Asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani hafizhahullah
Pertanyaan :
Bagaimana
seseorang muslim bisa mengetahui bahwa dia telah menepati Lailatul
Qadr, dengan upaya dia mencari pada malam-malam yang telah disebutkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
Al-‘Allamah al-Albani rahimahullah menjawab :
“Itu merupakan perkara yang dirasakan oleh hati, yang dirasakan oleh setiap orang yang diberi nikmat oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala
kepadanya berupa bisa melihat (mendapatkan) Lailatul Qadr. Karena
seseorang pada malam-malam (10 terakhir) tersebut berkosentrasi untuk
beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berdzikir dan shalat. Maka Allah ‘Azza wa Jalla tampakkan
kepada sebagian hamba-Nya dengan perasaan yang tidak seperti biasanya.
Sampai-sampai orang-orang shalih pun, dia tidak merasakan pada semua
waktunya.
Perasaan inilah yang mungkin untuk dijadikan sandaran, bahwa orangnya melihat (mendapatkan) Lailatul Qadr.
Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
sebuah pertanyaan yang menunjukkan bahwa seseorang merasakan bisa
melihat Lailatul Qadr merupakan suatu yang memungkinkan. Yaitu tatkala
‘Aisyah menyampaikan pertanyaannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Rasulullah, Apabila aku melihat Lailatul Qadr maka apa yang seharusnya aku ucapkan?”
Nabi menjawab, “Ucapkanlah :
اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau pema’af, suka pada ma’af, maka ma’afkanlah aku.”
Pada hadits ini ada dua faidah,
Pertama, Bahwa seorang muslim memungkinkan untuk bisa merasakan secara pribadi bahwa dirinya telah mendapatkan Lailatul Qadr.
Kedua, Bahwa seorang
muslim apabila merasakan itu (bahwa dirinya mendapatkan Lailatul Qadr)
maka do’a terbaik yang dia ucapkan adalah do’a tersebut.
Dalam kesempatan ini, dalam kitab kami at-Targhib – pada sebagian durus terakhir – terdapat faidah : bahwa sesuatu terbaik yang diminta oleh seorang manusia kepada Rabb-nya Tabaraka wa Ta’ala adalah : permohonan ma’af dan ‘afiyah (penjagaan) di dunia dan di akhirat.
Ya, pada Lailatul Qadr terdapat beberapa
tanda dan alamat yang tampak. Namun tanda-tanda tersebut bisa jadi
tidak semua orang yang mengetahui Lailatul Qadr tersebut bisa melihat
semua tanda-tanda tersebut. Karena tanda-tanda tersebut sebagiannya
berkaitan dengan cuaca global di luar. Misalnya, tandanya adalah malam
tersebut tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas, namun
pertengahan. Bisa jadi seseorang berada dalam cuaca yang tidak
memungkinkan bisa merasakan kondisi cuaca alami di negeri tersebut.
demikian pula ada pula tanda-tanda yang terjadi setelah berlalunya
Lailatul Qadr tersebut. Tanda-tanda tersebut terdapat pada pagi harinya,
ketika matahari terbit. Yaitu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan
bahwa Lailatul Qadr pagi harinya matahari terbit seperti bejana –
seperi bulan – tidak ada sinar yang menyilaukan. Demikianlah kondisi
matahari ketika terbit pada pagi hari Lailatul Qadr. Tanda ini bisa jadi
terlihat oleh sebagain orang shalih, yang memiliki perhatian untuk
mengamati tanda-tanda tersebut pada banyak Lailatul Qadr.
Yang penting, bagi seorang yang
beribadah, tidak perlu berpegang pada tampaknya tanda-tanda seperti itu.
Karena tampaknya tanda-tanda tersebut bersifat umum, yakni itu
pembawaan cuaca. Tidak semua orang yang berada pada cuaca tersebut bisa
melihat Lailatul Qadr. Yakni bisa jadi, seorang yang berada pada tingkat
kejernihan jiwa, pada salah satu kesempatan dari malam yang penuh
barakah tersebut, yaitu Allah dengan rahmat dan fadhilah-Nya menampakkan
padanya, mengilhamkan dan menguatkan dengan tanda-tanda di atas, dan
tanda-tanda lainnya.
Jadi, tanda-tanda yang tampak itu,
tidak menunjukkan bahwa siapa yang menyaksikannya dan mengalaminya
berarti dia telah telah melihat (mendapatkan) Lailatul Qadr. Ini
permasalahan yang jelas.
Namun,
satu kondisi yang seseorang mendapati dalam dirinya kejernihan ruhiyyah
dan perasaan melihat (mendapati) Lailatul Qadr, dia mengarahkan kepada
Allah permintaan (do’a)nya sebagaimana ketentuan syari’at. Inilah sisi yang semestinya kita dengungkan dan kita pentingkan. Semoga Allah mengkarunikan kepada kita malam tersebut.
Dari kaset : Muhadharat Mutafarriqah no. 360
manhajul-anbiya.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar