Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Kamis, 22 Juni 2017

Bagaimana Seseorang Tahu Bahwa Dirinya Mendapatkan Lailatul Qadr?

 Asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani hafizhahullah

 Pertanyaan :
Bagaimana seseorang muslim bisa mengetahui bahwa dia telah menepati Lailatul Qadr, dengan upaya dia mencari pada malam-malam yang telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?

Al-‘Allamah al-Albani rahimahullah menjawab :
“Itu merupakan perkara yang dirasakan oleh hati, yang dirasakan oleh setiap orang yang diberi nikmat oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala kepadanya berupa bisa melihat (mendapatkan) Lailatul Qadr. Karena seseorang pada malam-malam (10 terakhir) tersebut berkosentrasi untuk beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berdzikir dan shalat. Maka Allah ‘Azza wa Jalla tampakkan kepada sebagian hamba-Nya dengan perasaan yang tidak seperti biasanya. Sampai-sampai orang-orang shalih pun, dia tidak merasakan pada semua waktunya.
Perasaan inilah yang mungkin untuk dijadikan sandaran, bahwa orangnya melihat (mendapatkan) Lailatul Qadr.
Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebuah pertanyaan yang menunjukkan bahwa seseorang merasakan bisa melihat Lailatul Qadr merupakan suatu yang memungkinkan. Yaitu tatkala ‘Aisyah menyampaikan pertanyaannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Rasulullah, Apabila aku melihat Lailatul Qadr maka apa yang seharusnya aku ucapkan?”
Nabi menjawab, “Ucapkanlah :
اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau pema’af, suka pada ma’af, maka ma’afkanlah aku.”
Pada hadits ini ada dua faidah,
Pertama, Bahwa seorang muslim memungkinkan untuk bisa merasakan secara pribadi bahwa dirinya telah mendapatkan Lailatul Qadr.
Kedua, Bahwa seorang muslim apabila merasakan itu (bahwa dirinya mendapatkan Lailatul Qadr) maka do’a terbaik yang dia ucapkan adalah do’a tersebut.
Dalam kesempatan ini, dalam kitab kami at-Targhib – pada sebagian durus terakhir – terdapat faidah : bahwa sesuatu terbaik yang diminta oleh seorang manusia kepada Rabb-nya Tabaraka wa Ta’ala adalah : permohonan ma’af dan ‘afiyah (penjagaan) di dunia dan di akhirat.
Ya, pada Lailatul Qadr terdapat beberapa tanda dan alamat yang tampak. Namun tanda-tanda tersebut bisa jadi tidak semua orang yang mengetahui Lailatul Qadr tersebut bisa melihat semua tanda-tanda tersebut. Karena tanda-tanda tersebut sebagiannya berkaitan dengan cuaca global di luar. Misalnya, tandanya adalah malam tersebut tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas, namun pertengahan. Bisa jadi seseorang berada dalam cuaca yang tidak memungkinkan bisa merasakan kondisi cuaca alami di negeri tersebut. demikian pula ada pula tanda-tanda yang terjadi setelah berlalunya Lailatul Qadr tersebut. Tanda-tanda tersebut terdapat pada pagi harinya, ketika matahari terbit. Yaitu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa Lailatul Qadr pagi harinya matahari terbit seperti bejana – seperi bulan – tidak ada sinar yang menyilaukan. Demikianlah kondisi matahari ketika terbit pada pagi hari Lailatul Qadr. Tanda ini bisa jadi terlihat oleh sebagain orang shalih, yang memiliki perhatian untuk mengamati tanda-tanda tersebut pada banyak Lailatul Qadr.
Yang penting, bagi seorang yang beribadah, tidak perlu berpegang pada tampaknya tanda-tanda seperti itu. Karena tampaknya tanda-tanda tersebut bersifat umum, yakni itu pembawaan cuaca. Tidak semua orang yang berada pada cuaca tersebut bisa melihat Lailatul Qadr. Yakni bisa jadi, seorang yang berada pada tingkat kejernihan jiwa, pada salah satu kesempatan dari malam yang penuh barakah tersebut, yaitu Allah dengan rahmat dan fadhilah-Nya menampakkan padanya, mengilhamkan dan menguatkan dengan tanda-tanda di atas, dan tanda-tanda lainnya.
Jadi, tanda-tanda yang tampak itu, tidak menunjukkan bahwa siapa yang menyaksikannya dan mengalaminya berarti dia telah telah melihat (mendapatkan) Lailatul Qadr. Ini permasalahan yang jelas.
Namun, satu kondisi yang seseorang mendapati dalam dirinya kejernihan ruhiyyah dan perasaan melihat (mendapati) Lailatul Qadr, dia mengarahkan kepada Allah permintaan (do’a)nya sebagaimana ketentuan syari’at. Inilah sisi yang semestinya kita dengungkan dan kita pentingkan. Semoga Allah mengkarunikan kepada kita malam tersebut.
Dari kaset : Muhadharat Mutafarriqah  no. 360
manhajul-anbiya.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar