Berwudhu,
suatu kegiatan yang sudah akrab dengan kaum muslimin. Seorang muslim
yang ingin beramal ibadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah
tentunya juga ingin mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi yang
dilakukan orang dalam praktik berwudhu, agar dapat terhindar dari
kesalahan-kesalahan tersebut. Oleh sebab itu, harap
diterangkan
kesalahan-kesalahan yang sering terjadi!
Jawaban
Ada beberapa kesalahan dalam praktek berwudhu di tengah masyarakat. Berikut ini kami akan menerangkan beberapa kesalahan tersebut.
Memisahkan Antara Kumur-Kumur dan Menghirup Air
Memisahkan
antara kumur-kumur dengan menghirup air, dengan cara mengambil air
tersendiri untuk dihirup selain dari air untuk berkumur-kumur, merupakan
kesalahan yang hampir merata di tengah masyarakat. Perlu kami terangkan
bahwa memisahkan antara kumur-kumur dengan menghirup air tidak
dilandasi tuntunan yang benar dari Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa
alihi wa sallam .
Orang yang melakukan hal tersebut sandarannya hanyalah dibangun di atas hadits yang lemah. Berikut ini penjelasannya.
Hadits Thalhah bin Musharrif dari ayahnya, dari kakeknya, beliau berkata,
دَخَلْتُ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
يَتَوَضَّأُ وَالْمَاءُ يَسِيْلُ مِنْ وَجْهِهِ وَلِحْيَتِهِ عَلَى
صَدْرِهِ فَرَأَيْتُهُ يَفْصِلُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالْإِسْتِنْشَاقِ
“Saya
masuk menemui Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam dan beliau
sedang berwudhu. Air mengucur dari wajah dan jenggot beliau di atas
dadanya. Saya melihat beliau memisahkan antara kumur-kumur dengan
menghirup air ke hidung.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan -nya no. 139, Al-Baihaqy
dalam Sunan -nya 1/51, dan Ath-Thabarany jilid 19 no. 409-410. Semuanya
dari jalan Al-Laits bin Abi Sulaim dari Thalhah bin Musharrif, dari
ayahnya, dari kakeknya. Lalu dalam salah satu riwayat Ath-Thabarany
dengan lafazh,
إِنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
فَتَمَضْمَضَ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا يَأْخُذُ لِكُلِّ وَاحِدَةٍ
مَاءً جَدِيْدًا …
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu lalu
berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali. Beliau mengambil
air baru (baca: tersendiri) untuk setiap anggota ….”
Hadits
ini adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hatim
dalam Al-‘Ilal 1/53 karya anaknya. Ada dua kelemahan dalam sanadnya:
Pertama
, terdapat rawi yang bernama Al-Laits bin Abi Sulaimdan ia telah
dilemahkan oleh Ibnu Mahdy, Yahya Al-Qaththan, Ibnu ‘Uyyainah, Ibnu
Ma’in, Ahmad, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ya’qub Al-Fasawy, An-Nasa`i dan
lain-lainnya, bahkan Imam An-Nawawy, dalam Tahdzib Al-Asma` Wa Al-Lughat
1/2/75, menukil kesepakatan para ulama atas lemah dan goncangnya hadits
Al-Laits bin Abi Sulaim.
Kedua , ayah Thalhah bin Musharrif adalah rawi yang majhul ‘tidak dikenal’.
Baca Tahdzibut Tahdzib , Al-Badrul Munir 3/277-286, At-Talkhish Al-Habir 1/133-134, dan Nashbur Rayah 1/17.
Al-Hafizh
Ibnu Hajar, dalam At-Talkhish , menyebutkan bahwa Ibnus Sakan menyebut
dalam Shahih -nya satu hadits dari jalan Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah,
bahwa beliau berkata,
شَهِدْتُ
عَلِيَّ بْنَ أَبِيْ طَالِبٍ وَعُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ
ثَلاَثًا ثَلاَثًا فَأَفْرَدَا الْمَضْمَضَةَ مِنَ الْإِسْتِنْشَاقِ ثُمَّ
قَالاَ : هَكَذَا رَأَيْنَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
“Saya
menyaksikan ‘Ali bin Abi Thalib dan ‘Utsman bin ‘Affan berwudhu tiga
kali-tiga kali, lalu keduanya menyendirikan (baca: memisahkan)
kumur-kumur dari menghirup air. Kemudian keduanya berkata, ‘Demikianlah
kami melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam
berwudhu.’.”
Saya
berkata , “Al-Hafizh Ibnu Hajar tidak menyebutkan sanad hadits ini,
tapi bisa dipastikan bahwa hadits ini lemah karena ‘Utsman bin ‘Affan,
dalam riwayat Bukhary-Muslim dan selainnya, telah memeragakan cara
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu dan beliau
tidak memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air. Demikian pula
‘Ali bin Abi Thalib, dalam riwayat yang shahih dari beliau, memeragakan
cara Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu, tetapi
tidak memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air.
Kemudian
saya menemukan sanad hadits Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah yang
disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar tersebut, yaitu diriwayatkan oleh
Ibnul Ja’d sebagaimana dalam Al-Ja’diyyat no. 3406 dan dari jalannya
diriwayatkan oleh Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 347 dari jalan
‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, dari ‘Abdah bin Abi Lubabah, dari
Syaqiq bin Salamah, sama dengan lafazh yang disebut oleh Al-Hafizh Ibnu
Hajar tapi ‘Ali bin Abi Thalib tidak disebutkan.
Adapun
‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, yang ada di dalam sanad, adalah
rawi yang dha’if maka hadits ini adalah mungkar karena menyelisihi
riwayat para rawi yang tsiqah ‘terpercaya’ yang tidak menyebutkan lafazh
ini.”
Maka sebagai kesimpulan, seluruh hadits, yang menjelaskan bahwa kumur-kumur dipisah dari menghirup air, adalah lemah.
Berkata
Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab 1/398, “Adapun
memisah (antara kumur-kumur dan menghirup air-pent.), tidak ada sama
sekali hadits yang tsabit ‘kuat, sah’. Yang ada hanyalah hadits Thalhah
bin Musharrif dan ia adalah (rawi yang) lemah.”
Berkata
Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad 1/192-193, “Dan tidaklah datang
(keterangan tentang) memisah antara kumur-kumur dan menghirup air dalam
hadits yang shahih sama sekali.”
Setelah
membaca uraian lemahnya hadits yang menjelaskan disyariatkannya
memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air, mungkin akan muncul
pertanyaan di dalam benak, “Kalau cara memisah antara kumur-kumur dan menghirup air itu salah, lalu bagaimana cara yang benarnya?”
Jawabannya dari dua sisi:
Secara
global , kami menetapkan bahwa berkumur-kumur dan menghirup air adalah
menggabungkannya dengan cara mengambil air lalu digunakan untuk
berkumur-kumur sekaligus menghirup air.
Secara
rinci , dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam
diterangkan tiga kaifiyah ‘cara’ dalam berkumur-kumur dan menghirup
air.
Pertama
,berkumur-kumur dan menghirup air secara bersamaan dari satu telapak
tangan sebanyak tiga kali cidukan. Hal ini diterangkan dalam beberapa
hadits, di antaranya hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary-Muslim,
فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا
“Maka beliau berkumur-kumur dan menghirup air dari satu telapak tangan. Beliau mengerjakan itu sebanyak tiga kali.”
Kedua
,berkumur-kumur dan menghirup air secara bersamaansebanyak tiga kali
dari satu kali cidukan air dengan satu telapak tangan. Cara ini,
walaupun agak sulit diterapkan, tetapi memungkinkan dan bisa dilakukan,
sebab kaifiyah ini telah diterangkan dalam hadits ‘Abdullah bin Zaid
riwayat Bukhary,
فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِنْ غُرْفَةٍ وَاحِدَةٍ
“Maka beliau berkumur-kumur dan (menghirup air lalu) mengeluarkannya sebanyak tiga kali dari satu cidukan.”
Ketiga
,berkumur-kumur tiga kali lalu menghirup air tiga kali dari satu kali
cidukan dengan satu telapak tangan. Hal ini dijelaskan dalam hadits ‘Ali
bin Abi Thalib,
ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا
“Kemudian beliau memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana lalu berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali.”
(diriwayatkan olehAbu Daud, An-Nasa`idan lain-lain, dan dishahihkan
oleh Syaikh Muqbil dalam Jami’ Ash-Shahih dan Al-Hafizh, dalam
At-Talkhish , menyebutkan jalan-jalan yang banyak dari hadits ini)
Walaupun hadits ini mengandung ihtimal ‘kemungkinan’, tetapi zhahirnya menunjukkan kaifiyah tersendiri. Wallahu a’lam.
Baca Ikhtiyarat Ibnu Qudamah 1/158, Al-Mughny 1/170-171, dan Al-Majmu’ 1/397-398.
Lalai Dalam Menyempurnakan Wudhu
Lalai
dalam menyempurnakan wudhu, sehingga menyebabkan ada bagian dari
anggota wudhu (anggota badan dalam berwudhu) yang terluput dari basuhan
air, adalah kesalahan besar, apalagi kalau yang terluput dari basuhan
air itu adalah anggota yang merupakan rukun wudhu, maka wudhu dianggap
batal. Dimaklumi bersama, bahwa anggota yang merupakan rukun wudhu
adalah yang tertera dalam ayat 5 surah Al-Maidah,
“Wahai
orang-orang yang beriman, jika kalian berdiri hendak mengerjakan
shalat, maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai
ke siku, lalu usaplah kepala-kepala kalian dan cucilah kaki-kaki kalian
sampai ke mata kaki.”
Berikut ini beberapa dalil yang menunjukkan kewajiban dan keutamaan menyempurnakan wudhu.
Pertama ,hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam mengajar seseorang yang jelek shalatnya,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Jika kamu hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim)
Kedua ,hadits Laqith bin Saburah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Sempurnakanlah wudhu.”
(Diriwayatkan
oleh Asy-Syafi’iy dalam Al-Umm 1/52, Ahmad 4/32-33, ‘Abdurrazzaq no.
79, Abu ‘Ubaid dalam Ath-Thahur no. 284, Ath-Thayalisy no. 171,
Al-Bukhary dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 166, Abu Daud no. 141, Tirmidzy
no. 788, Ibnu Majah no. 407, An-Nasa`i 1/66,79, Ibnul Mundzir dalam
Al-Ausath 1/406-407, Ibnu Khuzaimah no. 150 168, Ibnu Hibban no. 1053,
1087, Al-Hakim 1/247-248 dan 4/123, Al-Baihaqy 1/50, 51, 76 dan 7/303,
Ath-Thabarany 19/no. 281, dan Ibnu ‘Abdil Barr 18/223. Dishahihkan oleh
Syaikhuna Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih )
Ketiga
, hadits Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash riwayat
Bukhary-Muslim dan hadits ‘Aisyah riwayat Muslim, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit dari api neraka.”
Sebab
wurud (pengucapan) hadits adalah karena sebagian dari para shahabat
yang berwudhu dan hanya mengusap di atas kakinya, maka Rasulullah
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menegur mereka dengan hadits di
atas.
Keempat , hadits ‘Utsman bin ‘Affan, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bersabda,
مَا
مِنْ مُسْلِمٍ يَتَطَهَّرُ فَيُتِمُّ الطُّهُوْرَ الَّذِيْ كَتَبَ اللهُ
عَلَيْهِ فَيُصَلِّيْ هَذِهِ الصَّلَوَاتَ الْخَمْسَ إِلاَّ كَانَتْ
كَفَّارَاتٍ لِمَا بَيْنَهُمَا
“Tidaklah
seorang muslim berwudhu lalu ia menyempurnakan wudhu yang Allah
tetapkan atasnya kemudian dia mengerjakan shalat lima waktu, kecuali ia
menjadi kaffarah (penggugur dosa) di antara kelimanya.” (diriwayatkan oleh Muslim)
Kelima , hadits ‘Utsman bin ‘Affan riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menyatakan,
مَنْ
تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى
الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ
الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللهُ لَهُ ذَُنُوْبَهُ
“Barangsiapa
yang berwudhu untuk shalat, lalu ia menyempurnakan wudhunya kemudian
melangkah untuk mengerjakan shalat wajib sehingga ia shalat wajib
bersama orang-orang atau bersama jamaah atau di mesjid, maka Allah
mengampuni untuk dosa-dosanya.”
Mencuci Anggota Wudhu Lebih Dari Tiga Kali
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , dalam mencuci anggota wudhu, mencontohkan beberapa kaifiyah.
Kadang
beliau mencuci anggota wudhunya tiga-tiga kali,sebagaimana yang
diterangkan dalam hadits yang sangat banyak, seperti hadits ‘Utsman bin
‘Affan riwayat Bukhary-Muslim dan hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat
Bukhary-Muslim.
Kadang pula beliau mencuci anggota wudhunya dua-dua kali,sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu 2 kali 2 kali.”
Kadang
beliau juga mencuci anggota wudhunya satu-satu kali,dan ini merupakan
batasan wajibnya. Hal ini diterangkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam riwayat
Bukhary,
تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً
“Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu satu kali satu kali.”
Selain
itu, kadang beliau berselang-seling dalam mencucinya dengan cara
mencuci sebagiannya tiga kali, sebagian lain dua dan satu kali,
sebagaimana praktik wudhu Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa
sallam yang diperagakan oleh ‘Abdullah bin Zaid,
فَأَكْفَأَ
عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ
فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ
فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا
فَغَسَلَ وَجَهَهُ ثَلاَثُا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا
فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ
يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ
وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رَجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ.
“Maka
beliau menuangkan air di atas telapak tangannya kemudian mencucinya
tiga kali kemudian beliau memasukkan tangannya (ke dalam bejana) lalu
mengeluarkannya kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air dari
satu telapak tangan, beliau lakukan itu tiga kali. Kemudian beliau
memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya kemudian mencuci wajahnya tiga
kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu mengeluarkan kemudian
mencuci kedua tangannya sampai ke siku dua kali dua kali. Kemudian
beliau memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya kemudian mengusap
kepalanya; menggerakkan kedua tangannya ke belakang dan
mengedepankannya. Kemudian beliau mencuci kedua kakinya sampai ke mata
kaki.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim, dan lafazh ini milik Muslim)
Ini
tuntunan Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam dalam
mencuci anggota wudhunya, tidak dinukil beliau mencuci anggota wudhunya
lebih dari tiga kali, bahkan yang ada adalah larangan melebihi tiga kali
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits dari jalan ‘Amr bin Syu’aib
dari ayahnya dari kakeknya,
جَاءَ
أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوْءِ فَأَرَاهُ ثَلاَثًا ثَلاَثُا
فَقَالَ : هَذَا الْوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ
وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
“Datang
seorang A’raby kepada Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa
sallam bertanya kepadanya tentang wudhu. Maka beliau memperlihatkan
wudhu tiga-tiga kali lalu beliau berkata, ‘Inilah wudhu, siapa yang
menambah di atas ini maka ia telah berbuat jelek, melampaui batas dan
berbuat zhalim.’.” (Diriwayatkan
oleh Abu Daud no. 135, Ibnu Majah no. 422, An-Nasa`i no. 140, Ahmad
2/180, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa no. 75, Ibnu Khuzaimah no. 174,
Ath-Thahawy dalam Syarh Musykil Al-Atsar 1/36 , Ibnul Mundzir dalam
Al-Ausath 1/361 no. 329, dan Al-Baihaqy 1/79 dengan sanad yang hasan)
Para
ulama menyebutkan bahwa dikatakan ia berbuat jelek karena meninggalkan
yang lebih utama dan dikatakan melampaui batas karena melampaui batasan
sunnahnya dan dikatakan berbuat zhalim karena menempatkan sesuatu bukan
pada tempatnya.
Tapi,
perlu diingat, bahwa larangan mencuci anggota wudhu lebih dari tiga
kali ini berlaku kalau anggota wudhunya dengan tiga kali telah terbasuh
sempurna dengan air, adapun seperti orang yang berada di terik matahari
atau semisalnya kemudian tatkala dia membasuh anggota wudhunya tiga kali
dan ternyata setelah itu masih ada bagian yang belum tersentuh oleh air
maka di sini ia boleh menambah dan membasuh bagian yang belum tersentuh
air tersebut berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan di atas
tentang kewajiban menyempurnakan wudhu.
Selain
itu, para ulama berbeda pendapat tentang larangan melebihkan cucian
dari tiga kali, apakah larangan itu bersifat makruh atau haram.
Imam Syafi’i dan mayoritas ulama syafi’iyah menganggap hal tersebut makruh karahah tanzih ‘makruh yang tidak sampai haram’.
Ibnul Mubarak berkata, “Saya tidak menjamin seseorang yang melebihkan wudhunya lebih dari tiga kali bahwa ia tidak berdosa.”
Berkata Ahmad dan Ishaq, “Tidak ada yang menambah lebih dari tiga kali kecuali orang yang tertimpa musibah/malapetaka.”
Imam Al-Bukhary berkata, “Dan
Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menerangkan bahwa
kewajiban wudhu adalah satu-satu kali dan beliau juga berwudhu dua-dua
kali dan tiga-tiga kali dan beliau tidak menambah di atas tiga kali, dan
para ulama menganggap makruh berlebihan di dalamnya dan melewati
perbuatan Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam .”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Itu
juga adalah bid’ah dan kesesatan menurut kesepakatan kaum muslimin.
Bukanlah sunnah dan bukan ketaatan dan qurbah ‘pendekatan diri’ dan
siapa yang mengerjakannya di atas dasar itu sebagai ibadah dan ketaatan
maka hendaknya dilarang dari hal tersebut. Kalau tidak mau, maka diberi
ta’zir ‘hukuman pelajaran’ untuknya karena itu.”
Baca
Al-Mughny 1/193-194, Shahih Al-Bukhary bersama Fathul Bary 1/232-234,
Al-Majmu’ 1/466-468, Al-Fatawa 21/168, Nailul Authar 1/218, dan
lain-lain.
Mengusap Kepala Tiga Kali
Mengusap
kepala tiga kali juga termasuk kesalahan-kesalahan dalam wudhu karena
hal tersebut tidak dibangun di atas landasan yang kuat.
Untuk mengetahui tidak kuatnya landasan pendapat ini simak uraian pendapat para ulama dalam masalah ini.
Pendapat
pertama , disunnahkan mengusap kepala tiga kali. Ini adalah pendapat
Imam Syafi’iy dan pengikutnya, pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat,
dan Daud Azh-Zhahiry. Dalilnya sebagai berikut:
1.
Hadits-hadits yang disebutkan di atas bahwa Nabi shallallahu ‘ alaihi
wa alihi wa sallam berwudhu tiga kali-tiga kali. Masuk di dalamnya tiga
kali-tiga kali.
2. Mereka juga berdalilkan dengan hadits ‘Utsman bin ‘Affan dalam sebagian riwayat dengan lafazh,
وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا
“Dan beliau mengusap kepalanya tiga kali.”
Pendapat
kedua , tidak disyariatkan mengusap kepala kecuali satu kali. Ini
merupakan pendapat jumhur ulama seperti Abu Hanifah, Malik, Ahmad yang
diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Salim bin ‘Abdillah, An-Nakha’iy, Mujahid,
Thalhah bin Musharrif dan Al-Hakam bin ‘Utaibah.
Dalil akan kuatnya pendapat ini sangat banyak, di antaranya:
* Hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary-Muslim,
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً
“Kemudian beliau mengusap kepalanya mengedepankan dan mengebelakangkannya satu kali.”
*
Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika beliau
mencontohkan wudhu Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam ,
فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً وَاحِدَةً
“ Kemudian beliau mengusap kepalanya satu kali .”
Riwayat
Abu Daud no. 111, Tirmidzy no. 48, An-Nasa`i no. 92, Ahmad 1/154,
Al-Baihaqy 1/68, Al-Maqdasy no. 642, dan lain-lain. Dishahihkan oleh
Syaikhuna Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih .
*
Hadits-hadits yang sangat banyak yang menjelaskan sifat wudhu
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , yang hadits-hadits
tersebut menyebutkan seluruh anggota wudhu dicuci tiga kali kecuali
kepala tidak disebutkan berapa kali diusap. Ini menunjukkan bahwa jumlah
usapan kepala tidaklah sama dengan anggota yang lainnya.
Adapun dalil-dalil pendapat pertama di jawab sebagai berikut,
1.
Konteks hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘ alaihi
wa alihi wa sallam mencuci anggota wudhunya tiga kali-tiga kali adalah
riwayat yang global/mutlak dan riwayat global ini telah diterangkan
secara rinci dalam hadits-hadits yang telah disebutkan bahwa Nabi
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam mengusap kepala satu kali.
2.
Seluruh hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘ alaihi
wa alihi wa sallam mengusap kepala lebih dari satu kali adalah
hadits-hadits yang lemah.
Sumber: http://an-nashihah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar