Tanya: Apa pendapat Anda tentang
perbuatan sebagian wanita yang memotong bagian depan rambut mereka dengan
maksud berhias, yang biasa distilahkan poni?
Jawab: Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu
mengatakan: “Fuqaha Al-Hanabilah rahimahumullah menyebutkan dimakruhkan
wanita mengurangi
sedikitpun dari rambut kepalanya kecuali dalam tahallul
ibadah haji atau umrah. Akan tetapi mereka tidak menyebutkan dalil dalam
masalah ini. Sebagian fuqaha Al-Hanabilah bahkan sampai mengharamkan wanita
menggunting rambutnya kecuali dalam tahallul haji atau umrah. Akan tetapi
saya tidak mengetahui ada dalil bagi mereka dalam pengharaman tersebut.
Sehingga yang rajih (pendapat yang kuat) menurut saya adalah bila potongan
rambut wanita tersebut sampai menyerupai model rambut laki-laki atau
menyerupai wanita-wanita musyrik, maka hal itu tidak dibolehkan karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ الْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجاَلِ
“Beliau melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.”1
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.”2
Adapun bila potongan rambutnya tidak sampai pada batasan tersebut (tidak
menyerupai laki-laki atau menyerupai wanita kafir, pent.) maka dibolehkan.
Namun bersamaan dengan pendapat saya ini, saya tidak menyukai dan tidak
memandang baik bila wanita ataupun selain wanita sibuk mengikuti setiap model
baru yang ada. Karena, kalau kita asyik mengikuti setiap model baru dan
mengikuti semua yang datang dari luar maka pastilah kita akan memasuki pintu
taqlid (membebek) kepada mereka. Hingga bisa jadi taqlid kita kepada mereka
sampai dalam kesesatan akhlak, akidah, dan pemikiran yang ada pada mereka.”
(Fatawa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 2/831)
Tanya: Bolehkah wanita memendekkan bagian depan dari rambutnya yang terkadang
sampai di atas alis si muslimah? Jazakumullah khairan.
Jawab: Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu berkata: “Kami
tidak memandang adanya larangan memotong rambut bagi wanita, yang dilarang
adalah menggundulinya. Engkau (wahai saudari) tidak boleh menggundul rambut
kepalamu. Namun kalau engkau memotongnya karena terlalu panjang atau terlalu
lebat, kami tidak melihat adanya larangan. Namun hendaknya itu dilakukan
dengan cara yang baik yang engkau sukai dan disukai oleh suamimu. Di mana
kalian berdua bisa menyepakati bentuk potongan tersebut dengan syarat tidak menyerupai
wanita kafir. Karena mungkin bila dibiarkan panjang dan lebat akan sulit
membersihkan serta menyisirnya. Bila rambut si wanita lebat lalu ia memotong
sebagiannya karena terlalu panjang atau terlalu lebat maka tidak jadi
masalah. Atau karena bila dipangkas akan tampak lebih indah sehingga engkau
dan suamimu menyukainya, maka kami menganggap hal itu boleh-boleh saja.
Adapun mencukurnya sampai habis (gundul) tidak dibolehkan kecuali karena
alasan penyakit dan sejenisnya.” (Fatawal Mar`ah, hal. 85)
Memotong Rambut Seperti Model Barat
Tanya: Apa hukumnya memotong rambut dengan model yang diambil dari
majalah-majalah Barat atau model potongan yang dikenal di kalangan
orang-orang dengan nama tertentu, yang juga diambil dari Barat? Apabila telah
tersebar luas model potongan demikian di kalangan wanita muslimah, apakah
masih teranggap tasyabbuh?
Jawab: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Allah
Subhanahu wa Ta’ala menciptakan rambut wanita sebagai keindahan dan perhiasan
baginya, sehingga haram bagi si wanita mencukurnya kecuali karena darurat.
Bahkan dalam tahallul haji dan umrah, si wanita hanya disyariatkan memotong
rambutnya seukuran kuku, di mana dalam saat yang bersamaan (dalam dua ibadah
ini) lelaki disyariatkan mencukur rambutnya. Hal ini termasuk bukti bahwa
wanita dituntut memelihara rambutnya dan tidak memotongnya kecuali karena
kebutuhan, bukan semata alasan ingin berhias. Karena –misalnya– si wanita
sakit sehingga rambutnya perlu dipotong atau ia tidak mampu menyediakan
kebutuhan (biaya) perawatan rambutnya karena kefakirannya. Dalam keadaan
seperti ini, boleh bagi si wanita meringankan rambutnya dengan memotongnya,
sebagaimana hal ini dilakukan oleh sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sepeninggal beliau1.
Adapun bila si wanita memotong rambutnya karena tasyabbuh dengan
wanita-wanita kafir dan fasik, maka tidak diragukan keharamannya, walaupun
model seperti itu telah banyak tersebar di kalangan wanita muslimah, selama
asalnya tasyabbuh maka tetap haram. Tersebar bukanlah berarti pembolehan,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.”
Dan juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami, orang yang menyerupai (tasyabbuh) dengan
selain kami.”2
Kaidah dalam perkara ini adalah apa yang merupakan kebiasaan orang-orang
kafir secara khusus maka tidak boleh kita melakukannya dalam rangka tasyabbuh
dengan mereka. Karena tasyabbuh dengan mereka dalam perkara dzahir
menunjukkan kecintaan kepada mereka di dalam batin. Padahal Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman:
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Siapa di antara kalian berloyalitas dengan mereka (orang-orang kafir) maka
dia termasuk dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang dzalim.” (Al-Ma`idah: 51)
Berloyalitas kepada mereka adalah mencintai mereka dan termasuk fenomena
cinta adalah tasyabbuh dengan mereka.” (Al-Muntaqa min Fatawa
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/186, 187)
1 Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ
بِالنِّسَاءِ, وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
بِالرِّجَالِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai
wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885, 6834)
–pent.
2 HR. Ahmad 2/50, 92, Abu Dawud, dan selainnya dari Ibnu ‘Umar c. Dishahihkan
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1269. –pent.
1 Seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini:
Abu Salamah bin Abdirrahman, anak susu dari Ummu Kultsum bintu Abi Bakr,
saudara perempuan Aisyah radhiyallahu ‘anhum, menyatakan, “Aku masuk ke
tempat Aisyah x bersama saudara laki-laki sepersusuan Aisyah. Maka saudaranya ini bertanya kepada Aisyah
tentang mandi janabah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah pun meminta
diambilkan air dalam bejana yang berukuran sekadar satu sha’, lalu ia mandi,
sementara antara kami dan Aisyah ada penutup. Aisyah menuangkan air di
atas kepalanya sebanyak tiga kali. Kata Abu Salamah:
كَانَ أَزْوَاجُ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذْنَ مِنْ رُؤُسِهِنَّ
حَتَّى يَكُوْنَ كَالوَفْرَةِ
“Adalah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil
(memendekkan) rambut mereka hingga seperti wafrah.” (HR. Muslim no. 726)
Wafrah adalah rambut yang sampai ke kedua telinga dan tidak melebihinya.
Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu menyatakan bahwa yang umum di kalangan
wanita-wanita Arab adalah memanjangkan rambut mereka hingga dapat dijalin.
Adapun yang dilakukan oleh istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini
bisa jadi setelah wafat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka
tidak lagi butuh berdandan dan merasa tidak ada kebutuhan memanjangkan rambut
mereka, dalam rangka mempermudah perawatan rambut. Al-Imam An-Nawawi
rahimahullahu memastikan bahwa hal itu dilakukan oleh istri-istri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau meninggal, bukan di masa hidup
beliau. Kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, “Dalam hadits ini ada dalil
bolehnya wanita mengurangi rambutnya. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj, 3/229)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata, “Boleh bagi wanita
mengambil/memotong rambutnya jika tidak bertujuan untuk tasyabbuh dengan
wanita-wanita kafir. Namun kalau tujuannya tasyabbuh, tidaklah dibolehkan dengan
dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
dan hadits lainnya.” (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah,
hal. 148) -pent.
2 HR. At-Tirmidzi no. 2695 dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya.
Lihat Ash-Shahihah hadits no. 2194.
Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar