1. Tanya :
Apakah syarat wajib zakat maal ?
Jawab :
1. Islam
2. Merdeka
3. Berakal dan baligh
2. Tanya :
Berapa nisab zakat maal untuk harta baik tabungan atau dagangan dan
cara menghitungnya ?
Jawab :
Untuk harta tabungan pribadi dan harta dagangan sebesar 85gr emas atau setara Rp 85.680.000 (asumsi harga emas Rp1.008.000 *Antam 2023)
Zakat Tabungan = 2,5% x (Saldo Akhir – Bunga)
Harta Dagangan = 2,5% x (Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (hutang + kerugian)
3. Tanya :
Apakah rumah atau mobil mewah wajib dihitung sebagai harta yang
dizakatkan?
Jawab :
Hukum asal rumah mewah dan mobil mewah yang tujuan kepemilikannya untuk
dipakai sendiri tidak terkena zakat. Namun bila seseorang yang memiliki harta
itu bertujuan untuk membisniskannya (jual beli untuk keuntungan) maka wajib
dizakati setiap tahun.
4. Tanya :
Apakah rumah atau properti lainnya yang disewakan wajib dizakati ?
Jawab :
Rumah maupun properti lainnya yang disewakan, tidak dizakati nilai
fisiknya. Namun yang dizakati adalah hasil sewanya. Dalam keputusan Majma’ Fiqh
Islami tentang zakat sewa tanah.
Properti yang disewakan, wajib dizakati nilai sewanya saja dan bukan
nilai fisiknya. (Qarar Majma’ al-Fiqhi al-Islami, muktamat ke-11, Rajab 1409
H).
5. Tanya :
Bolehkah zakat maal di berikan dalam bentuk selain uang seperti
sembako?
Jawab :
Zakat Maal haruslah dalam bentuk asal harta tersebut atau nilainya,
yaitu dalam bentuk uang. Tidak boleh dirupakan dalam bentuk barang, makanan,
pakaian, atau selainnya. Jika terdapat fakir atau miskin yang memang tidak
bermanfaat jika diberi uang, misal karena dia gila, atau mengalami
keterbelakangan mental, sehingga jika diberi uang kurang bermanfaat baginya,
atau malah menimbulkan mafsadat, maka saat itu boleh diberikan benda yang
paling dia butuhkan.
6. Tanya :
Dan apa harus di ucapkan kalau ini dana zakat?
Jawab :
Jika kamu menyerahkan zakat kepada orang yang kamu yakini dia berhak
menerima, dengan niat zakat, maka ini menjadi zakat yang sah. Kami berharap
semoga diterima oleh Allah Ta’ala. Dan anda tidak harus memberi tahukan kepada
penerima bahwa itu zakat.
(Fatwa Lajnah Daimah, no. 11241)
Sekali lagi, ini berlaku jika penerima adalah orang yang kita yakini
sebagai pihak yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin atau lainnya.
Sementra jika ini dititipkan ke lembaga atau yayasan penampung zakat,
kita harus memberi tahu. Agar petugas bisa menyalurkannya ke sasaran yang benar.
7. Tanya :
Siapa saja penerima zakat?
Jawab :
1. Fakir (Fakir adalah orang yang tidak punya apa-apa atau punya
sedikit kecukupan tapi kurang dari setengahnya)
2. Miskin (orang yang mendapatkan setengah kecukupan atau lebih tapi
tidak memadai)
3. Amil (pengurus zakat)
4.Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya)
5. Riqab (hamba sahaya)
6. Gharimin (orang-orang yang memiliki hutang di jalan Allah dan tidak
sanggup membayarnya)
7. Fi sabilillah(orang yang berjuang dijalan Allah)
8. Ibnu sabil(Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak
memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya)
8. Tanya :
Bagaimana zakat maal yang dibagikan langsung ke anak-anak SMP dhuafa
berupa uang tanpa melalui orang tuanya ?
Jawab :
Jika memang anak SMP telah mumayyiz (akil baligh) dan termasuk dalam
golongan yang berhak menerima zakat maka dibolehkan.
9. Tanya :
Apabila kita membayar zakat melalui panti asuhan yatim piatu apakah itu
sah secara hukum Islam?
Jawab :
Pada dasarnya, anak yatim tidak termasuk orang yang berhak menerima
zakat. Akan tetapi bila anak yatim itu tidak mampu maka ia berhak menerima
zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak yatim bisa menerima zakat bukan
karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai orang yang tidak mampu.
10. Tanya :
Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk kakek kandung, nenek
kandung, orang tuanya, istri, anak, atau cucunya?
Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang
tua kandung sampai ke atas (kakek dan nenek kandung) dan juga tidak boleh pula
untuk anak-anaknya sampai ke bawah (cucu kandung). Bahkan kewajiban dia adalah
memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk
memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan
pertama, 1423 H, hal. 168)
Jawab :
Pada prinsipnya, zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang biaya
hidupnya masih menjadi kewajiban/tanggungan muzaki.
11. Tanya :
Apakah boleh memberikan zakat kepada keluarga istri misalnya mertua,
kakak ipar, atau adik ipar yang dipandang menjadi golongan penerima zakat?
Jawab :
Memberikan zakat kepada mertua dan saudara ipar dibolehkan.
Dikarenakan mertua atau keluarga istri secara umum, bukan termasuk
orang yang wajib dinafkahi oleh seorang suami. Meskipun dianjurkan bagi suami
untuk memperhatikan keadaan keluarga istrinya, sebagai bentuk mu’asyarah
bil maruf (melakukan interaksi yang baik) kepada istrinya.
12. Tanya :
Bolehkah seorang istri berzakat kepada suami sendiri yang termasuk
golongan mustahik zakat?
Jawab :
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, tidak ada masalah bagi wanita
yang mengeluarkan zakat perhiasan atau zakat lainnya kepada suami yang fakir
atau memiliki utang yang tidak mampu dilunasi. Jika harta cukup nishab maka
wajib zakat. Atau tidak berdosa istri memberi zakatnya kepada orang yang bukan
menjadi tanggungan nafkahnya termasuk suami. Jadi, diperbolehkan menyalurkan
zakat kepada suami dalam keadaan membutuhkan.
Menurut jumhur ulama, suami bukanlah tanggungan istri dalam mencari
nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada suami yang fakir.
13. Tanya :
Apakah boleh zakat disalurkan kepada kakak dan adik kandung sendiri?
Jawab :
Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada selain yang wajib dinafkahi,
maka dari itu penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang
mampu dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama.
Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi.
(Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).
14. Tanya :
Bolehkah memberikan zakat kepada paman, bibi, saudara kakek atau nenek
atau keponakan ?
Jawab :
Boleh dengan syarat kerabat tersebut bukan termasuk orang yang wajib
kita nafkahi. Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi,
maka tidak boleh menerima zakat dari kita.
Boleh memberikan zakat maal kepada kerabat yang miskin. Bahkan
memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada memberikannya kepada
orang lain.
Sesungguhnya zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja). Sedangkan
zakat kepada kerabat, nilainya dua : zakat dan silaturahim.
(HR. Nasai, Dariri, Turmudzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar