HUKUM MENYETIR MOBIL BAGI WANITA; Kumpulan fatwa Syeikh Ustaimin, Syeikh Muqbil, Syeikh bin Bazz
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mohon penjelasan tentang hukum wanita menyetir mobil, dan bagaimana pendapat Syaikh tentang pendapat yang menyatakan bahwa wanita menyetir mobil itu bahayanya lebih ringan daripada menaikinya hanya bersama supir yang bukan mahramnya?
Jawaban:
Untuk mengetahui jawaban pertanyaan ini perlu melalui dua kaidah yang telah dikenal oleh ulama kaum muslimin.
Kaidah pertama: Bahwa apa yang mengarah kepada yang haram maka hukumnya haram.
Kaidah kedua: Bahwa mencegah suatu kerusakan, -meski mengharuskan hilangnya suatu maslahat baik yang setingkat atau yang lebih besar- lebih diutamakan dari-pada meraih beberapa maslahat.
Dalil kaidah pertama adalah firman Allah Azza wa Jalla,
"Artinya : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan" [Al-An'am: 108]
Allah Subhaanahu wa Ta'ala melarang mencela sesembahan-sesembahan kaum musyrikin walaupun mencelanya itu suatu maslahat, tapi hal ini bisa menyebabkan dicelanya Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Dalil kaidah kedua, firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, 'Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya'." [Al-Baqarah: 219]
Allah Subhaanahu wa Ta'ala mengharamkan khamr dan judi walaupun kedua hal ini mengandung manfaat, hal ini untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh kedua hal tersebut.
Berdasarkan kedua kaidah ini jelaslah hukum wanita menyetir mobil, bahwa wanita menyetir mobil mengandung banyak kerusakan, di antaranya; penanggalan hijab, karena menyetir mobil itu harus dengan membukakan wajah, padahal wajah itu bagian yang bisa menimbulkan fitnah; menjadi pusat pandangan kaum laki-laki, karena wanita itu tidak dianggap cantik atau jelek kecuali dengan wajahnya. Maksudnya, jika disebut cantik (bagus) atau jelak, pikiran orang akan langsung tertuju kepada wajah, sebab, bila yang dimaksud itu hal lainnya, maka harus disertai dengan kata penentu, misalnya bagus tangannya, bagus rambutnya, bagus kakinya. Dengan begitu bisa diketahui bahwa wajah adalah titik yang dimaksud dengan ungkapan penilaian.
Boleh jadi seseorang mengatakan, Seorang wanita bisa menyetir mobil tanpa mengenakan penutup muka tapi dengan mengenakan kacamata hitam. Jawabannya, ini berbeda dengan kenyataan para wanita yang gemar menyetir mobil. Silahkan tanya orang yang pernah melihat mereka di negara-negara lain. Yang jelas, itu bisa diterapkan pada mulanya, namun tidak berlangsung lama, bahkan dalam waktu singkat akan segera berubah menjadi seperti kebiasaan para wanita di negara-negara lain. Begitulah kebiasaan fase perubahan, mulanya dirasa enteng, namun kemudian berubah dan menyimpang menjadi marabahaya yang tidak bisa diterima.
Kerusakan lainnya ; Hilangnya rasa malu, padahal malu itu bagian dari iman, sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Lagi pula, malu adalah akhlak mulia yang sesuai dengan tabi'at wanita dan bisa menjaganya dari fitnah. Karena itu, ada pepatah mengatakan: Lebih malu daripada gadis perawan di rumahnya. Jika rasa malu telah sirna dari seorang wanita, jangan tanya lagi akibatnya.
Kerusakan lainnya : Bisa menyebabkannya sering keluar rumah, padahal rumahnya itu lebih baik baginya, sebagaimana telah dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sering keluarnya itu karena para penggemar nyetir itu memandangnya sebagai suatu kesenangan. Karena itu anda dapati mereka berjalan-jalan dengan mobil mereka ke sana ke mari tanpa kebutuhan karena mereka merasakan kesenangan dengan menyetir.
Kerusakan lainnya : Bahwa wanita bisa bebas pergi ke mana saja, kapan saja, semaunya, bahkan tanpa tujuan yang jelas, karena ia sendirian di dalam mobil, kapan saja, jam berapa pun, baik siang maupun malam, bahkan mungkin bisa sampai larut malam. Jika mayoritas orang tidak bisa menerima hal ini pada para pemuda, lebih-lebih lagi pada para pemudi yang pergi semaunya, ke kanan dan ke kiri, seluas negerinya, bahkan mungkin hingga keluar.
Kerusakan lainnya : Bisa menyebabkannya mudah ngambek terhadap keluarga dan suaminya karena sebab sepele di rumah, lalu keluar rumah dan pergi dengan mobilnya ke tempat mana saja yang dianggap bisa menenangkan jiwanya. Ini sering terjadi pada sebagian pemuda, padahal mereka lebih tabah daripada wanita.
Kerusakan lainnya : Bisa menyebabkan terjadinya fitnah di berbagai tempat perhentian, misalnya, berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah, berhenti di pom bensin, berhenti di tempat pemeriksaan, berhenti di tengah kerumunan kaum laki-laki karena terjadi pelanggaran atau kecelakaan, berhenti di tengah jalan karena ada kerusakan sehingga ia harus memperbaikinya. Apa yang terjadi saat itu? Bisa jadi ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang menawarkan jasa untuk membantunya, lebih-lebih jika si wanita memang sangat butuh bantuan.
Kerusakan lainnya : Semakin ramainya kendaraan di jalanan atau terhalanginya sebagian pemuda dalam menyetir mobil, padahal mereka lebih berhak dan lebih layak daripada wanita.
Kerusakan lainnya : Banyak terjadi kecelakaan, karena pada dasarnyaa, tabiat wanita itu lebih lemah dan lebih pendek pertimbangannya daripada laki-laki, jika terancam bahaya ia akan bingung bertindak. Kerusakan lainnya: Bisa menjadi penyebab pemborosan, karena tabiat wanita selalu ingin melengkapi dirinya, baik berupa pakaian maupun lainnya. Tidakkah anda lihat kecenderungan wanita terhadap pakaian? Setiap kali muncul desain baru, yang lama dicampakkannya dan segera beralih kepada yang baru, walaupun yang baru itu modelnya tidak lebih bagus dari yang lama. Tidakkah anda lihat kamarnya, hiasan-hiasan apa yang digantungkan pada dinding-dindingnya? Tidakkah anda lihat kosmetik-kosmetiknya dan alat-alat kecantikan lainnya? Dengan mengkiaskan ke situ, dalam urusan mobil juga bisa begitu, setiap kali muncul model baru, ia segera meninggalkan yang lama dan beralih kepada yang baru.
Adapun mengenai ungkapan dalam pertanyaan tadi yang menyebutkan: bagaimana pendapat Syaikh tentang pendapat yang menyatakan bahwa wanita menyetir mobil itu bahayanya lebih ringan daripada menaikinya hanya bersama supir yang bukan mahramnya? Menurut saya, keduanya sama-sama berbahaya, salah satunya memang lebih membahayakan, tapi tidak ada bahaya yang harus ditempuh di antara keduanya itu. Saya merasa cukup panjang dalam memberikan jawaban ini, karena memang cukup banyak kekacauan seputar menyetirnya wanita, di samping tekanan yang bertubi-tubi terhadap masyarakat Saudi yang dikenal memelihara agama dan akhlaknya untuk mendukung dan membolehkan wanita menyetir mobil. Ini tidak aneh jika dilakukan oleh musuh yang mengincar negara ini yang menjadi sumber Islam, musuh-musuh Islam itu memang ingin menguasainya. Tapi sungguh sangat aneh bila itu dilakukan oleh kaum dari bangsa kita sendiri, yang berbicara dengan bahasa kita dan sama-sama bernaung di bawah bendera kita, mereka itu kaum yang terpesona dengan kamajuan materi negera-negara kafir, kagum dengan moral bangsa-bangsa kafir yang melepaskan diri dari norma-norma yang mulia ke norma-norma yang nista, sehingga mereka menjadi kaum yang sebagai-mana dikatakan Ibnul Qayyim dalam bukunya An-Nuniyah:
"Lari dari naluri yang mereka diciptakan dengan itu,
Lalu menuruti naluri nafsu dan setan"
Orang-orang itu mengira, bahwa negara-negara kafir itu telah mencapai kemajuan materi karena kebebasan tersebut, padahal kebebasan itu hanya karena kejahilan mereka dan ketidak tahuan sebagian besar mereka tentang hukum-hukum syari’at dan dalil-dalilnya baik yang berupa nash maupun pandangan, serta ketidaktahuan mereka tentang hikmah-hikmah yang mengandung kemaslahatan bagi makhluk dalam kehidupannya, saat kemba-linya (kepada Tuhan) dan tercegahnya berbagai kerusakan. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan mereka ke jalan yang mengandung kesejahteraan dunia dan akhirat.
[Dari fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tandatangani]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Edisi Indonesiap Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]
Oleh: Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullaah
Soal:
Dalam pertanyaannya, seseorang berkata: bagaimana hukumnya wanita yang menyetir mobil? Bagaimana pendapat Anda perihal pengkiyasan hal ini dengan wanita yang menunggang onta?
Asy-Syaikh Muqbil menjawab:
Jika wanita itu seorang wanita yang shalihah, ia merasa aman dari timbulnya fitnah, sementara ia keluar (rumah) untuk keperluan yang harus ia penuhi. Kemana ia pergi? Ia pergi ke sekolah. Ia boleh saja pergi ke sekolah. Ia mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan ia pun mempelajari ilmu yang dibutuhkan (kaum muslimin), contohnya: ilmu kedokteran. Adapun sekolah yang di dalamnya terdapat ikhtilath (campur baur antara siswa laki-laki dan perempuan) atau di dalamnya ditemui wanita-wanita yang pamer aurat atau menampakkan wajahnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.” (Al-Ahzaab: 33)
Jika ia adalah wanita yang shalihah dan ia pun merasa aman dari timbulnya fitnah sementara ia butuh sesuatu dari pasar, hal itu tidaklah mengapa, saya tidak melihat ada aral yang menghalangi dari hal tersebut. Mobil adalah mesin yang terbuat dari besi. Kami tidak mengharamkannya. Tapi kebanyakan wanita adalah makhluk yang lemah akal dan agamanya, sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Aku tidak melihat wanita yang kurang akal dan agamanya yang dapat menghilangkan kemauan keras lelaki yang tegas daripada seseorang di antara kalian.”
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَا تَرَكْتُ فِتْنَةَ أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النَّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.”
Demikianlah saudara-saudara fillaah. Umumnya kaum wanita adalah makhluk yang lemah. Bisa jadi mereka akan menimbulkan fitnah. Allah berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَسْئَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍۚ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (A-Ahzaab: 53)
Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqiti rahimahullaah di dalam Tafsir-nya berkata: Meskipun ayat tersebut berbicara perihal istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tapi ayat tersebut general sifatnya (untuk segenap kaum muslimat) dengan dalil yang berasal dari ta’lil (penarikan sebab suatu hukum). Yang paling utama bagi kaum wanita adalah selalu tinggal di rumahnya.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا
“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka setan akan menghiasinya.”
Makna setan akan menghiasinya ialah setan akan berkata kepadanya: “Sungguh, tidaklah kamu melewati seorang lelaki pun, kecuali pasti kamu akan berhasil memikatnya.” Seyogyanya ia bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hendaknya ia selalu menetap di rumahnya, tidak keluar rumah kecuali memang ada keperluan yang mendesak. Contohnya: jika suaminya tidak ada di rumah atau suaminya mendekam di dalam penjara, sakit atau telah meninggal dunia, sementara ia memerlukan suatu kebutuhan dari pasar, maka ia (harus) berhijab lalu keluar, apakah ia pergi dengan berjalan kaki atau mengendarai mobil.
Adapun mengendarai mobil, berangkat ke kantor, lalu bercampur baur dengan kaum lelaki dan wanita, atau ia pergi ke rumah sakit atau ke sekolah lalu bercampur baur dengan para pemuda, perbuatan ini adalah fitnah. Dia wajib bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nasehatku untuk segenap kaum wanita, janganlah ia keluar meninggalkan rumahnya dan janganlah ia mengendarai mobil. Ini nasehatku. Tapi dari sisi keharaman, kami tidak bisa menyatakan bahwa hal itu haram hukumnya. Terkecuali jika memang keluarnya wanita itu bakal menimbulkan efek negatif. Dan umumnya, hal itu akan berimbas pada hal yang negatif. (Ijaabatu as-Saail, soal no. 202)
(Dinukil dari إجابة السائل (Asy-Syaikh Muqbil Menjawab Masalah Wanita) karya Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, hal. 120-125; penerjemah: Abu ‘Abdillah Salim; editor: Abu Faruq Ayip Syafruddin; penerbit: Penerbit An-Najiyah, cet. ke-1, Rajab 1428H/Agustus 2007M, untuk http://almuslimah.co.nr/
HUKUM MENYETIR MOBIL BAGI WANITA
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah. Amma ba'du.
Banyak orang berbicara tentang wanita menyetir mobil di koran Al-Jazirah, padahal telah diketahui bahwa hal ini bisa menyebabkan berbagai kerusakan, dan hal ini pun tidak luput dari pengetahun orang-orang yang mempropagandakannya. Di antaranya adalah terjadinya khulwah, menampakkan wajah, campur baur dengan kaum laki-laki dan dilakukan berbagai marabahaya yang karenanya hal-hal tersebut dilarang. Syari'at yang suci telah melarang sarana-sarana yang bisa menyebabkan kepada sesuatu yang haram, syari'at menganggap sarana-sarana itu haram juga. Allah subhaanahu wa ta'ala telah memerintahkan para isteri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para isteri kaum mukminin untuk tetap tinggal di rumah, berhijab dan tidak menampakkan perhiasan kepada yang bukan mahramnya, karena semua ini (bila dilanggar) bisa menyebabkan pergaulan bebas yang merusak masyarakat.
Allah Subhaanahu wa ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-Nya.” [Al-Ahzab: 33]
Dalam ayat lainnya disebutkan, "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu." [Al-Ahzab: 59].
Dalam ayat lainnya lagi disebutkan.
"Artinya : Dan katakanlah kepada wanita yang beriman 'Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang ber-iman supaya kamu beruntung." [An-Nur: 31]
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda.
"Artinya : Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita kecuali setanlah yang ketiganya."[HR. At-Tirmidzi dalam Al-Fitan (2165), Ahmad (115) dari hadits Umar]
Karena itu, syari’at yang suci melarang semua faktor yang bisa menyebabkan kenistaan, di antaranya dengan larangan me-nuduh berbuat nista terhadap para wanita yang memelihara kesucian dirinya dan tidak berfikiran keji, dan menetapkan hu-kuman yang sangat berat bagi yang melontarkan tuduhan tanpa bisa membuktikan. Hal ini untuk melindungi masyarakat dari penyebaran faktor-faktor kenistaan. Menyetirnya wanita termasuk faktor-faktor yang bisa menimbulkan hal itu, ini sudah maklum, tapi ketidaktahuan tentang hukum-hukum syari’at dan tentang akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh sikap menganggap en-teng sarana-sarana penyebab kemungkaran, padahal pada kenya-taannya telah banyak menimpa orang-orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit, mencintai pergaulan bebas, bersenang-senang dengan memandangi wanita-wanita yang bukan mahram-nya; semua ini menyebabkan kehanyutan dalam perkara tersebut dan yang serupanya, tanpa menyadari marabahaya di baliknya.
Allah subhaanahu wa ta'ala telah berfirman.
"Artinya : Katakanlah, 'Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui'." [Al-A’raf: 33]
Dalam ayat lainnya disebutkan.
"Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui." [Al-Baqarah: 168-169]
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda.
"Artinya : Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih membahayakan kaum laki-laki daripada fitnah wanita." [HR. Al-Bukhari dalam An-Nikah (5096), Muslim dalam Adz-Dzikr (2740)]
Dari Hudzifah bin Al-Yaman Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengenai kebaikan, sementara aku menanyakan tentang keburukan karena khawatir menimpa-ku. Aku katakan, 'Wahai Rasulullah, dulu kami dalam kondisi jahiliyah dan keburukan, lalu Allah memberi kami kebaikan ini. Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?' Beliau menjawab, 'Ya.' Aku bertanya lagi, 'Apakah setelah keburukan itu ada lagi kebaikan?,' beliau menjawab, 'Ya. Dan saat itu ada pemandunya.' Aku bertanya lagi, 'Apa pemandunya?' beliau menjawab, 'Suatu kaum yang menempuh cara selain caraku dan berperilaku tidak sesuai dengan petunjukku, engkau mengetahui mereka dan mengingkarinya.' Aku bertanya lagi, 'Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan lagi?' beliau menjawab, 'Ya. Para penyeru di atas pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa menuruti mereka, akan dilemparkan ke dalamnya.' Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, terangkan ciri-cirinya.' Beliau bersabda, 'Baiklah. Itu suatu kaum dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita.' Aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, bagai-mana bila aku mengalami masa itu?' beliau bersabda, 'Hendaknya engkau beserta jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.' Aku berta-nya lagi, 'Bagaimana bila tidak ada jama'ah dan tidak pula imam?' Beliau menjawab, 'Hindari semua golongan itu walaupun engkau harus berpegangan dengan akar pohon sampai mati engkau tetap seperti itu'." [HR. Al-Bukhari dalam Al-Manaqib (3606), Muslim dalam Al-Imarah (1847)]
Saya serukan kepada setiap muslim agar bertakwa kepada Allah dalam perkataan dan perbuatannya, dan hendaknya meng-hindari fitnah-fitnah dan orang-orang yang menyerukannya, menjauhi segala hal yang dimurkai Allah subhaanahu wa ta'ala atau bisa menimbulkan kemurkaanNya, dan benar-benar waspada agar tidak termasuk mereka yang disebutkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang mulia tadi. Semoga Allah melindungi kita dari keburukan fitnah dan para pelakunya, memelihara agama umat ini dan melindunginya dari keburukan para penyeru keburukan, serta menunjuki para penulis koran-koran kita dan semua kaum muslimin ke jalan yang diri-dhaiNya dan mengandung kebaikan bagi kaum muslimin serta keselamatan mereka di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas itu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
[Majmu' Al-Fatawa, juz 3, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]
My Notes: "0"
Makkah Fajr - 15th November 2024
-
*Makkah Fajr *
(Surahs Sajdah & Insaan) *Sheikh Dosary*
Download 128kbps Audio
2 hari yang lalu
Bismillah.
BalasHapusSekr sdh banyak akhwat/ummahat yg mengendarai motor. Bukannya hal itu lbh banyak fitnahnya dr pd mengendarai mobil?
Sedangkan ummahat/akhwat bepergian dg kendaraan pastilah sdh seijin suaminya atau bahkan atas perintah suaminya & untuk hal-hal yg tdk mengarah kpd kemaksiatan.
Baarokallohu fiikum