Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Rabu, 17 April 2013

Cerita Tentang Tsa'labah Bin Hathib

KATA PENGANTAR

Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat
puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani).
Menjunjung tinggi nama baik shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Tulisan di bawah ini sengaja kami angkat dengan maksud untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut.
HADITS TSA'LABAH BIN HATHIB
"Artinya : Celaka engkau wahai Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku".
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)".
Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : 'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'.
Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah sampai shalat Jum'ah pun ia tinggalkan.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?" Mereka menjawab : "Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata : "Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Serta merta Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !.
Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah ! Lalu turun ayat :
"Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah : 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)".
(At-Taubah : 75-76).
Setelah ayat ini turun, Tsa'labah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab : "Allah telah melarangku menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka.
KETERANGAN :
Hadits ini sangat Lemah Sekali.
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang lemah :
  1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.
    • Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata : "Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us Shaghiir No. 255).
    • Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa wal Matrukiin No. 455).
    • Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang matruk (yang ditinggalkan)".
    • Imam Abu Zur'ah berkata : "Ia bukan orang yang kuat". (Periksa : Mizanul I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, Al-Jarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7 :314).
  2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy, seorang rawi yang lemah.
    • Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan sering memursalkan hadits". (Periksa : Taqribut Tahdzib :258).
    • Kata Imam Adz-Dzahabi : "Ia tidak kuat haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal 4:134).
Para Ulama yang melemahkan hadits-hadits ini diantaranya ialah :
  • Ibnu Hazm, ia berkata : "Riwayat ini Bathil". (Al-Muhalla 11:207-208).
  • Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if". (Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin 3:272)
  • Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : "Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3 :266).
  • Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi : "Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:66-67).
  • Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat : Faidhul Qadir 4:527).
RIWAYAT YANG BENAR
Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :
  • Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat 3:36.
  • Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar. halaman 122.
  • Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla 11:208
  • Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab Al-Ishaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia berkata : "Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badr".
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar.
"Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah".
(Hadits Riwayat Ahmad 3:396).
SIKAP KITA
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti :
  1. Kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
  2. Kita menuduh shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang jelek.
  3. Kita berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya.
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau bersabda :
"Artinya : Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia".
(Hadits Riwayat Thabrani).
Wallaahu a'lam bish shawaab.


Sumber: assunnah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar