis Salam, dan makam Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.
Bahkan pada waktu Isra Mi’raj, Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mengimami shalat jama’ah bersama para nabi di Masjid
Al-Aqsha. Seperti tertuang dalam hadits Riwayat Muslim berikut, yang artinya :
“….. Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama’ah
para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar
seakan-akan dia termasuk suku Sanu’ah. Dan ada pula ‘Isa bin Maryam ‘Alaihi
Salam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah
‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim ‘Alaihi Salam sedang
berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini,
yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami
mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): “Wahai Muhammad, ini adalah
Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!” Aku pun menoleh kepadanya,
namun dia mendahuluiku memberi salam” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Beberapa penjelasan tentang makna “tanah yang
diberkahi sekelilingnya” sebagaimana tersebut di dalam Surah Al-Isra ayat pertama,
yakni negeri Syam, termasuk di dalamnya Masjid Al-Aqsha. Keberkahan yang
dimaksud, antara lain karena di Syam-lah Allah mengutus banyak Nabi dan
Rasul-Nya. Syam juga menjadi tempat berlangsungnya kisah-kisah yang ditunjukkan
Al-Qur’an. Para malaikat turun di sana dengan membawa wahyu, dan dengan wahyu
itu para Rasul berdakwah. Di tanah Syam pula banyak nabi dikuburkan. Nabi Isa,
Nabi Dawud, dan Nabi Sulaiman berdakwah di Syam.
Nabi Ibrahim dan Luth pun bermigrasi ke Syam seperti
firman Allah, yang artinya : “Kami berfirman, `Hai api menjadi dinginlah, dan
menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,’ mereka berbuat makar terhadap Ibrahim,
maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami
selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya
untuk sekalian manusia.” (QS. Al-Anbiya / 21 : 69-71).
Tanah Syam adalah negeri yang ditetapkan Allah untuk
menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kekejaman Fir’aun. Syam adalah negeri
tempat dikuburkannya Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, dan Musa.
Di dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari Zaid bin
Tsabit Al-Anshari disebutkan, yang artinya, “Saya mendengar Rasulullah
bersabda: ‘Betapa diberkahinya Syam! Betapa diberkahinya Syam!’ Lalu
orang-orang bertanya, ‘Bagaimana ia diberkahi wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab,
‘Para malaikat membentangkan sayapnya di atas Syam, dan para nabi telah
membangun Baitul Maqdis (Al Quds).” Ibnu Abbas menambahkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Dan para nabi tinggal di Syam, dan tidak ada sejengkal pun kota
Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di
sana.” (HR. At-Tirmidzi).
6) Masjid
Al-Aqsha merupakan Tempat bertolaknya jama’ah
Haji / Umrah
Hal ini berdasarkan hadits berikut :
مَنْ
أَحْرَمَ مِنْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
Artinya : “Barangsiapa berihram dari Baitul
Maqdis Allah mengampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Ahmad dari Ummu
Salamah isteri Rasulullah).
Maka, baik sekali, kalau berdasarkan hadits tentang
anjuran yang sangat kuat untuk berziarah ke tiga masjid, yakni Masjidil Haram
di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsha di Palestina, serta
hadits di atas, jika umat Islam melaksanakan haji atau umrah plus ziarah ke
Masjid Al-Aqsha. Berdasarkan nash hadits di atas, maka ziarah dulu ke Masjid
Al-Aqsha, baru kemudian melaksanakan umrah/haji.
7) Masjid Al-Aqsha adalah Tanah Waqaf
Milik Islam
Khalifah Umar bin Khattab telah melakukan perjalanan
ziarah ke Palestina, ketika penduduk negeri itu mensyaratkan bahwa yang berhak
menerima penyerahan Palestina harus Umar sendiri selalu pemimpin umat Islam
(Khalifah). Pada waktu itu warga Palestina termasuk kaum Nasrani
memberikan mandat kepada Khalifah Umar bahwa diri mereka, harta mereka, dan
semua kepecayaan di sana, untuk dijaga dan dipelihara oleh Islam. Khalifah Umar
bin Khattab membebaskan kembali Masjid Al-Aqsha tersebut pada tahun 638 M.
Khalifah Umar bin Khattab kemudian membangunnya kembali dengan kayu di atas
pondasi aslinya. Khalifah Umar bin Khattab mewaqafkannya untuk umat Islam, agar
jangan sampai diperjualbelikan dan jatuh ke tangan orang di luar Islam.
Jauh setelah masa Khalifah Umar bin Khattab, kemudian
bangunan fisik Masjid Al-Aqsha disempurnakan dengan batu permanen pada jaman
Mulkan Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Pada tahun 691 M.
(72 H.), Abdul Malik bin Marwan selain merehab dan merenovasi Masjid Al-Aqsha,
dengan kubah berwarna kebiruan, juga mendirikan sebuah bangunan berbentuk kubah
untuk melindungi batu tempat pijakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akan dimi’rajkan ke
langit. Bangunan itu terletak sekitar 100 meter di sebelah utara Masjid
Al-Aqsha, yang kemudian disebut dengan Kubah Ash-Shakhrah (artinya Kubah Batu),
dalam bahasa Inggris disebut Dome of the Rock. Kubahnya berwarna
kuning keemasan.
Masa berikutnya, adalah orang dari luar Palestina,
yakni Shalahuddin Al-Ayyubi dari negeri Kurdi Iraq yang bersumpah kepada
dirinya untuk tidak akan tersenyum selama hidupnya sebelum membebaskan kompleks
Masjid Al-Aqsha dan kawasan sekitarnya, dari penjajahan tentara Salibis yang
juga bukan haknya. Akhirnya, melalui perjuangan panjang pada tanggal 27 Rajjab
573 H. / 2 Oktober 1187 Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya
dapat dibebaskan kembali dari penjajahan yang telah menguasai selama 88 tahun.
Berikutnya, Sulthan Abdul Hamid II
(tahun 1876-1911 M.) dengan gigih mempertahankan Masjid Al-Asha
sebagai hak waqaf umat Islam, dan tidak memberikan sejengkalpun tanah Palestina
dan kompleks Masjid Al-Aqsha untuk dikuasai oleh selain umat Islam yang memang
yang bukan haknya. Sentral kepemimpinan umat Islam mempertahankan tanah waqaf
kompleks Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya berlangsung
selama lebih kurang 1.200 tahun lamanya hingga tahun 1917 M.
8) Masjid Al-Aqsha adalah tempat
yang akan dibebaskan oleh hamba-hamba-Nya
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍشَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا
Artinya : “Maka apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu
hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di
kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (Q.S. Al-Isra /
17 : 5).
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَوَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا
Artinya : “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran
untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan
anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (Q.S. Al-Isra / 17
: 6).
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُالْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَمَرَّةٍ
وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu
bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan
mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali
pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.
(QS Al-Isra : 7).
Di dalam hadits disebutkan :
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْقَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَحَتَّى يَأْتِيَهُمْ
أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Artinya : “Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku
yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan
tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang
kepada mereka keputusan Allah ‘Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan
demikian”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah mereka?”.
Beliau bersabda, “Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis”. (HR Ahmad
dari Abi Umamah).
عَنْ أَبِيهِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ
فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ
الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا
عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا
الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Raslullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum
Muslimin berperang dengan Yahudi, maka kaum Muslimin berhasil membunuh mereka
sehingga Yahudi bersembunyi di balik pohon dan batu. Lalu batu atau pohon itu
berkata : Wahai Muslim.. Wahai Abdullah… ini Yahudi sembunyi di belakangku,
maka segera bunuh dia, kecuali gharqad karena ia adalah dari pohon Yahudi.
(H.R. Muslim).
Wallahu a’lam bish showab. (L/R1/P02).
Oleh: Ali
Farkhan Tsani
*Penulis, Redaktur Mi’raj News Agency (MINA), Da’i
Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Indonesia, Duta Internasional “Al-Quds”,
Alumni Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauly Shana’a, Yaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar