Bagaimana
kalau waktu Shubuh sudah masuk bahkan sudah menunjukkan jam lima, namun
masih sempatkan diri makan sahur? Ini dilakukan dalam keadaan tidak
sengaja atau tidak mengetahui waktu.
Ada yang bertanya seperti ini, “Barusan saya bangun tidur jam 5 saya langsung makan
sahur, saya tidak tahu kalau itu jam 5, saya kira jam 4, baru sadar setelah saya makan beres. Apakah saya boleh berpuasa?”
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum makan atau minum dalam keadaan menyangka masih malam, menyangka masih belum terbit fajar Shubuh. Begitu pula bagaimana kalau ada yang berbuka puasa dalam keadaan menyangka bahwa sudah tenggelam matahari lalu terbukti belum tenggelam (masih siang).
Kebanyakan ulama menyatakan bahwa puasanya batal. Puasanya wajib diqadha’ nantinya setelah Ramadhan.
Sedangkan ulama lain berpandangan bahwa puasanya tetap sah, ia boleh lanjutkan puasanya dan tidak perlu mengqadha’.
Pendapat terakhir ini menjadi pendapat dari Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri dari tabi’in dan riwayat dari Imam Ahmad. Juga pendapat tersebut dianut oleh Al-Muzani dari ulama Syafi’iyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga berpendapat demikian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata seperti di bawah ini.
Ulama yang berpandangan bahwa puasanya tidaklah batal baik ketika ia keliru atau lupa di pagi hari atau pun di sore hari, mereka nyatakan bahwa pendapat mereka lebih kuat. Dalil yang mendukungnya pun dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman,
Dalam ayat di atas, Allah menggabungkan antara lupa dan tidak sengaja (keliru). Karena siapa saja yang melakukan larangan haji dan shalat dalam keadaan tidak sengaja sama seperti ia melakukannya dalam keadaan lupa.
Juga disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa pernah terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang berbuka puasa padahal setelah itu matahari masih muncul. Dalam riwayat ini tidak disebutkan kalau mereka ketika itu mengqadha’ puasanya. Akan tetapi, Hisyam bin ‘Urwah mengatakan bahwa mesti ada qadha’. Adapun bapaknya sendiri yang lebih berilmu darinya menyatakan bahwa tidak ada qadha’.
Ada juga hadits dalam Shahihain bahwa sekelompok sahabat pernah makan dan mereka menunggu -sesuai tuntutan tekstual ayat- hingga benang putih itu muncul. Mereka benar-benar meletakkan benang putih (di bawah bantal). Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada mereka bahwa bantal kalian itu sangat lebar (maksudnya: jelas benang putih tak akan keluar-keluar, pen.). Karena yang dimaksud ayat, benang putih adalah terbitnya fajar Shubuh dan benang hitam yang dimaksud adalah gelapnya malam. Mereka yang terus makan dalam keadaan tidak tahu, kala itu tidak diperintahkan untuk mengqadha’. Mereka tidak paham hukum sehingga mereka tergolong orang yang tidak sengaja (keliru).
Ada riwayat pula dari ‘Umar bin Al-Khattab di mana ia pernah berbuka ternyata nampak lagi siang, maka beliau berkata, “Kami tidak mengqadha’ puasanya karena kami tidak dihukumi berdosa kala keliru.” Walau ada riwayat yang menyebutkan bahwa Umar mengqadha’, namun riwayat pertama yang disebut itulah yang lebih kuat. …
Pendapat yang menyatakan tidak perlu qadha’ (artinya puasanya tidak batal), itulah pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati pemahaman Al-Qur’an, As-Sunnah dan qiyas. (Majmu’ah Al-Fatawa, 20: 572)
Ada yang bertanya seperti ini, “Barusan saya bangun tidur jam 5 saya langsung makan
sahur, saya tidak tahu kalau itu jam 5, saya kira jam 4, baru sadar setelah saya makan beres. Apakah saya boleh berpuasa?”
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum makan atau minum dalam keadaan menyangka masih malam, menyangka masih belum terbit fajar Shubuh. Begitu pula bagaimana kalau ada yang berbuka puasa dalam keadaan menyangka bahwa sudah tenggelam matahari lalu terbukti belum tenggelam (masih siang).
Kebanyakan ulama menyatakan bahwa puasanya batal. Puasanya wajib diqadha’ nantinya setelah Ramadhan.
Sedangkan ulama lain berpandangan bahwa puasanya tetap sah, ia boleh lanjutkan puasanya dan tidak perlu mengqadha’.
Pendapat terakhir ini menjadi pendapat dari Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri dari tabi’in dan riwayat dari Imam Ahmad. Juga pendapat tersebut dianut oleh Al-Muzani dari ulama Syafi’iyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga berpendapat demikian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata seperti di bawah ini.
Ulama yang berpandangan bahwa puasanya tidaklah batal baik ketika ia keliru atau lupa di pagi hari atau pun di sore hari, mereka nyatakan bahwa pendapat mereka lebih kuat. Dalil yang mendukungnya pun dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru.” (QS. Al-Baqarah: 286)Dalam ayat di atas, Allah menggabungkan antara lupa dan tidak sengaja (keliru). Karena siapa saja yang melakukan larangan haji dan shalat dalam keadaan tidak sengaja sama seperti ia melakukannya dalam keadaan lupa.
Juga disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa pernah terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang berbuka puasa padahal setelah itu matahari masih muncul. Dalam riwayat ini tidak disebutkan kalau mereka ketika itu mengqadha’ puasanya. Akan tetapi, Hisyam bin ‘Urwah mengatakan bahwa mesti ada qadha’. Adapun bapaknya sendiri yang lebih berilmu darinya menyatakan bahwa tidak ada qadha’.
Ada juga hadits dalam Shahihain bahwa sekelompok sahabat pernah makan dan mereka menunggu -sesuai tuntutan tekstual ayat- hingga benang putih itu muncul. Mereka benar-benar meletakkan benang putih (di bawah bantal). Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada mereka bahwa bantal kalian itu sangat lebar (maksudnya: jelas benang putih tak akan keluar-keluar, pen.). Karena yang dimaksud ayat, benang putih adalah terbitnya fajar Shubuh dan benang hitam yang dimaksud adalah gelapnya malam. Mereka yang terus makan dalam keadaan tidak tahu, kala itu tidak diperintahkan untuk mengqadha’. Mereka tidak paham hukum sehingga mereka tergolong orang yang tidak sengaja (keliru).
Ada riwayat pula dari ‘Umar bin Al-Khattab di mana ia pernah berbuka ternyata nampak lagi siang, maka beliau berkata, “Kami tidak mengqadha’ puasanya karena kami tidak dihukumi berdosa kala keliru.” Walau ada riwayat yang menyebutkan bahwa Umar mengqadha’, namun riwayat pertama yang disebut itulah yang lebih kuat. …
Pendapat yang menyatakan tidak perlu qadha’ (artinya puasanya tidak batal), itulah pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati pemahaman Al-Qur’an, As-Sunnah dan qiyas. (Majmu’ah Al-Fatawa, 20: 572)
Kesimpulannya, puasanya boleh dilanjutkan kalau kasus di atas dilakukan dalam keadaan lupa.Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar