Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Sabtu, 26 November 2011

Shalawat Nariyah dalam Sorotan

Shalawat Nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan, barangsiapa membacanya sebanyak 4444 kali dengan niat agar kesusahan dihilangkan atau hajat dikabulkan, niscaya akan terpenuhi.

Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika kita mengetahui lafazh bacaannya, serta kandungan syirik yang ada di dalamnya. Secara lengkap, lafazh shalawat Nariyah itu adalah sebagai berikut,

اَللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَ سَلِّمْ تَسْلِيْمًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تُنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَ تُنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَ يُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ ، وَ تُنَالَ بِهِ الرَّغَائِبُ وَ حُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ ، وَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَ عَلىَ آلهِ وَ صَحْبِهِ عَدَدَ كُلِّ مَعْلُوْمِ لَكَ


“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dengan shalawat yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengannya terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga, dan sahabatnya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”

(Penjelasan)

1. Akidah tauhid yang diserukan oleh Al-Quranul Karim dan diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah semata yang kuasa menguraikan segala ikatan, yang menghilangkan segala kesedihan, yang memenuhi segala kebutuhan, dan memberi apa yang diminta oleh manusia ketika ia berdoa. Setiap muslim tidak boleh berdoa dan memohon kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya, walau yang dimintanya adalah seorang malaikat yang diutus atau nabi yang dekat kepada Allah.

Al-Quran mengingkari berdoa kepada selain Allah, baik kepada para rasul atau wali. Allah berfirman,

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا * أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kalian anggap (Rabb) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memin-dahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Al-lsra’: 56-57)

Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdoa dan meminta kepada Al-Masih (Nabi Isa ‘alaihissalaam –pent.), malaikat dan hamba-hamba Allah yang saleh dari jenis makhluk jin. (Hal ini disebutkan oleh Ibnu Katsir)

2. Bagaimana mungkin Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ridha jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Quran memerintahkan dan menyeru kepada beliau,

قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raaf: 188)

Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata kepada beliau,

مَا شَاءَ اللهُ وَ شِئْتَ

‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَجَعَلْتَنِي للهَ نِدًّا ؟ قُلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ

“Apakah engkau menjadikan aku sebagai tandingan/sekutu bagi Allah? Katakanlah, “Hanya atas kehendak Allah semata.” (HR. An-Nasaa’i, dengan sanad sahih)

Al-Nid: Yang diserupakan, sekutu.

3. Seandainya kita membuang kata “Bihi” (dengan Muhammad), lalu kita ganti dengan kata “Bihaa” (dengan shalawat untuk Nabi), niscaya makna lafazh shalawat itu akan menjadi benar. Sehingga bacaannya akan menjadi seperti berikut ini:

“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk Muhammad, yang dengannya diuraikan segala ikatan (yaitu dengan shalawat).”

Hal itu dibenarkan, karena shalawat untuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah ibadah, sehingga kita boleh bertawasul dengannya, agar dihilangkan segala kesedihan dan kesusahan.

4. Kenapa kita membaca shalawat-shalawat bid’ah yang meru-pakan ucapan manusia, kemudian kita meninggalkan shalawat lbrahimiyah yang merupakan ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksum?
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

(Dinukil untuk blog www.ulamasunnah. wordpress. com dari Manhaj Al Firqatin Najiyah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar