(Kata Pengantar Buku Meredam Amarah Terhadap Pemerintah)
Dakwah Salafiyyah sejak dulu tidak 
pernah terikat dengan pribadi manapun kecuali Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wassallam. Dakwah Salafiyyah juga tidak pernah terikat dengan 
organisasi apapun. Dakwah ini hanya terikat dengan Al Quran dan As 
Sunnah di atas
 pemahaman para shahabat radiyallahu ‘anhum dan seluruh 
Salafus Shalih yang dibawa para Ulama Ahlus Sunnah.
Pengikut dakwah Salaf Ahlussunnah wal 
Jamaah adalah orang-orang yang paling bersemangat untuk mengkaji ilmu 
dan mengamalkannya di atas sumber-sumber tersebut. Karena itu, mereka 
senantiasa berjalan di atas ilmu dan bimbingan para ulama.
Namun para Salafiyyun (pengikut dakwah 
Salafiyah) bukanlah orang-orang yang ma’shum yang terbebas dari 
kesalahan. Mereka sangat mungkin untuk tergelincir dalam berbagai 
kesalahan dan penyimpangan Dan sebagai realisasi dari sikap tunduk 
mereka di hadapan kebenaran, setiap terjadi penyimpangan dari jalan yang
 lurus atau penentangan terhadap ulama, segeralah mereka saling 
mengingatkan dan meluruskannya. Sehingga kritik, koreksi, teguran, atau 
bantahan ilmiah adalah sesuatu yang sangat wajar dalam sejarah 
perjalanan dakwah ini. Sebaliknya sikap taqlid, membebek dan ikut-ikutan
 sama sekali tidak dikenal oleh Ahlussunnah dan Salafiyyun.
Hidupnya budaya kritik ilmiah akan 
memperlihatkan siapa yang benar-benar berdiri sebagai Ahlussunnah dan 
siapa yang hanya ikut-ikutan. Bagi mereka yang menolak kritik dan tidak 
mau rujuk pada kebenaran, maka mereka adalah pengikut hawa nafsu atau 
ahlul ahwa. Bagi Ahlus Sunnah, teguran dan kritik akan segera membawanya
 kembali kepada Al Haq. Sedangkan pengikut hawa nafsu, mereka akan 
menentang ilmu dan nasehat ulama dengan berbagai alasan. Mereka berani 
menarik-narik makna ayat dan hadits agar mencocoki hawa nafsu, bahkan 
berani mencela para ulama agar ditolak fatwanya.
Dengan prinsip ini, maka kami membuat 
pernyataan ruju kepada kebenaran dan kembali kepada prinsip dakwah 
Salafiyyah setelah kami mengalami berbagai ketergelinciran. Yakni saat 
kami menjalani jihad di Ambon (Maluku) dan Poso (Sulteng), karena dalam 
jihad tersebut kami banyak terjatuh pada penyimpangan-penyimpangan lain 
yang tidak sejalan dengan Manhaj Salaf.
Tanpa terasa kami terjerumus ke dalam 
berbagai penyimpangan yang bermuara pada satu titik yaitu politik massa 
atau penggunaan potensi massa dalam perjuangan. Sungguh kesesatan 
seperti inilah yang terjadi pada Ahlul bid’ah dan hizbiyyun dari 
kalangan Ikhwanul Muslimin, Quthbiyyin (pengikut Sayyid Quthb) dan 
Sururiyyin (pengikut Muhammad Surur) dan lain-lain. Dengan penyimpangan 
yang kami jalani saat itu, muncullah tindakan-tindakan persis seperti 
yang dilakukan Ikhwanul Muslimin, diantaranya :
1. Sistem komando yang meluas menjadi organisasi yang digerakkan
dengan sistim imarah dan bai’at
2. Lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas dalam organisasi
3. Demonstrasi, unjuk rasa dan yang sejenisnya menjadi hal yang biasa
4. Mencari dukungan politis dari berbagai kelompok dengan tidak
memperhatikan apakah mereka Ahlus Sunnah, orang awam atau Ahlul Bid’ah
5. Dari sinilah timbul ide untuk mengadakan Musyawarah Kerja Nasional
(Mukernas) dengan mengundang tokoh-tokoh politik dan Ahlul Bid’ah
6. Mulai menggampangkan dusta dengan dalih bahwa perang adalah tipu daya
7. Bermudah-mudahan dalam maksiat seperti fotografi dan ikhtilath
karena mengimbangi orang awam
8. Mengingkari kemungkaran dengan menggunakan gerakan massa dan kekerasan dan seterusnya
1. Sistem komando yang meluas menjadi organisasi yang digerakkan
dengan sistim imarah dan bai’at
2. Lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas dalam organisasi
3. Demonstrasi, unjuk rasa dan yang sejenisnya menjadi hal yang biasa
4. Mencari dukungan politis dari berbagai kelompok dengan tidak
memperhatikan apakah mereka Ahlus Sunnah, orang awam atau Ahlul Bid’ah
5. Dari sinilah timbul ide untuk mengadakan Musyawarah Kerja Nasional
(Mukernas) dengan mengundang tokoh-tokoh politik dan Ahlul Bid’ah
6. Mulai menggampangkan dusta dengan dalih bahwa perang adalah tipu daya
7. Bermudah-mudahan dalam maksiat seperti fotografi dan ikhtilath
karena mengimbangi orang awam
8. Mengingkari kemungkaran dengan menggunakan gerakan massa dan kekerasan dan seterusnya
Kemudian datanglah teguran dari para 
ulama dengan harapan agar kami kembali kepada Manhaj Salaf dalam dakwah 
dan jihad serta membubarkan diri dari Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal 
Jama’ah (FKAWJ) dan Laskar Jihadnya (LJ). Maka karena kami memulai Jihad
 ini dengan bimbingan para ulama, maka bubarpun juga dengan bimbingan 
para ulama.
Tidak cukup hanya membubarkan diri dan 
meninggalkan penyimpangan-penyimpangan yang kami telah terjerumus 
padanya, namun kami mempunyai kewajiban untuk menerangkan kepada 
masyarakat bahwa apa yang kami lakukan dahulu bukanlah dari Manhaj 
Salaf. Karena ketika itu kita mengibarkan bendera Dakwah Salafiyyah dan 
Ahlus Sunnah, maka kami khawatir penyimpangan-penyimpangan tersebut 
dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai bagian dari Dakwah Salafiyyah 
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Inilah sesungguhnya yang paling penting!
Untuk itulah saya (Muhammad Umar as 
Sewed) sebagai salah satu mantan dari Dewan Ustadz di FKAWJ yang 
membawahi LJ, menerjemahkan buku berjudul Al Wardul Maqtuf fi Wujubi 
Tha’ati Wulati Amril Muslimin Bil Ma’ruf, yang ditulis oleh Syaikh Abu 
Abdirrahman Fauzi al Atsari *), yang berisi tentang bagaimana seharusnya
 seorang Salafi Ahlussunnah bersikap kepada penguasanya. Ini merupakan 
salah satu realisasi dari sikap rujuk kami.
Dalam buku ini dimuat prinsip-prinsip 
Ahlus SUnnah yang berkaitan dengan tatacara memberi nasihat dan beramar 
ma’ruf nahi munkar kepada penguasa. Juga diterangkan tentang kewajiban 
taat kepada penguasa selama perintahnya bukan berupa kemaksiatan. 
Mudah-mudahan dengan ini kita telah melaksanakan kewajiban yang Allah 
perintahkan kepada orang yang terjatuh dalam kesalahan dan penyimpangan,
 sebagaimana firman Nya.
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
[160] kecuali mereka yang telah taubat 
dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap 
mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat 
lagi Maha Penyayang. [QS Al Baqarah: 160]
Dengan demikian apa yang telah kami 
lakukan, yang bertentangan dengan prinsip-prinsi Manhaj Salaf, kami 
bertaubat kepada Allah dan menyatakan dengan tegas bahwa itu bukan 
Manhaj Ahlus Sunnah, tetapi kekeliruan dan ketergelinciran kami. Hujjah 
tetap pada Al Quran dan As Sunnah, bukan pada apa yang dilakukan oleh 
FKAWJ atau LJ atau siapapun yang mengaku Ahlus Sunnah.
Akhirnya, kami – bersama segenap para ustadz
 yang dulu terlibat dalam FKAWJ/LJ – berharap kepada Allah agar 
mengampuni kita semua. menerima amal ibadah dan jihad kita dan 
membalasnya dengan kebaikan-kebaikan dan Jannah. Juga kami memohon maaf 
kepada semua pihak dari kaum muslimin umumnya dan Salafiyyin khususnya 
atas kesalahan kami pada masa lalu itu.
Muhammad Umar As Sewed
(Dikutip dari terjemahan Al Ward Al 
Maqtuf fi Wujubi Tha’ati Wulati Amri Al Muslimina bi Al Ma’ruf, 
penulisan Abu Abdirrahman Fauzi al Atsari. Pengantar oleh Asy Syaikh 
Shalih bin Fauzan al Fauzan. Penerbit Maktabah Ahlul Hadtis 1419 H, 
Bahrain bekerjasama dengan Maktabah At Taubah, Riyadh. Edisi Indonesia 
Meredam Amarah terhadap Pemerintah, Menyikapi Kejahatan Penguasa Menurut
 Al Quran dan As Sunnah. Penerjemah Al Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Umar 
As Sewed. Penerbit Pustaka Sumayyah, Jl. Mangga Komplek Pasar Banjarsari
 Blok F Lantai 1 no 10-11 Pekalongan Tel (0285) 429410 HP/SMS 081 5872 
1440. Email pustakasumayyah@plasa.com. Cetakan Pertama, Muharram 1427 
H/Februari 2006)
*) Catatan Penting
Pernyataan taubat ini sesungguhnya telah lama saya tulis, namun sayang sekali karena satu dan lain hal buku yang memuat taubat tersebut tak kunjung diterbitkan oleh Maktabah Salafy Press, sampai dengan tutupnya penerbit Maktabah Salafy Press.
Pernyataan taubat ini sesungguhnya telah lama saya tulis, namun sayang sekali karena satu dan lain hal buku yang memuat taubat tersebut tak kunjung diterbitkan oleh Maktabah Salafy Press, sampai dengan tutupnya penerbit Maktabah Salafy Press.
Alhamdulillah, buku tersebut akhirnya 
diterbitkan oleh Pustaka Sumayyah. Namun sangat disayangkan kembali 
terlambatnya penerbitan buku terjemah ini sampai pada waktu penulisnya 
(Syaikh Fauzi Al Atsary) mendapatkan teguran dari syaikh Rabi’ ibn Hadi 
al Madkhali, (dari Sahab.net).
Mengingat buku ini adalah buku yang 
bagus dan dipuji syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan sangat 
dibutuhkan oleh masyarakat kaum muslimin secara umum dan khususnya 
orang-orang yang sedang berupaya menelusuri jejak Sunnah, maka saya 
menerjemahkannya sebagai teguran dan perbaikan terhadap 
kesalahan-kesalahan yang pernah kami lakukan di masa Laskar Jihad, 
bahkan kami memuat waktu itu pujian-pujian para ulama pada penulis buku 
tersebut. Maka dengan catatan ini saya menyatakan berlepas diri dari 
kesalahan dan penyimpangan Syaikh Fauzi Al Atsary yang terjadi kemudian.
Cirebon, 8 Mei 2006
Muhammad Umar As-Sewed
url: http://www.darussalaf.or.id/manhaj/rujuk-kepada-kebenaran-adalah-ciri-ahlus-sunnah/




Tidak ada komentar:
Posting Komentar