Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Rabu, 18 Desember 2013

Aqidah Sebagai Ukuran ke-salafiyah-an Seseorang Walaupun Manhajnya Menyimpang

Pembukaan

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن ولاه

Pembaca rahimakumullah, keinginan menulis tentang Ali Hasan al-halabi kembali muncul di benak saya sebagai hamba faqir yang selalu mencari maghfirati rabbi…

Keinginan itu semakin mantap ketika melihat bahwa para ulama’ kibar semacam lajnah
daimah, syaikh al-Fauzan, Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Muhammad bin Hadi, Syaikh Ahmad Bazmul, Syaikh Muhammad Bazmul, dan banyak ulama’ lainnya yang membantah serta mengkritik habis-habisan akan sosok yang konon termasuk peringkat teratas dari deretan murid-murid Syaikh Al-Albani Rahimahullah, yaitu Ali Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Hadahullah….
Ditambah lagi, kemantapan itu semakin kokoh ketika menyaksikan betapa minimnya pengetahuan saudara-saudaraku fillah tentang  sepak terjang Ali Al-Halabi dalam meruntuhkan dakwah dan kaedah-kaedah salafiyyah….. dibarengi dengan keyakinan saya, bahwa saudara-saudaraku tersebut begitu mengharapkan kebaikan, merindukan kebenaran, dan menantikan cahaya yg menerangi langkah mereka (1), hanya saja mereka  belum diberi taufiq untuk mendapatkan itu semua….
Saudaraku fillah, beberapa pertanyaan dan komentar para pengunjung telah masuk ke blog mungil ini dan sudah pengelola terima tentang bantahan-bantahan ulama yang saya muat di sini terkait dengan Ali Hasan al-Halabi. Sebagiannya saya tanggapi dan sebagiannya lagi tidak, karena pertanyaannya semakna dengan yang saya jawab sebelumnya dan sudah saya tampilkan….
Saya memahami bahwa komentar2 mereka tersebut didasari ketidakpahaman mereka tentang manhaj yang benar dan tentang kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh Hasan Al-Halabi…. dan juga kekaguman mereka akan keilmuan Ali Hasan Al-Halabi… sehingga itu semua membuat mereka mementahkan setiap bantahan para ulama’ kibar Rahimahumullah
Beranjak dari itu semua, saya memohon kepada Allah untuk memulai silsilah ilmiyyah bantahan para ulama’ terhadap Ali Hasan Al-Halabi…. Semoga Allah mengikhlaskan niatku, memantapkan langkahku, dan melipatgandakan pahalaku…
Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Dzat Yang mengetahui perkara ghaib, Pengatur segala sesuatu dan Pemiliknya…. berilah manfaat dengan tulisan sederhana ini setiap orang yang membacanya dan mengambil faedah darinya…

Para pembaca rahimakumullah…, Seperti yang sering kami sebutkan, bahwa satu dari sekian banyak keyakinan bathil Al-Halabi adalah memuji para tokoh sesat yang telah di tahdzir oleh para ulama’ rahimahumullahu ta’ala…. Tentu saja perbuatannya itu menyalahi qo’idah yang telah ditetapkan dan disepakati para ulama’ ahlussunnah dari waktu ke waktu, yaitu tidak boleh seorang sunni memuji, berjalan, dan membenarkan tokoh-tokoh sesat.
Ali Al-Halabi, ketika menyadari bahwa produk-produk barunya tersebut menyelisihi manhaj/metode para ulama’, tentu dia juga menyadari bahwa para konsumen tidak akan menerimanya kecuali jika dipoles oleh label-label cantik disertai promosi menggiurkan yang bisa mengesankan bahwa produk tersebut dibuat oleh peralatan canggih dari alqur’an dan as-sunnah, dan telah mendapatkan lisensi resmi dari para ulama’ rahimahumullah..
Sikap qalbul haqaiq atau memutarbalikkan fakta memang sudah menjadi kebiasaan Ali Al-Halabi, bukan hanya sekali atau dua kali, sebagai contoh, ketika dia membantah fatwa lajnah da’imah, dengan gaya sok ilmiyyah, dia mengesankan kpd pembaca bahwa dia-lah yang benar… wallahul musta’an
Begitulah, telah menjadi ketetapan Allah, bahwa Dia akan memunculkan para du’at yg menyeruh kepada kebaikan, sebagaimana dia telah menetapkan akan munculnya para du’at yang mengajak kepada neraka jahannam.
Para pembaca rahimakumullah…, mari kita mulai menilik bersama qo’idah jadidah yg bathil, produk Ali Al-Halabi, semoga Allah mengembalikannya kpd al-haq.
Di antara qo’idah tersebut adalah:

“Bahwa Seseorang tetap Menjadi Salafy Selama Aqidahnya Benar dan Kokoh Walaupun Manhajnya Menyimpang”

Aqidah dan qo’idah baru ini disebutkan oleh Al-Halabi dalam kitabnya Manhaju As-Salafish Shalih, hal.139, pada poin 11 bertajuk “antara ‘aqidah dan manhaj” dia menjelaskan: “Ringkas kata, setelah isyarat adanya perbedaan antar (ulama’) sunni yg telah disebutkan, dalam mendefnisikan perbedaan antara aqidah dan manhaj; manhaj adalah pagar dari aqidah, sekaligus sebagai bentengnya yang kokoh.
Seandainya ada seseorang yang beraqidah salafiyah pada dirinya akan tetapi dia munharif (berpaling) dalam manhajnya, baik sebagai hizbi atau selainnya, maka sesungguhnya sesuatu yang paling kuat/menonjol pada dirinya; manhaj atau aqidah itulah yang dijadikan patokan atasnya…
Bisa jadi manhajnya (yg rusak) mempengaruhi aqidahnya (yg benar) sehingga dia menjadi mubtadi’ maksyuf.
Bisa jadi aqidahnya (yg benar) mempengaruhi manhajnya (yg rusak) sehinga dia menjadi salafiy yg ma’ruf.
Dan sesungguhnya yang terakhir lebih kami sukai dari yang pertama.
========
Perhatikanlah keterangan Al-Halabi di atas…, bagaimana dia menjadikan aqidah sebagai tolok ukur murni dan mengabaikan perkara manhaj… seorang akan menjadi salafy jika aqidahnya kuat walaupun manhajnya menyimpang…. Benarkah demikian? Simak penjelasan berikut…
Ketika mengomentari ucapan Ali Al-Halabi di atas, Syaikh Ahmad Bazmul berkata: “Ini adalah ucapan bathil, penjelasannya sebagai berikut:
- Ucapan Al-Halabi (di atas): “perbedaan antar (ulama’) sunni” aku (Syaikh Bazmul) katakan: “Dia (Al-Halabi) mengisyaratkan kepada perbedaan ahlul ilmi dalam hal aqidah dan manhaj, apakah keduanya sesuatu yg satu ataukah sesuatu yg berbeda?
* Syaikh Ibnu Baaz dan selainnya dari ahlul ilmi berpendapat bahwa keduanya adalah sesuatu yang satu (tidak ada bedanya, pen)
* Sedangkan Asy-Syaikh Al-Albani dan selain beliau dari ahlul ilmi berpendapat bahwa aqidah dan manhaj adalah sesuatu yg berbeda.
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Manhaj lebih umum dari aqidah. Manhaj mencakup aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan segenap kehidupan seorang muslim. Setiap langkah yang dilalui oleh seorang muslim disebut manhaj. Adapun aqidah, yang dimaukan adalah dasar keimanan, makna dua kalimat syahadat dan konsekuensinya. Ini adalah aqidah.” (Al-Ajwibatul Mufidah hal.123)
=====

Maka ulama’ yang tidak membedakan antara manhaj dan aqidah, mereka juga tidak mengakui qa’idahmu (wahai Al-Halabi) bahkan menolaknya. Karena manhaj dan aqidah menurut mereka adalah sesuatu yang satu… maka menyelisihi dalam hal manhaj maka otomatis menyelisihi dalam hal aqidah…

Sedangkan para ulama’ yang membedakan antara aqidah dan manhaj, tidak membedakan secara keseluruhan. Bahkan mereka menjadikan aqidah bagian dari manhaj. Maka tidak diterima seseorang yang aqidahnya salafy, tetapi manhajnya menyelisihi salaf, karena aqidah masuk dalam kategori manhaj.


Dengan inilah dapat diketahui kesalahan Al-Halabi dalam permasalahan ini; aqidah dan manhaj adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak boleh dipisahkan.


Para pembaca rahimakumullah…
Ali Hasan Al-Halabi, sosok muda yg banyak dikagumi disebabkan karya tulis, tahqiq, takhrij, dan karya2 lainnya.. hal itu membuat pandangan manusia menjadi gulita… seakan semua benak mengarah ketujuan yg sama, mungkinkah orang yang seperti itu kualitasnya terjatuh kepada kesalahan? Mungkinkah dia kan tergelincir? Atau barangkali para ulama’ kibar itu yg salah memahami? Berbusuk sangkah? Atau anggapan-anggapan lainnya… wallahul musta’an
Para pembaca rahimakumullah,
>> Dengan inilah dapat diketahui kesalahan Al-Halabi dalam permasalahan ini; aqidah dan manhaj adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak boleh dipisahkan.
Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruktempat kembali.(QS. An-Nisa’:115)
Mengikut jalan kaum mukminin atau tidak mengikut jalan kaum mukminin adalah perkara yg sangat penting sekali, baik mengikuti atau meninggalkan. Siapa saja mengikuti jalan kaum mukminin maka dia lah orang yang sukses di sisi Rabbul ‘alamin, dan siapa saja menyelisihi jalan kaum mukminin, maka baginya jahannam dan ia adalah sejelek-jelek tempat kembali.” [ Fitnatu Takfir hal.53 ]
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Apabila suatu manhaj itu benar, maka pemiliknya termasuk menjadi ahli surga; jika dia berada di atas manhaj rasul dan manhaj salafus shalih maka dia akan menjadi ahli surga dengan ijin Allah. Tetapi jika dia di atas manhaj sesat maka dia mendapat ancaman dengan neraka. Jadi, ke shahihan manhaj dan tidaknya akan berakibat atasnya; surga atau neraka.” [ Al-Ajwibatul Mufidah 125 ]
Begitu pula Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri berkata, “Islam tersusun dari dua perkara ini, aqidah yg benar juga manhaj yang lurus dan selamat. Tidak boleh terpisah antara satu dengan yang lainnya. Siapa saja yg manhajnya rusak bisa dipastikan bahwa hal itu bersumber dari aqidahnya yang rusak. Jika sebuah aqidah bisa istiqamah di atas bentuk yg shahih, maka akan istiqamah pula manhajnya.” [ Al-Idhah wal Bayan fi Kasyfi ba’di Tharaiqi Firqatil Ikhwan ]
KETERANGAN:
Itulah keterangan para ulama’ kibar, bahwa manhaj dan aqidah adalah dua perkara yg saling terkait dalam islam dan tidak boleh dipisahkan. Seseorang yang aqidahnya benar hal itu bersumber dari manhajnya yang benar.. dan seseorang yang aqidahnya rusak hal itu bersumber dari manhajnya yang rusak…
Bandingkanlah dengan keyakinan baru Al-Halabi, bagaimana dia membedakan aqidah dan manhaj dari semua sisinya.. sehingga menurutnya, kerusakan sebuah manhaj tidak punya pengaruh apapun terhadap aqidah yg kokoh, dan kerusakan aqidah seseorang tidak punya pengaruh apapun tehadap manhaj yg kokoh…

Saudaraku. Bangunlah dari tidur nan panjang dan sadarlah … apa kiranya yg membuatmu terhalangi untuk menerima penjelasan para ulama’ kibar dan meninggalkan berbagai penyimpangan Al-Halabi?! Kekaguman? atokah….???

Saudaraku, renungkanlah… seandainya qo’idah-qo’idah al-halabi tersebut bersumber dari salaf… mengapakah para ulama’ kibar mengingkarinya?? Atokah Al-Halabi lebih mengerti ttg qo’idah salaf dibandingkan syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Ubaid, dan para masyayikh lainnya??

Catatan:

Saudaraku, apa yang kami torehkan ini adalah murni pernyataan para ulama’ kibar, bukan diambil dari saku usang si penulis… ketika para ulama’ telah menyebarkan fatwa mereka… ketika para masyayikh telah mencetak bantahan mereka… maka kewajiban kami adalah meneruskannya kpd kaum muslimin di bumi pertiwi ini…

Bukankah termasuk menyembunyikan ilmu, ketika para ulama’ telah menjelaskan suatu urusan umat, kita tidak menjelaskannya kpd umat? Padahal umat sangat butuh dgn penjelasan tersebut…

url: http://warisansalaf.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar