Oleh: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah
Tanya:
Pada usia berapa anak sudah harus saya ajarkan tentang perkara agama?
Jawab:
Fadhilatusy
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab,
“Pengajaran terhadap anak sudah harus dimulai ketika mereka telah
mencapai usia tamyiz1. Tentunya dimulai dengan tarbiyah diniyah
(pendidikan agama), berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam:
مُرُوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ
أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ،
وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah
anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh
tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak
mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.”2
Bila
anak telah mencapai usia tamyiz, orangtuanya diperintah untuk
mengajarinya dan mentarbiyahnya di atas kebaikan, dengan mengajarinya
Al-Qur`an dan hadits-hadits yang mudah. Mengajarinya hukum-hukum
syariat yang cocok dengan usia si anak, misalnya bagaimana cara
berwudhu dan bagaimana cara shalat. Si anak juga diajari
dzikir-dzikir ketika mau tidur, bangun tidur, ketika hendak makan,
minum, dan sebagainya. Selain itu, anak dilarang melakukan
perkara-perkara yang tidak pantas serta diterangkan kepadanya bahwa
perkara tersebut tidak boleh ia lakukan, seperti berdusta, namimah,
dan selainnya. Hingga si anak terdidik di atas kebaikan dan terdidik
untuk meninggalkan kejelekan sejak kecilnya.
Kenapa
pengajaran ini dilakukan pada usia tamyiz? Karena pada usia ini, si
anak bisa menalar apa yang diperintahkan kepadanya dan apa yang
dilarang. Urusan pengajaran anak ini sangatlah penting. Namun
sayangnya sebagian manusia lalai melakukannya terhadap anak-anak
mereka.
Mayoritas
orang tidak mementingkan perkara anak-anak mereka. Tidak
mengarahkannya dengan arahan yang baik, bahkan membiarkan mereka
tersia-siakan dari sisi tarbiyah diniyyah. Sehingga si anak tidak
diperintah mengerjakan shalat dan tidak dibimbing kepada kebaikan,
bahkan dibiarkan tumbuh di atas kebodohan dalam perkara agamanya
serta terbiasa melakukan perbuatan yang tidak baik. Anak-anak
dibiarkan bercampur-baur dan bergaul dengan orang-orang yang jelek,
berkeliaran di jalan-jalan, menyia-nyiakan pelajaran mereka (enggan
untuk belajar) serta kemudaratan lainnya, yang mana kebanyakan para
pemuda muslimin tumbuh di atasnya disebabkan sikap masa bodoh
orangtua mereka. Padahal para orangtua ini akan ditanya di hadapan
Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak, karena merekalah yang bertanggung
jawab terhadap anak-anak mereka.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
telah bersabda:
مُرُوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ
أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ،
وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Apa
yang diperintahkan dalam hadits di atas adalah pembebanan kepada para
orangtua yang harus mereka tunaikan. Dengan begitu, orangtua yang
tidak menyuruh anak-anak mereka mengerjakan shalat pada umur yang
telah disebutkan berarti ia telah bermaksiat kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.3 Ia telah melakukan keharaman dan meninggalkan
kewajibannya yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
terhadapnya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
bersabda:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ
رَعِيًّتِهِ
“Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa
yang dipimpinnya.” 4
Sangat
disesalkan, sebagian orangtua sibuk dengan perkara dunianya hingga
mengabaikan anak-anaknya. Tidak pula mereka menyempatkan waktunya
untuk anak-anaknya. Seluruh waktunya tersita untuk perkara-perkara
dunia. Kejelekan yang besar ini banyak dijumpai di negeri muslimin,
yang menjadi sebab buruknya tarbiyah anak-anak mereka. Jadilah
anak-anak tersebut tidak baik agama dan dunianya.
La
haula wala quwwata illa billahil ‘azhim. (Tiada daya dan upaya
kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Agung.” (Fatawa Nurun
‘Alad Darb, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan, hal. 115-116)
Footnote:
1
Belum baligh, namun sudah bisa menalar dan memahami ucapan serta
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. (–pent)
2
HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil, no. 247.
3
Tidak patuh dan taat kepada perintah beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan dalam
firman-Nya:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa
yang didatangkan oleh Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang
beliau larang maka berhenti (tinggalkan) lah.” (Al-Hasyr: 7)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
sendiri bersabda:
ماَ نَهَيْتُُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang aku larang kalian darinya, tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) –pent.
ماَ نَهَيْتُُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang aku larang kalian darinya, tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) –pent.
4
HR.Al-Bukhari dan Muslim
http://www.asysyari
ah.com/print.
php?id_online= 607
Tidak ada komentar:
Posting Komentar