|
Dalam praktik bisnis pada
umumnya, pembeli sering berada dalam posisi dirugikan. "Kaidah" ini
tak terkecuali juga berlaku pada sistem asuransi. Pencairan klaim yang
dipersulit adalah contoh persoalan paling klise yang banyak dialami
tertanggung atau pemegang polis. Namun yang namanya pertaruhan,
tak ada yang
mau dirugikan begitu saja. Banyak juga kasus di mana tertanggung dengan
sengaja membakar atau menghilangkan asset miliknya menjelang habis masa
pertanggungan demi memperoleh klaim. Bagaimana Islam menyoroti
"perjudian" bernama asuransi ini? Simak kupasannya!
|
|
Asuransi yang jenisnya kian
beragam pada masa sekarang, sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
asuransi sosial, asuransi ta'awun (gotong-royong) , dan asuransi tijarah
(bisnis).
|
|
Asuransi Sosial
|
Biasanya, asuransi jenis ini
diperuntukkan bagi pegawai pemerintah, sipil maupun militer. Sering juga
didapati pada karyawan perusahaan swasta. Gambarannya, pihak perusahaan
memotong gaji karyawan setiap bulan dengan persentase tertentu dengan tujuan:
|
1. Sebagai tunjangan hari tua
(THT), yang biasanya uang tersebut diserahkan seluruhnya pada masa purna
tugas seorang karyawan. Terkadang ditambah subsidi khusus dari perusahaan.
|
2. Sebagai bantuan atau
santunan bagi mereka yang wafat sebelum purna bakti, diserahkan kepada ahli
waris atau yang mewakili.
|
3. Sebagai pesangon bagi
karyawan yang pensiun dini.
|
Pemotongan gaji dengan tujuan
di atas yang dilakukan oleh pemerintah atau sebuah perusahaan swasta murni
untuk santunan bagi karyawan, bukan dalam rangka dikembangkan untuk
mendapatkan laba (investasi), maka hukum asuransi jenis ini dengan sistem
seperti yang tersebut di atas adalah boleh, karena termasuk dalam bab ta'awun
(tolong-menolong) dalam kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
|
|
وَتَعَاوَنÙوا
عَلَى الْبÙرّ٠وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنÙوا
عَلَى اْلإÙثْم٠وَالْعÙدْوَانÙ
|
|
"Dan tolong-menolonglah
kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. " (Al-Ma`idah: 2)
|
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
|
|
وَالله٠ÙÙÙŠ
عَوْن٠الْعَبْد٠مَا كَانَ الْعَبْد٠ÙÙÙŠ
عَوْن٠أَخÙيْهÙ
|
|
"Dan Allah selalu
menolong seorang hamba selama dia selalu menolong saudaranya." (HR.
Muslim no. 3391 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
|
Upaya di atas termasuk pula
dalam bab ihsan (berbuat baik) kepada sesama. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah,
15/284, dan Syarhul Buyu' hal. 38)
|
Bila potongan gaji tersebut
dimanfaatkan untuk investasi dalam rangka menghasilkan penambahan nominal
dari total nilai gaji yang ada, maka tidak boleh (haram), karena termasuk
memakan harta orang lain dengan cara kebatilan. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
|
|
وَلاَ تَأْكÙÙ„Ùوا
أَمْوَالَكÙمْ بَيْنَكÙمْ بÙالْبَاطÙÙ„Ù
|
|
"Dan janganlah sebagian
kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil."
(Al-Baqarah: 188)
|
Maka tidak ada hak bagi
karyawan tadi kecuali nominal gajinya yang dipotong selama kerja. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
|
|
ÙˆÙŽØ¥Ùنْ تÙبْتÙمْ
ÙÙŽÙ„ÙŽÙƒÙمْ رÙØ¡Ùوْس٠أَمْوَالÙÙƒÙمْ لاَ
تَظْلÙÙ…Ùوْنَ وَلاَ تÙظْلَمÙوْنَ
|
|
"Dan jika kalian
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kalian tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (Al-Baqarah: 279)
|
Namun bila nominal tambahan
tersebut telah diterima oleh sang karyawan dalam keadaan tidak mengetahui
hokum sebelumnya, maka boleh dimanfaatkan.
|
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
|
|
Ùَمَنْ جَاءَهÙ
مَوْعÙظَةٌ Ù…Ùنْ رَبّÙÙ‡Ù Ùَانْتَهَى
Ùَلَه٠مَا سَلَÙÙŽ وَأَمْرÙه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ اللهÙ
وَمَنْ عَادَ ÙÙŽØ£ÙولَئÙÙƒÙŽ أَصْØَابÙ
النَّار٠هÙمْ ÙÙيْهَا خَالÙدÙوْنَ
|
|
"Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 275)
|
Bila dia mengambilnya atas
dasar ilmu (yakni mengetahui) tentang keharamannya, dia wajib bertaubat dan
mensedekahkan 'tambahan' tadi. Wallahu a'lam bish-shawab. (Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da`imah, 15/261)
|
|
Asuransi Ta'awun (Gotong
Royong)
|
Asuransi ini dibangun dengan
tujuan membantu dan meringankan pihak-pihak yang membutuhkan atau yang
terkena musibah. Gambarannya, sejumlah anggota menyerahkan saham dalam bentuk
uang yang disetorkan setiap pekan atau bulan dengan nominal yang tidak
ditentukan nilainya, kepada yayasan/lembaga yang menangani musibah, bencana
dan orang yang membutuhkan.
|
Biasanya, saham akan
dihentikan untuk sementara bila jumlah uang dirasa sudah cukup dan tidak
terjadi bencana atau musibah yang menyebabkan kas menipis atau membutuhkan
suntikan dana. Sahamsaham dalam bentuk uang itu sendiri tidak dikembangkan
dalam bentuk investasi. Dan asuransi ini murni dibangun di atas dasar
kesadaran dan saling membantu, bukan paksaan.
|
Contoh di lapangan yang
disebutkan oleh Syaikhuna Abdurrahman Al-'Adni hafizhahullah adalah asuransi
gotong royong pada perkumpulan angkutan kota atau bis (di mana
kendaraan-kendaraan itu milik pribadi, bukan milik sebuah perusahaan).
Caranya, masing-masing anggota menyetorkan sejumlah nominal tak tertentu,
setiap pekan/bulan, kepada salah seorang yang mereka tunjuk untuk membantu
anggota mereka yang mengalami kecelakaan atau terkena musibah. Setoran
tersebut bersifat sukarela dan tidak mengikat, dengan nominal beragam dan
dihentikan bila dirasa sudah cukup dan tidak ada musibah.
|
Mengenai asuransi jenis ini,
para ulama anggota Al-Lajnah Ad-Da`imah dan anggota Kibarul Ulama Kerajaan Saudi Arabia telah melakukan pertemuan ke-10 di kota Riyadh pada bulan Rabi'ul Awwal 1397 H. Hasilnya ,
mereka sepakat bahwa ta'awun ini diperbolehkan dan bisa menjadi ganti dari
asuransi tijarah (bisnis) yang diharamkan, dengan beberapa alasan berikut:
|
1. Asuransi ta'awun termasuk
akad tolong-menolong untuk membantu pihak yang terkena musibah, tidak
bertujuan bisnis atau mengeruk keuntungan dari harta orang lain. Tujuannya
hanyalah membagi beban musibah tersebut di antara mereka dan bergotong royong
meringankannya.
|
2. Asuransi ta'awun ini
terlepas dari dua jenis riba: fadhl dan nasi`ah. Akad para pemberi saham
tidak termasuk akad riba serta tidak memanfaatkan kas yang ada untuk
muamalah-muamalah riba.
|
3. Tidak mengapa bila pihak
yang memberi saham tidak mengetahui secara pasti jumlah nominal yang akan
diberikan kepadanya bila dia terkena musibah. Sebab, mereka semua adalah
donatur (anggota), tidak ada pertaruhan, penipuan, atau perjudian.
|
Kemudian mereka memberikan
usulan-usulan kepada pemerintah Kerajaan Saudi Arabia
seputar masalah sosialisasi asuransi ta'awun ini. Lihat uraian panjang
tentang masalah ini dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah (15/287-292) .
|
Sementara Syaikhuna
Abdurrahman Al-'Adni menyayangkan dua hal yang ada pada yayasan atau lembaga
yang menangani asuransi ini, yaitu:
|
1. Menaruh uang-uang tersebut
di bank-bank riba tanpa ada keadaan yang darurat.
|
2. Memaksa para anggota untuk
menyetorkan saham mereka dengan nominal tetap/ditentukan.
|
Wallahu a'lam. (Syarhul
Buyu', hal. 39)
|
|
Asuransi Tijarah (Bisnis)
|
Lembaga asuransi seperti ini
biasanya lekat dengan para pelaku usaha dan orang yang memiliki harta
berlebih, namun bisa juga bermuamalah dengan pihak manapun.
|
Gambaran sistem asuransi ini
adalah pihak nasabah membayar nominal (premi) tertentu kepada
perusahaan/lembaga asuransi setiap bulan atau tahun, atau setiap order, atau
sesuai kesepakatan bersama, dengan ketentuan bila terjadi kerusakan atau
musibah maka pihak lembaga asuransi menanggung seluruh biaya ganti rugi. Bila
tidak terjadi sesuatu, maka setoran terus berjalan dan menjadi milik lembaga
asuransi.
|
Asuransi jenis ini adalah
bisnis murni karena memang didirikan dalam rangka mengeruk keuntungan.
Terbukti, mereka biasanya akan lepas tangan dari para nasabahnya ketika
terjadi peperangan besar atau tragedi –misalnya– yang mengakibatkan
kerugian sangat banyak.
|
Ringkasnya, orang yang
terbelit asuransi ini akan menghadapi pertaruhan dengan dua kemungkinan:
untung atau rugi.
|
Untuk asuransi jenis ini,
para ulama masa kini berikut lembaga-lembaga pengkajian fikih internasional
semacam Rabithah 'Alam Islami, Hai`ah Kibarul Ulama, dan Al-Lajnah Ad-Da`imah
Kerajaan Saudi Arabia, serta lembagalembaga
keislaman yang lainnya baik di dunia Arab maupun internasional, telah
bersepakat menyatakan keharaman asuransi jenis ini. Kecuali beberapa gelintir
ulama saja yang membolehkan dengan alasan keamanan harta benda.
|
Berikut ini beberapa
argumentasi yang disebutkan oleh Hai`ah Kibarul Ulama pada ketetapan mereka
no. 55 tanggal 4/4/1397 H, tentang pengharaman asuransi bisnis di atas:
|
1. Asuransi bisnis termasuk
pertukaran harta yang berspekulasi tinggi dengan tingkat pertaruhan yang
sangat parah. Sebab, pihak nasabah tidak tahu berapa nominal yang akan dia
berikan nanti dan berapa pula nominal yang bakal dia terima. Bisa jadi, dia
baru menyetor sekali atau dua kali, lalu terjadi musibah sehingga dia
menerima nominal (nilai pertanggungan) yang sangat besar sesuai dengan
kejadiannya. Namun mungkin pula dia menyetor terus menerus dan tidak terjadi
apa-apa, sehingga perusahaan asuransi meraup keuntungan besar. Padahal
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang sistem jual beli
gharar (yang mengandung unsur pertaruhan).
|
2. Asuransi bisnis termasuk
salah satu jenis perjudian, dan termasuk dalam keumuman firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
|
|
يَا أَيّÙهَا
الَّذÙيْنَ آمَنÙوا Ø¥Ùنَّمَا الْخَمْرÙ
وَالْمَيْسÙر٠وَالأنصَابÙ
وَاْلأَزْلاَم٠رÙجْسٌ Ù…Ùنْ عَمَلÙ
الشَّيْطَان٠ÙَاجْتَنÙبÙوْهÙ
لَعَلَّكÙمْ تÙÙْلÙØÙوْنَ
|
|
"Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.
" (Al-Ma`idah: 90)
|
3. Asuransi ini mengandung
riba fadhl dan riba nasi`ah. Rinciannya sebagai berikut:
|
Ø Bila lembaga asuransi
memberikan kepada tertanggung atau ahli waris yang bersangkutan melebihi nominal
yang disetorkan, maka ini adalah riba fadhl.
|
Ø Bila lembaga asuransi
menyerahkannya setelah waktu yang berselang lama dari akad, maka ia juga
terjatuh dalam riba nasi`ah.
|
Ø Namun bila perusahaan
tersebut menyerahkan nominal yang sama dengan jumlah setoran nasabah, tetapi
setelah selang waktu yang lama, maka dia terjatuh dalam riba nasi`ah saja.
|
Kedua jenis riba di atas
adalah haram dengan nash dalil dan kesepakatan ulama.
|
4. Asuransi ini termasuk
jenis pegadaian/perlombaa n yang diharamkan, karena mengandung pertaruhan,
perjudian, dan penuh spekulasi. Pihak tertanggung memasang pertaruhan dengan
setoran-setoran yang intensif, sedangkan pihak lembaga asuransi pertaruhannya
dengan menyiapkan ganti rugi. Siapa yang beruntung maka dia yang mengambil
pertaruhan pihak lain. Mungkin terjadi musibah dan mungkin saja selamat
darinya.
|
5. Asuransi ini mengandung
upaya memakan harta orang lain dengan cara kebatilan. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
|
|
يَا أَيّÙهَا
الَّذÙيْنَ آمَنÙوا لاَ تَأْكÙÙ„Ùوا
أَمْوَالَكÙمْ بَيْنَكÙمْ بÙالْبَاطÙÙ„Ù
Ø¥Ùلاَّ أَنْ تَكÙوْنَ تÙجَارَةً عَنْ
تَرَاض٠مÙنْكÙمْ
|
|
"Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kalian." (An-Nisa`: 29)
|
6. Dalam asuransi ini
terdapat tindakan mengharuskan sesuatu yang tidak ada keharusannya secara
syariat. Pihak lembaga asuransi diharuskan membayar semua kerugian yang
dialami pihak nasabah, padahal musibah itu tidak berasal dari lembaga
asuransi tersebut atau disebabkan olehnya. Dia hanya melakukan akad asuransi
dengan pihak nasabah, dengan jaminan ganti rugi yang diperkirakan terjadi,
dengan mendapatkan nominal yang disetorkan pihak nasabah. Tindakan ini adalah
haram.
|
Kemudian para ulama tersebut
membantah satu per satu argumentasi pihak yang membolehkan asuransi ini
dengan uraian yang panjang lebar, yang dibukukan dalam Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da`imah (15/275-287, juga 15/246-248). Lihat juga dalam Syarhul Buyu'
(hal. 38-39).
|
Syaikhuna Abdurrahman
Al-'Adni hafizhahullah menjelaskan bahwa system asuransi jenis ini awal
mulanya bersumber dari Zionis Yahudi di Amerika. Dan ketika melakukan
penjajahan terhadap wilayah-wilayah Islam, mereka memasukkan aturan ini ke
tengah-tengah kaum muslimin. Semenjak itulah asuransi ini tersebar dengan
beragam jenis dan modus. Wallahul musta'an
|
.
|
Fatwa Ulama Seputar Asuransi
|
Al-Lajnah Ad-Da`imah pernah
ditanya tentang beragam jenis asuransi dengan soal yang terperinci. Berikut
ini pertanyaannya secara ringkas:
|
"Ada yang meminta fatwa
tentang jenis asuransi berikut:
|
1. Asuransi barang ekspor
impor (pengiriman barang): per tahun atau setiap kali mengirim barang dengan
jaminan ganti rugi kerusakan kargo laut, darat ataupun udara.
|
2. Asuransi mobil (kendaraan)
dengan beragam jenis dan mereknya: Disesuaikan dengan jenis mobil,
penggunaannya sesuai permintaan, dengan jaminan ganti rugi semua kecelakaan,
baik tabrakan, terbakar, dicuri, atau yang lain. Juga ganti rugi untuk pihak
nasabah yang mengalami musibah dan atau kecelakaan yang ada.
|
3. Asuransi ekspedisi darat:
Untuk pengiriman dalam dan luar negeri dengan setoran intensif tahunan per
ekspedisi, dengan ganti rugi total bila terjadi musibah.
|
4. Asuransi harta benda:
Seperti ruko, pertokoan, pabrik, perusahaan, perumahan, dan sebagainya,
dengan ganti rugi total bila terjadi kebakaran, pencurian, banjir besar, dll.
|
5. Asuransi barang berharga:
Seperti cek, surat-surat penting, mata uang,
permata, dsb, dengan ganti rugi total bila terjadi perampokan/pencuria n.
|
6. Asuransi rumah dan
villa/hotel.
|
7. Asuransi proyek, baik
proyek pembangunan ataupun pabrik dan semua jenis proyek.
|
8. Asuransi tata kota.
|
9. Asuransi tenaga kerja.
|
10. Asuransi jiwa atau
kejadiankejadian pribadi seperti asuransi kesehatan (askes) dan pengobatan.
|
Itu semua dengan menyetor
uang secara intensif dengan nominal yang disepakati bersama."
|
Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab
bahwa semua jenis asuransi dengan system di atas adalah haram, dengan
argumentasi yang telah disebutkan di atas. Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, Wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Qu'ud.
(Fatawa Al-Lajnah, 15/243-248)
|
|
Masalah 1: Bolehkah asuransi
masjid?
|
Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab
(15/258-259) :
|
"Asuransi bisnis adalah
haram, baik itu asuransi jiwa, barang, mobil, tanah/rumah, walaupun itu
adalah masjid atau tanah wakaf. Karena mengandung unsur jahalah
(ketidaktahuan) , pertaruhan, perjudian, riba, dan larangan-larangan syar'i
lainnya."
|
Ketua: Asy-Syaikh Ibnu baz,
Wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi, Anggota: Asy-Syaikh Ibnu Qu'ud dan
Asy-Syaikh Ibnu Ghudayyan.
|
|
Masalah 2: Askes (Asuransi
Kesehatan)
|
Al-Lajnah Ad-Da`imah pernah
ditanya tentang asuransi kesehatan dengan system berikut:
|
1. Asuransi pengobatan
|
Ketentuannya, pihak yang ikut
serta dalam program kesehatan tersebut menyerahkan nominal tertentu yang
disepakati bersama, dan dia akan mendapatkan pelayanan serta diskon berikut:
|
a. Pemeriksaan kesehatan
selama menjadi anggota maksimal 3 kali sebulan
|
b. Diskon 5% untuk pembelian
obat
|
c. Diskon 15% untuk operasi
di salah satu rumah sakit tertentu
|
d. Diskon 20% untuk tes
kesehatan dan pelayanan apotek
|
e. Diskon 5% untuk pemasangan
gigi.
|
Nominal setoran 580 real
Saudi, dan bila anggota keluarga ikut semua maka setoran per kepala 475 real
Saudi.
|
2. Asuransi kehamilan dan
kelahiran
|
Cukup dengan membayar 800
real Saudi selama masa kehamilan, dengan pelayanan sbb:
|
a. Pemeriksaan kesehatan
sejak awal kehamilan hingga melahirkan, 2-3 kali dalam sebulan. Khusus bulan
terakhir dari kehamilan, pemeriksaan sekali sepekan.
|
b. Pemeriksaan gratis 2 kali
di rumah setelah melahirkan.
|
c. Si bayi mendapatkan kartu
pengobatan gratis selama setahun.
|
3. Asuransi anak sehat
|
Setorannya 490 real per
tahun, dengan pelayanan:
|
a. Pemeriksaan bayi selama
setahun sampai 3 kali dalam sebulan.
|
b. Diskon 20% untuk UGD dan
operasi kecil.
|
c. Diskon 15% untuk operasi
besar di salah satu rumah sakit tertentu.
|
Jawaban Al-Lajnah Ad-Da`imah
(15/272-274) :
|
Program ini termasuk jenis
asuransi kesehatan yang berafiliasi bisnis, dan itu adalah haram karena
termasuk akad perjudian dan pertaruhan.
|
Nominal yang diserahkan
nasabah untuk mendapatkan pelayanan berdiskon selama setahun, lebih atau
kurang, terkadang tidak dia manfaatkan sama sekali karena dia tidak
membutuhkan pelayanan di klinik tersebut selama jangka waktu itu. Sehingga
dia rugi dengan jumlah nominal tersebut. Yang untung adalah pihak klinik.
Terkadang pula dia mengambil faedah besar yang berlipat ganda dari nominal
yang dia serahkan, sehingga dia untung dan kliniknya rugi…
|
Program ini adalah perjudian
yang diharamkan dengan nash Al-Qur`an. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
|
|
يَا أَيّÙهَا
الَّذÙيْنَ آمَنÙوا Ø¥Ùنَّمَا الْخَمْرÙ
وَالْمَيْسÙر٠وَاْلأَنْصَابÙ
وَاْلأَزْلاَم٠رÙجْسٌ Ù…Ùنْ عَمَلÙ
الشَّيْطَان٠ÙَاجْتَنÙبÙوْهÙ
لَعَلَّكÙمْ تÙÙْلÙØÙوْنَ
|
|
"Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.
" (Al-Ma`idah: 90)
|
Ketua: Asy-Syaikh Ibnu Baz,
Anggota: Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh,
Asy-Syaikh Shalih Fauzan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan.
|
|
Masalah 3: Apa hukumnya
bekerja di lembaga asuransi bisnis?
|
Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab
(15/251, lihat pula 15/262-264):
|
Tidak diperbolehkan bagi
seorang muslim untuk bekerja di perusahaan asuransi sebagai sekretaris
ataupun lainnya. Sebab bekerja di situ termasuk ta'awun (kerjasama) di atas
dosa dan permusuhan, dan ini dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
firman-Nya:
|
|
وَلاَ تَعَاوَنÙوا
عَلَى اْلإÙثْم٠وَالْعÙدْوَانÙ
|
|
"Dan janganlah kalian
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. " (Al-Ma`idah: 2)
|
Ketua: Asy-Syaikh Ibn Baz,
Wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi, Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Qu'ud
dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan.
|
|
Masalah 4: Bila uang ganti
rugi dari lembaga asuransi telah diterima, apa yang harus dilakukan?
|
Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab
(15/260-261) :
|
Adapun harta yang telah
diterima dari hasil akad asuransi bisnis, bila dia menerimanya karena tidak
tahu hukumnya secara syari'i, maka tidak ada dosa baginya. Namun dia tidak
boleh mengulangi lagi akad asuransi tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
|
|
Ùَمَنْ جَاءَهÙ
مَوْعÙظَةٌ Ù…Ùنْ رَبّÙÙ‡Ù Ùَانْتَهَى
Ùَلَه٠مَا سَلَÙÙŽ وَأَمْرÙه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ اللهÙ
وَمَنْ عَادَ ÙÙŽØ£ÙولَئÙÙƒÙŽ أَصْØَاب٠النَّارÙ
Ù‡Ùمْ ÙÙيْهَا خَالÙدÙوْنَ
|
|
"Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 275)
|
Tetapi bila dia menerimanya
setelah tahu hukumnya, dia wajib bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan taubat nasuha, dan mensedekahkan keuntungan tersebut.
|
Ketua: Asy-Syaikh Ibn Baz,
Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Qu'ud.
|
Ketika menjawab pertanyaan
senada (15/260) Al-Lajnah Ad-Da`imah menyatakan: "Pihak nasabah boleh
mengambil nominal uang yang pernah dia setorkan ke lembaga asuransi.
Sedangkan sisanya dia sedekahkan untuk para faqir miskin, atau dia belanjakan
untuk sisi-sisi kebajikan lainnya dan dia harus lepas/keluar dari lembaga
asuransi."
|
Syaikhuna Abdurrahman
Al-'Adni hafizhahullah menjelaskan: "Bila para pelaku usaha dan hartawan
dipaksa untuk bermuamalah dengan lembagalembaga asuransi oleh pihak-pihak
yang tidak mungkin bagi mereka untuk menghadapinya atau menolak
permintaannya, sehingga mereka menyetor dan bermuamalah dengan lembaga
tersebut. Dosanya ditanggung oleh pihak yang memaksa. Namun ketika terjadi
musibah, mereka tidak boleh menerima kecuali nominal yang telah mereka
setorkan." (Syarhul Buyu' hal 39, pada catatan kaki).
|
Demikian uraian tentang
masalah asuransi. Semoga bermanfaat.
|
Wallahul muwaffiq.
Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar