Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Minggu, 23 Desember 2012

Oleh-oleh Haji Syaikh Muhammad Al-Imam حفظه الله


Syaikh Muhammad Al-Imam bercerita sepulang dari menunaikan haji:
Ada pelarangan pengajaran hafalan Al-Qur’an disebagian tempat di Makkah. Dengan alasan mereka lebih mengedepan dan lebih memilih para pengajar yang memiliki keterkaitan dengan pelaku pengeboman dan terorisme, atau kalau mau bisa kita sebut dengan pengikut
Al-Qaidah. Namun mereka juga mengatakan bahwa pelarangan ini bukanlah maksudnya bahwa pelajaran menghafal Al-Qur’an akan ditiadakan, akan tetapi mereka akan melihat para pengajar yang memang warga negara Sa’udi sendiri.
Intinya, perkara dan tindakan ini tidaklah benar. Keberadaan individu yang mengajarkan Al-Qur’an dan mereka punya keterkaitan dengan kelompok dan unsur yang dikenal berbackground kejelekan dan fitnah, bukanlah sebagai alasan untuk melarang pengajaran hafalan Al-Qur’an.
Sikap yang benar adalah: negara memiliki kesatuan intelejen seperti biji yang bertabur di mana-mana. Negara Sa’udi dan negara yang lain memiliki intelejen yang tersebar di mana-mana. Maka siapa yang terbukti di mata mereka bahwa suatu individu atau kelompok memiliki keterkaitan dengan pihak terorisme maka sepantasnya memang tidak diijinkan untuk melakukan pengajaran, khutbah ataupun ceramah.
Namun menyama-ratakan kesalahan lalu menghukum semua orang yang memberikan pengajaran sampai yang tidak terkait sekalipun maka ini tidaklah benar. Tindakan seperti inilah, yaitu menyama-ratakan hukuman inilah yang dimaukan oleh musuh-musuh islam. Musuh-musuh islam seperti Amerika dan orang-orang barat berbicara tentang terorisme dan para pelakunya, sehingga kaum muslimin menyangka bahwa mereka memerangi pelaku teror semata, padahal kenyataannya mereka itu hendak menghancurkan islam dengan perantara alasan memerangi terorisme, memerangi kelompok teror yang ada di tengah-tengah kaum muslimin.
Maka kami menasehatkan kepada semua pemerintah kaum muslimin agar tidak melakukan tindakan yang menyempitkan kaum muslimin, atau melakukan tindakan yang memang itu yang diinginkan musuh-musuh islam. Maka siapa yang beriman kepada Allah تعالى dan hari akhir untuk mengambil tindakan yang akan memudharatkan kaum muslimin, dan melimpahkan kesalahan individu kepada semua orang secara merata, yaitu terhadap orang-orang yang tidak bersalah.
Sebagian pemerintah mengetahui bahwa negaranya memiliki kelompok dan partai yang banyak yang berbeda-beda dalam hal berpegang teguhnya dengan agama. Kalau orang yang shalih juga dihukum karena orang yang jahat, orang yang tidak bersalah ikut serta dihukum karena kesalahan orang lain, maka ini adalah kezhaliman yang besar.
Dan bisa jadi tindakan pelarangan itu bukan atas nama negara namun hanya tindakan individu petugas atau pejabat yang memiliki tujuan tertentu.

Pertanyaan: Kalau di antara kami ada yang mengetahui bahwa di suatu tempat ada orang atau kelompok yang terkait dengan aksi pengeboman dan tenidakan teror, apakah boleh kami melaporkan pada pihak intelejen atau keamanan?
Jawab: Sebenarnya para intelejen tidaklah meninggalkan celah sedikitpun, mereka lebih dahulu tahu dari pada kita. Dan mereka tidak butuh kepada informasi kita, informasi di tangan mereka lebih lengkap dan banyak. Maka lebih baik kita menjauhi fitnah. Akan tetapi demi mengamalkan agama kita, maka kita harus memperingatkan umat dari tindakan pengeboman dan terorisme. Di dalam khutbah, atau ceramah, atau tulisan dan sebagainya. Bahwa tindakan pengeboman bukan dari islam, tindakan itu salah dan tidak benar. Bukan merupakan bagian dakwah kepada islam, dan tindakan itu membawa kerusakan bagi kaum muslimin dan tidak memberikan kebaikan keadaan. Bahkan menambah fitnah di tengah-tengah kaum muslimin.
Dan kita tentunya juga tidak rela untuk menjadi mata-mata, tidak untuk memata-matai para pengebom atau memata-matai kelompok bid’ah yang lain.

Pertanyaan: Apakah Syaikh bertemu dengan para ulama Sa’udy?
Jawab: Alhamdulillah, kami bertemu dengan sebagian ulama seperti Syaikh Rabi’, Syaikh ‘Ubaid, Syaikh Abdullah Al-Bukhary, dan ulama yang lain. Namun kami terluput dari Syaikh Fauzan, karena sempitnya waktu dan tidak ada yang membuatkan janji dengan beliau. Kita tahu para ulama sangat sibuk dengan banyak perkara. Semoga ditahun depan kami bisa bertemu dengan para ulama.

Pertanyaan: Apakah antum mengadakan pelajaran di sana?
Jawab: Kami di tempat travel sempat mengadakan pelajaran setiap ba’da ‘Ashr selama beberapa hari. Dan kami juga mengadakan beberapa ceramah di beberapa tempat.
Al-Akh Jabr salah satu pengawal Syaikh mengabarkan: Bahwa Syaikh Muhammad Al-Imam dan Syaikh Abdurrahman Al-’Adny selalu bersam, entah ketika pergi atau duduk atau acara yang lain. Bahkan ketika ada orang yang bertanya Syaikh Muhammad selalu mengalihkannya kepada Syaikh Abdurrhman, “Silahkan tanya kepada Syaikh Abdurrahman.”. Sehingga kedua Syaikh ini seakan tidak terpisah. Syaikh Muhammad, Syaikh Abdurrahman dan Syaikh Abdullah ‘Utsman mengadakan ceramah pada tempat yang sama secara bergantian di Mina, pada hari Tarwiyah. Demikian juga di Mina pada hari Tasyriq Syaikh Muhammad dan Syaikh Abdurrahman memberikan ceramah secara bergantian. Dan juga terjadi ijtima’ (pertemuan) para ulama di Jeddah yang dihardiri oleh Syaikh Muhammad Al-Wushaby, Syaikh Muhammad Al-Imam, Syaikh Abdurrahman, Syaikh Abdullah ‘Utsman, Syaikh Abdul ‘Aziz Al-Bura’y. Dan yang memberikan ceramah adalah Syaikh Muhammad Al-Wushaby dan Syaikh Muhammad Al-Imam. (Lihat terkait pertemuan ini di www.wahyain.com).

Pertanyaan: Ada orang pergi haji dan dia shalat di sana, namun ketika balik dia tidak shalat lagi. Bagaimana dia?
Jawab: Pada saat dia shalat maka terhitung muslim pada saat dia tidak shalat terhitung kafir.

Pertanyaan: Apakah hajinya diterima?
Jawab: Orang seperti ini perlu ditegakkan padanya hujah. Apa yang menjadikan dia berbuat seperti itu. Apakah dia mendapatkan keracuan dari orang-orang sesat atau apa? Intinya: hukum terkait orang tertentu dibutuhkan penegakkan hujah, terpenuhi syaratnya dan terlepas penghalangnya.
Adapun hukum secara umum bahwa orang yang haji dan dia tidak shalat saat haji atau saat sudah pulang maka yang nampak hajinya tidak diterima. “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” Dan orang ini tergolong kafir, jadi bukan orang yang bertakwa. Namun jika dia meninggalkan shalatnya setelah pulang haji maka ini adalah masalah yang lain, hal ini terkait dengan apakah amalan itu terhapus dengan terjatuhnya seseorang pada dosa atau terhapus sesuai kondisi dia saat mati. Jika dia mati dalam keadaan kafir maka terhapus amalannya, dan jika mati dalam keadaan telah bertaubat maka amalanya tetap sebagaimana adanya. Maka ini adalah masalah yang kedua berbeda dengan yang pertama.
Disampaikan oleh Syaikh Muhammad

17 Dzul Hijjah 1431 H
Darul Hadits Ma’bar, Yaman

Diterjemahkan oleh
‘Umar Al-Indunisy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar